Pilgrims of Christ’s Mission

Provindo

Provindo

Berziarah sebagai Utusan Kristus

Kebanyakan pembaca Internos pasti pernah mendengar istilah Kongregasi Jenderal, yaitu institusi tertinggi pengambil keputusan dalam Serikat Jesus. Pesertanya adalah para wakil terpilih dari semua provinsi dan regio dan diadakan sejauh diperlukan. Dalam sejarah Serikat Jesus yang sudah hampir 500 tahun, baru ada 36 kali Kongregasi Jenderal.   Nah, saya yakin belum banyak yang mendengar istilah Pertemuan Para Superior Mayor. Ini adalah pertemuan yang ditetapkan dalam Kongregasi Jenderal 34 Dekret 23 (1995), “Kira-kira setiap enam tahun mulai dari Kongregasi Jenderal terakhir, Pater Jenderal akan mengundang pertemuan semua provinsial, untuk menimbang kondisi, persoalan-persoalan, dan inisiatif-inisiatif dalam Serikat universal, sebagaimana juga kerja sama internasional dan supra-provinsial.” Sejauh ini baru ada tiga kali pertemuan seperti itu dan yang terakhir terjadi pada tanggal 17-26 Oktober 2025 di Roma. Saya menghadiri pertemuan tersebut sebagai Provinsial Serikat Jesus Indonesia, bersama sekitar 77 orang superior dan 30 orang petugas kuria generalat yang lain.   Mengambil tema “Peziarah dalam Perutusan Kristus,” pertemuan ini membicarakan topik-topik yang sudah ditetapkan sebelumnya. Topik-topik ini dipilih sebagai bahan masukan untuk Pater Jenderal berdasarkan pengalaman yang beragam di berbagai provinsi, semacam konsultasi dengan seluruh Serikat. Untuk saya, yang menarik adalah metodenya. Setiap tema diolah dengan cara bertahap. Mulai dengan presentasi oleh dua orang yang sudah ditunjuk dan mempersiapkan diri. Presentasi ini diikuti oleh doa dan refleksi pribadi oleh peserta. Setelah itu para peserta berkumpul dalam kelompok kecil untuk membagikan hasil doa dan refleksinya memakai cara percakapan rohani. Ringkasan hasil pembicaraan di tiap kelompok ini kemudian disampaikan dalam pertemuan bersama lagi. Sesudah itu, pendalaman tema ditutup dengan mendengar reaksi para peserta secara individu terhadap hasil pleno tadi. Tidak ada tanya jawab di bagian ini. Semua mendengar ketika seseorang berbicara.   Dengan metode ini, beberapa topik tampak menonjol yaitu tema kolaborasi dengan awam, restrukturisasi gubernasi/pemerintahan Serikat, dan peran superior lokal. Semua ini menunjukkan bahwa Serikat sedang berubah. Peran awam semakin besar dalam lembaga dan karya Serikat tetapi mereka tidak punya suara dalam pemerintahan Serikat. Menurunnya jumlah Jesuit mengakibatkan penggabungan beberapa provinsi yang tidak selalu berhasil. Misi universal hampir selalu dikalahkan oleh pemerintahan Serikat yang memprioritaskan provinsi. Di komunitas superior lokal sering dilangkahi dalam pemerintahan Serikat, padahal mereka seharusnya punya peran penting baik dalam hal cura personalis maupun cura apostolica.     Di antara sesi-sesi pertemuan, para peserta diajak untuk bertemu Paus Leo XIV di hari ketujuh. Semua peserta antusias karena bagi banyak orang ini bakal menjadi perjumpaan yang pertama dengan Bapa Suci yang baru. Bapa Suci menyambut delegasi para superior dengan hangat. Dalam sambutannya Bapa Suci meneguhkan kembali pilihan apostolik Serikat seperti yang ada dalam Universal Apostolic Preferences (UAP). Beliau juga mengingatkan kembali, “Gereja membutuhkan Saudara sekalian di garis depan entah itu secara geografis, kultural, intelektual maupun spiritual … Kemendesakan untuk mewartakan Kabar Gembira sama besarnya di zaman ini seperti di masa Santo Ignatius.”   Menariknya juga, Paus Leo XIV tampak sangat membumi. Bahasa tubuhnya rileks, kata-katanya terpilih tapi tetap hangat. Ketika berdialog, tanggapan Bapa Suci sering merujuk pada pengalamannya sebagai misionaris dan sebagai religius. Saya dan para provinsial pulang dari pertemuan ini dengan hati yang berbunga-bunga, tentu saja setelah berfoto dengan beliau.     Rahmat terbesar yang saya peroleh dari pertemuan ini sebenarnya justru pada perjumpaan dengan para superior. Suasana hangat dan terbuka ditambah sesi-sesi sharing dengan cepat mendekatkan kami satu sama lain. Sebagian baru saja menjadi provinsial. Sebagian lagi sudah hampir selesai masa tugasnya. Pater Jenderal dan staf kuria selalu hadir sepenuhnya dan tak berjarak dengan para peserta. Bahkan Pater Jenderal mengundang para provinsial secara bergiliran untuk makan siang bersama di ruang kecil supaya bisa sambil berbincang-bincang santai.   Hasil pertemuan ini berupa rekomendasi-rekomendasi yang diserahkan kepada Pater Jenderal. Nantinya Pater Jenderal akan mengambil kebijakan dan menyusun surat-surat dengan memperhatikan usulan-usulan tersebut. Berbekal pengalaman ini, Serikat akan berusaha untuk tetap setia berziarah dalam perutusan yang dipercayakan Kristus di tengah dunia yang sedang penuh ketidakpastian.   Kontributor: P. Benedictus Hari Juliawan, S.J.

Provindo

Bertemu, Berbagi, Bersinergi

Humas Gathering 2025: Sabtu, 18 dan 25 Oktober 2025, Tim Komunikator Serikat Jesus Provinsi Indonesia menyelenggarakan kegiatan Humas Gathering bagi para komunikator dari karya-karya dan lembaga yang dikelola Serikat Jesus yang ada di regio Yogyakarta dan Semarang. Pertemuan ini merupakan perjumpaan perdana secara tatap muka antarkomunikator dari berbagai karya, yang meliputi karya pelayanan masyarakat, pelayanan gereja, dan pendidikan untuk memperkuat jejaring, mengembangkan kapasitas komunikasi, dan menumbuhkan semangat kolaborasi antarkarya.   Kegiatan Humas Gathering diawali di regio Yogyakarta dan diselenggarakan di Kampoeng Media pada 18 Oktober 2025. Karya-karya dalam regio ini tersebar di Yogyakarta, Klaten, Magelang, Wonogiri, dan Surakarta. Pada kesempatan ini Koordinator Tim Komunikator Serikat Jesus Provinsi Indonesia, Pater Antonius Septian Marhenanto, S.J., memberikan pengantar mengenai sejarah terbentuknya Tim Komunikator Serikat Jesus Universal dan Provinsi Indonesia kemudian dilanjutkan dengan perkenalan Tim Komunikator Serikat Jesus Provinsi Indonesia, peran, fungsi, serta agenda tim komunikator ke depan. Sesi dilanjutkan oleh Elizabeth Florence Warikar, Dosen Komunikasi Soegijapranata Catholic University Semarang, yang berbagi wawasan mengenai cara mengemas pesan yang efektif dan berdampak. Antusiasme peserta terlihat jelas melalui sesi tanya jawab dan diskusi dalam kelompok kecil. Berangkat dari wawasan yang dibagikan, para komunikator karya berbagi refleksi dan berkonsultasi mengenai dinamika yang dialami selama menjalankan perannya sebagai komunikator.      SMA Kolese Loyola menjadi tempat pelaksanaan kegiatan Humas Gathering untuk regio Semarang yang diselenggarakan pada 25 Oktober 2025, dengan peserta yang berasal dari karya di Ambarawa, Semarang, Ungaran, Salatiga, dan Sukorejo. Pater Antonius Septian Marhenanto, S.J. memberikan pengantar dan dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh Bapak Andreas Pandiangan, M.Si., Dosen Komunikasi Soegijapranata Catholic University Semarang mengenai strategi penggunaan media di era komunikasi digital. Materi yang disampaikan sungguh membuat para komunikator karya mengenali tantangan komunikasi digital dan menelusuri akar kendala yang mereka alami. Sesi sharing dalam kelompok dan konsultasi bersama Bapak Andreas menjadi ruang berbagi yang meneguhkan dan membantu para komunikator menemukan kembali kepercayaan diri dalam menjalankan peran mereka.   Humas Gathering, baik di regio Yogyakarta maupun Semarang, memiliki benang merah yang saling terhubung satu sama lainnya. Kedua regio ini memiliki kerinduan untuk saling mengenal, berjejaring, dan bertumbuh bersama, bukan hanya dalam karya pelayanan yang sama, baik dalam satu regio maupun lainnya. Para komunikator dari berbagai karya melihat peluang kolaborasi sebagai sarana mengembangkan potensi yang dimiliki masing-masing karya. Pada ujung acara, para peserta berharap bahwa kegiatan serupa bisa dilaksanakan kembali dan dikemas dalam bentuk workshop untuk meningkatkan kapasitas komunikasi. Melalui kegiatan Humas Gathering, semangat sinergi komunikasi yang solid antarsesama komunikator karya semakin diteguhkan.   Kontributor: Bonifasia Amanda – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Provindo

The Discerning Pope

KEJESUITAN JORGE MARIO BERGOGLIO (part 2): Latihan Rohani Seperti saya sebut sebelumnya, Pater Jenderal merayakan Ekaristi bersama para Jesuit yang berada di Roma untuk mendoakan Paus Fransiskus. Dalam homilinya dalam Perayaan Ekaristi tersebut (Eucaristia in grato ricordo di Papa Francesco, Chiesa del Gesù – Roma, 24 Aprile 2025) ia mengatakan bahwa Paus Fransiskus adalah orang yang ditempa di dalam Latihan Rohani St. Ignatius Loyola. Dari pengalaman Latihan Rohani inilah style orisinal hidupnya dan pelayanannya bagi umat Allah dan seluruh umat manusia.   Latihan Rohani dijelmakan di dalam keyakinan kuat untuk mempraktikkan dengan mengajak dialog sebagai dasar dalam membangun relasi yang otentik, mengatasi konflik dan memajukan rekonsiliasi. “Asas dan Dasar” Latihan Rohani menjadi titik tumpu yang tidak diragukan. Hidup Fransiskus adalah hidup yang dihayati dan diperjuangkan berdasarkan pada batu karang yang kuat, yaitu Yesus Kristus. Ia tidak mendasarkan pada gagasan-gagasan dan intuisi, karena Yesus sendiri yang menjadi pusatnya. Dalam hal ini sekaligus dicatat bahwa Paus dan saudara se-Serikat ini tidak menyembunyikan kerapuhannya. Bahkan kerapuhan ini merupakan bagian dari Minggu Pertama. Kemudian Minggu Kedua Latihan Rohani yang dimulai dengan Panggilan Raja, serta kontemplasi Penjelmaan dan Kelahiran Yesus pusat hidupnya didekati untuk sampai pada kebersatuan afektif melalui mengontemplasikan Injil secara terus-menerus.   Menurut Pater Arturo Sosa di dalam homilinya, “Kontemplasi Penjelmaan” membawa Paus Fransiskus mendapatkan pandangan universal dan melaluinya, Paus bisa ambil bagian di dalam karya penebusan dunia. Inilah pandangan Trinitas Kudus yang memampukan Paus Fransiskus tidak hanya memandang kompleksitas dan kekayaan hidup manusia, tetapi juga untuk masuk menyatu dengan persoalan hidup. Ini yang membuat Fransiskus dekat dan menyatu tanpa kesulitan dengan banyak orang, baik pria maupun wanita, anak-anak muda, bahkan anak-anak kecil, dan orang tua dari banyak banyak kalangan dan pelbagai budaya yang berbeda.   Masih mengenai Minggu Kedua Latihan Rohani, dikatakan bahwa meditasi “Dua Panji” menginspirasi Paus untuk mengidentifikasi dengan Yesus yang menjadi model dan ideal dalam kemiskinan dan kerendahan hati.   Petrus Faber Seorang Jesuit Spanyol, Santiago Madrigal dalam tulisannya (“Teoría y práctica de los Ejercicios espirituales según Jorge M. Bergoglio – Papa Francisco”, Teología y Vida 61/3 [2020], 273-304) menyebut St. Petrus Faber (1506-1546) merupakan model mistik kesuciannya. St. Petrus Faber sendiri dikanonisasi oleh Paus Fransiskus pada 17 Desember 2013. Inspirasi rohani dan jejak mistiknya ditemukan di dalam tulisan pribadi Petrus Faber, Memoriale. Tepatnya, Paus Fransiskus mengambil inspirasi dari St. Petrus Faber bahwa dasar pijak pembaruan itu adalah pengalaman rohani yang mendalam. Karena itu, tidak sulit membayangkan muatan kebenaran ungkapan ini dengan membayangkan Paus Fransiskus di dalam mengemban pelayanan pontifikalnya sebagai Paus. Penegasan dalam kata-kata demikian ini sebenarnya sejalan dengan kata-kata St. Ignatius yang menunjuk Petrus Faber sebagai pemberi Latihan Rohani terbaik. Memang demikian senyatanya. Karena itu, seperti tercatat di dalam sejarah primi patres, ketika St. Ignatius meninggalkan Paris dan berkunjung ke Azpeitia, Spanyol, di Paris, Petrus Faber sebagai yang dituakan, dengan Latihan Rohani dan persahabatannya dapat menambah tiga anggota baru, yaitu Paschase Broët, Jean Codure, dan Claude Jay. Demikian, sahabatnya yang sebelumnya enam orang pada saat kaul di Montmartre 15 Agustus 1534, maka pada saat berjalan kaki dari Paris ke Venezia menjadi sembilan dan St. Ignatius menyebutnya sembilan kawannya itu sebagai sahabat dalam Tuhan – nueve amigos mios en el Señor (Al “Juan Vedolay”, 24 Juli 1537).   Dari St. Ignatius, St. Petrus Faber mengambil inspirasi dan menerapkan untuk hidupnya, yaitu selalu mencari Tuhan; meniti hidup yang Tuhan sendiri jalani. Demikian juga bisa dimengerti dan dirasakan di dalam diri Paus Fransiskus di dalam pelayanan, penggembalaan, diskresi dan doanya yang semuanya tidak terpisahkan. Jorge M. Bergoglio itu “the Discerning Pope.”   Roma, Minggu, 8 Juni 2025 Hari Raya Pentakosta   L. A. Sardi, S.J.   Kontributor: P. L. A. Sardi, S.J. 

Provindo

The Discerning Pope

KEJESUITAN JORGE MARIO BERGOGLIO (part 1) Bahwa Paus Fransiskus adalah seorang anggota Serikat Jesus, hampir semua orang tahu. Tetapi apa itu artinya, boleh jadi tidak setiap orang mengertinya sehingga mereka terkadang tidak memahami dan menyetujui preferensi-preferensi pastoralnya. Oleh karena itu, ketika Paus Fransiskus wafat pada Senin, 21 April 2025 dan hari itu juga Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. dalam suratnya Death of Pope Francis yang ditujukan kepada seluruh anggota Serikat, saya merasa terbantu untuk memahami dan mensyukuri mengapa Jorge Mario Bergoglio, Paus Jesuit ini, dianugerahkan oleh Tuhan kepada Gereja dan dunia. Surat Jenderal mengenai wafatnya Paus ini pun saya cetak dan saya baca ulang. Waktu itu, saya bawa untuk sangu menunggu dan menemani jalan kaki masuk ke Pintu Suci (Porta Santa) Basilika St. Petrus pukul 15.00. Tidak jauh dari basilika ini terbaring jenazah Paus Fransiskus. Saya ingat, saya rasa-rasakan serta resapkan setidaknya tiga poin pertama yang dicatat oleh Pater Arturo Sosa, S.J. Kita berkabung atas kepergian seorang anggota Serikat yang ditempatkan di dalam pelayanan Gereja Universal dan menjalankan tugas pelayanan Petrus selama lebih dari 12 tahun. Namun demikian, pada saat yang sama, kita merasakan kepergian saudara kita yang kita cintai di dalam Serikat yang kecil dan dina ini (minima Compañía de Jesús), bahwa Jorge Mario Bergolio adalah anugerah Tuhan. Dalam Serikat, kita ambil bagian dari karisma rohani yang sama dan kita menghayati cara yang sama di dalam mengikuti Yesus Kristus Tuhan. Kita bersedih atas kepergiannya, tetapi pada saat yang sama merasakan syukur mendalam kepada Tuhan Bapa kita, karena kita telah menerima begitu banyak kebaikan dari Tuhan melalui seluruh hidup dan cara Paus Fransiskus membimbing Gereja selama masa pontifikalnya dalam kesatuan dan kesinambungan dengan para pendahulunya menerapkan praktik semangat dan arahan Konsili Vatikan II. Paus Fransiskus terus-menerus memperhatikan dengan jeli apa yang sedang terjadi di dunia ini untuk kemudian menawarkan pengharapan bagi semua. Dua ensiklik istimewa Laudato Si, dan Fratelli Tutti mengungkapkan bukan hanya analisis yang mencerahkan tentang situasi kemanusiaan, tetapi dalam terang Injil, dua ensiklik tersebut menawarkan cara-cara menghilangkan musabab ketidakadilan dan memajukan rekonsiliasi.    Tentu saja, tidak akan pernah dilewatkan untuk mengenal dan mensyukuri hal yang sudah menyebar, serta meresapi cara menggereja dua kunci pelayanannya, yaitu pentingnya berjalan bersama dan sentralitas doa. Keduanya membuat kita memahami bahwa Gereja sinodal adalah Gereja yang berjalan bersama, dan artinya Gereja yang berdiskresi dan ditopang oleh doa.     Poin-poin tersebut menyertai hari-hari saya saat Kamis malam, 24 April 2025, antre mengunjungi jenazahnya di Basilika St. Petrus, setelah sebelumnya bersama para Jesuit di Roma mengikuti Ekaristi dengan intensi untuk Paus Fransiskus juga. Ketika itu, pagi-pagi di hari Sabtu, 26 April 2025 berjalan kaki dari Gesù untuk ikut antre bergabung mengikuti misa pemakaman di Piazza St. Petrus, kemudian dilanjutkan dengan menanti mobil jenazah. Akhirnya mengesan juga, berkesempatan datang dan berdoa di makamnya, di Basilika Maria Maggiore pada pagi 30 April 2025, di mana di tempat tersebut St. Ignatius merayakan misa perdana 25 Desember 1538.   Dalam suratnya, Pater Jenderal Arturo Sosa juga mengajak untuk mengingat persetujuan dan peneguhan Universal Apostolic Preferences Serikat (2019). Menurut Pater Arturo Sosa, Paus Fransiskus menegaskan, bahwa preferensi pertama, yaitu menunjukkan jalan menuju Tuhan melalui Latihan Rohani dan diskresi merupakan hal yang krusial karena menjadi basis yang diandaikan bagi tiga preferensi yang lain. Preferensi ini juga mengandaikan relasi para anggota Serikat, relasi para Jesuit dengan Tuhan dalam doa pribadi, doa bersama dan dalam diskresi.   Rasa saya isi surat Jenderal Serikat, Pater Arturo Sosa berkenaan dengan wafat Paus Fransiskus itu demikian padat dan penuh. Oleh karena itu, kemudian saya menganjurkan kepada para frater yang bimbingan dengan saya untuk membaca berulang sebagai bacaan rohani dengan membayangkan bahwa di dalam Paus Frasiskus, kejesuitan itu demikian nyata dan menggerakkan hati banyak orang.   Gratia status Sementara itu Pater Federico Lombardi, S.J. (Federico Lomardi, S.J., Le riflessioni di padre Federico Lombardi su Papa Francesco, 30 April 2025), dalam refleksinya mengenai Paus Fransiskus menyebutkan bahwa Paus Fransiskus hidup di dalam semangat Ignatian dengan unsur-unsur yang ditunjukannya: Gereja yang berjalan, Gereja yang mencari dan menemukan kehendak Allah dalam segala, di dalam panggilan ke perutusan untuk mewartakan Injil hingga batas-batas bumi. Lebih rinci Pater menyebut unsur-unsur “spiritual” hidup pribadinya. Pertama, berkenaan dengan semangat dan kesehatan fisik dikatakan bahwa ini adalah gratia status – la grazia di stato; artinya itu rahmat yang diberikan Tuhan menyertai perutusan dan status hidupnya. Tentang hidup pribadinya, Pater Lombardi di waktu-waktu awal pontificalnya mengetahui bahwa di Santa Marta dia selalu melewatkan waktu hening doa di kapel. Kebiasaan dan cara hidupnya adalah dia pergi tidur cukup awal supaya bisa bangun segar berdoa di pagi hari, tanpa gangguan.    Kemudian, banyak orang juga disadarkan oleh surat apostolik Gaudete et Exultate tentang panggilan ke kekudusan untuk semua. Lalu di dalam ensilik Dilexit nos (24 April 2024), Paus mengungkapkan secara jelas devosinya terhadap Hati Kudus Yesus. Singkatnya, semua adalah buah doa-doanya serta relasi pribadinya dengan Tuhan. Di dalam relasi pastoral, Federico Lombardi mengatakan bahwa karisma Paus Fransiskus tampak di dalam kedekatannya dengan semua orang. Mereka merasa dekat, tidak ada jarak dan penghalang. Halnya konkret, sederhana dan langsung, serta ingin berdialog dengan siapapun. Pater Lombardi mengatakan bahwa dirinya diyakinkan kalau Paus Fransiskus memiliki anugerah istimewa dalam pendekatan personal yang sederhana, tulus, dan langsung dengan hati.     Kontributor: P. L. A. Sardi, S.J. 

Provindo

Menapaki Jalan Kekudusan dalam Serikat Jesus

Kaul Akhir Jumat, 15 Agustus 2025, pada Pesta Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, merupakan hari yang penuh syukur bagi Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Terdapat tujuh Pater Jesuit yang mengucapkan kaul akhir. Ketujuh Pater tersebut adalah Pater Thomas Septi Widhiyudana, S.J., Pater Christoforus Bayu Risanto, S.J., Pater Peter Benedicto Devantara, S.J., Pater Bernadus Dirgaprimawan, S.J., Pater Agustinus Winaryanta, S.J., Pater Alexander Koko Siswijayanto, S.J., dan Pater Christoforus Christiono Puspo, S.J. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Provincial, Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Perayaan Ekaristi dihadiri oleh keluarga ketujuh kaules, umat, serta para Jesuit dari berbagai komunitas. Perayaan Ekaristi kaul akhir tersebut, juga ditayangkan secara live streaming di kanal Youtube Jesuit Indonesia.     Dalam homili yang disampaikan oleh Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., umat diajak untuk melihat kembali sebuah momen penting dalam sejarah Gereja, yakni reformasi yang digagas oleh Paus Gregorius VII. Reformasi yang dikenal sebagai Reformasi Gregorian tersebut merupakan suatu upaya untuk membebaskan Gereja dari cengkeraman kekuasaan duniawi para raja. Di balik langkah-langkah keras dan strategis itu, tersimpan satu hal yang mendasar, yaitu upaya untuk menghidupi kekudusan. Bentuk konkret kekudusan yang dihidupi oleh Paus Gregorius VII yaitu suatu perjuangan untuk menjaga kemurnian Gereja sebagai Tubuh Kristus. Berangkat dari refleksi historis ini, Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., kemudian menuntun perhatian umat, secara khusus para kaules; kepada makna Kaul Akhir dalam Serikat Jesus. Kaul ini bukan sekadar pernyataan pribadi, melainkan pengakuan dari Serikat bahwa seseorang telah diterima secara penuh sebagai anggota dalam tubuh Serikat Jesus. Dengan diterimanya seseorang secara penuh, ia tak hanya dipersatukan secara spiritual dan struktural, tetapi juga secara misi: terlibat aktif dalam membentuk wajah Serikat Jesus Universal.   Para kaules diundang untuk menghidupi kekudusan secara nyata, seperti yang dilakukan oleh Paus Gregorius VII; namun dalam konteks zaman serta medan perutusan mereka masing-masing. Kekudusan tersebut tidak bersifat abstrak, tetapi tampak nyata dalam cara mereka berpikir, berkata, dan bertindak. Semua ini dijalani dalam semangat Latihan Rohani dan Konstitusi Serikat Jesus, yang menjadi dasar pijakan hidup dan pelayanan setiap Jesuit.   Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. menambahkan, bahwa kehadiran mereka dalam Serikat merupakan suatu anugerah, sekaligus tanggung jawab. Serikat akan menerima warna baru lewat hidup dan kesaksian mereka. Namun, hal ini juga munculkan pertanyaan reflektif yang tajam: “Apakah Serikat menjadi semakin berwarna karena kehadiran mereka, atau justru menjadi pucat?”   Pertanyaan tersebut bukan sekadar retorika, melainkan undangan untuk terus memperbarui diri sebab Kaul Akhir bukanlah garis akhir melainkan awal baru dalam keterlibatan total untuk misi Allah melalui Serikat Jesus. Seperti para kudus yang telah lebih dahulu berjuang, para Jesuit yang berkaul akhir hari ini dipanggil untuk menghidupi kekudusan itu dengan sepenuh hati dan segenap hidup mereka.   Di penghujung Ekaristi, Pater Alexander Koko Siswijayanto, S.J., mewakili ketujuh kaules memberikan sambutan. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak pantas untuk mengucapkan Kaul Akhir. Namun justru dalam ketidaksempurnaan itulah, mereka merasakan rahmat Allah yang bekerja secara nyata dalam hidup mereka; rahmat yang menopang, membentuk, dan menuntun mereka hingga hari pengucapan kaul akhir dalam Serikat Jesus.     Mereka bersyukur atas penyertaan Tuhan yang tak pernah berhenti, serta berterima kasih atas dukungan dari para formator, rekan-rekan seperjalanan, keluarga, dan umat yang telah menjadi bagian dari proses formasi mereka. Kaul Akhir, bagi mereka bukanlah puncak pencapaian, tetapi penegasan akan kesediaan untuk terus dibentuk, dan diutus. Pater Koko memohon doa agar beliau, dan rekan-rekannya dapat menghidupi panggilan sebagai Jesuit dengan kesetiaan dan kerendahan hati.   Kontributor: Sch. Ignatius Dio Ernanda Johandika, S.J.

Provindo

Pertemuan Superior 2025

Pada tanggal 19-21 Juni 2025, Provinsi mengadakan acara untuk para superior. Pertemuan ini cukup baru karena selama ini pertemuan superior digabungkan dengan pertemuan direktur karya. Jumlah superior komunitas 16 orang, Socius termasuk di dalamnya karena menjadi superior komunitas Rumah Provinsialat. Dari jumlah 16 orang, 2 orang superior berhalangan karena harus mengikuti pertemuan di tempat lain. Tema besar pertemuan ini adalah Personal and Apostolic Care. Tiga narasumber yaitu Bapak RY. Kristian Hardianto dan Provincial serta Socius sendiri. Lewat banyak pengalamannya memimpin perusahaan, Pak Kristian membagikan bagaimana memperhatikan kesejahteraan lebih dari 1.000 karyawan, menciptakan budaya suportif di lingkungan perusahaan, dan mendidik karyawan dengan proses formasi.   Pater Provincial mengajak para superior berbagi pengalaman terkait usaha-usaha untuk menemani para anggota komunitas, sekaligus suka-duka masing-masing. Sebelumnya,Pater Socius menyegarkan pengetahuan tentang guidelines sebagai seorang Superior. Di sela-sela pertemuan, diadakan jeep-tour dengan rute menjelajahi kaki gunung Lawu dengan beberapa perhentian: Air Terjun Jumog dan Candi Sukuh. Para superior sangat menikmati dinamika pertemuan ini. Harapannya, semoga pertemuan ini menyemangati para superior dalam melaksanakan perannya di komunitas masing-masing.   Kontributor: Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Provindo

Perjumpaan sebagai Jalan Hati

Jaringan Doa Bapa Suci Sedunia – Indonesia (Pope’s Worldwide Prayer Network – Indonesia, selanjutnya disebut PWPN Indonesia) bersukacita karena bulan Februari lalu, Direktur Internasional PWPN, Pater Cristóbal Fones, S.J. mengunjungi Indonesia. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka mengenal konteks lokal Indonesia dan bagaimana karya kerasulan ini dijalankan, termasuk apa saja yang menjadi tantangan dan peluang untuk pengembangan. Pater Cristóbal Fones, S.J. adalah Jesuit asal Chile yang baru saja resmi menjadi Direktur Internasional PWPN per 1 Januari 2025. Dalam rangkaian kunjungan ke wilayah Asia Pasifik ini, Pater Cristóbal juga mengunjungi Malaysia, Singapura, dan Timor Leste.   Kunjungan di Indonesia berlangsung dari 22-27 Februari 2025. Kegiatan dimulai di Jakarta dengan mengunjungi Paroki Katedral, Terowongan Silaturahim, dan Masjid Istiqlal. Pater Cristóbal juga menjadi konselebran perayaan Ekaristi di Katedral. Esoknya, diadakan sarasehan The Way of the Heart bersama Pater Sindhunata, S.J.. Selain terbuka untuk umum, sarasehan ini juga menjadi kesempatan berkumpul bagi berbagai komunitas yang menghidupi Spiritualitas Ignatian, seperti Magis, Christian Life Community (CLC), Latihan Rohani Pemula (LRP), Schooled by The Spirit (SBS), Aminigo, dan lainnya. Pater Cristóbal juga mengenalkan PWPN pada para siswa Kolese Kanisius. Setelah itu, ia melanjutkan kunjungan ke Yogyakarta untuk bertemu Pater Antonius Sumarwan, S.J., Koordinator Nasional PWPN Indonesia. Di Yogyakarta, Pater Cristóbal diajak mengunjungi Pusat Musik Liturgi, kantor Yayasan Basis yang menerbitkan Utusan sebagai majalah resmi PWPN, dan Omah Petroek yang menyediakan beberapa situs untuk merefleksikan Jalan Hati. PWPN Indonesia juga mengadakan perayaan Ekaristi dan parade lagu di Gereja St. Antonius Padua Kotabaru. Perjalanan dilanjutkan menuju Jawa Tengah, yaitu ke Seminari Menengah Mertoyudan dan menghadiri misa perdana Romo Petrik Yoga, Pr yang juga terlibat aktif di PWPN Indonesia. Di Wonosobo, Pater Cristóbal mendapatkan hadiah menarik yaitu tarian dari siswi-siswi SLB/B Dena Upakara yang didampingi para Suster PMY. Rangkaian kegiatan ditutup dengan berwisata ke Candi Borobudur.    Dalam rangkaian kunjungan ini, Pater Cristóbal juga banyak berbagi dan mengenalkan apa itu PWPN, dasar spiritualitas, dan misi yang diemban. Tulisan ini akan membagikan hal-hal tersebut.     Persahabatan dengan Yesus Dasar dari segala pelayanan, misi, dan karya PWPN adalah pengalaman persahabatan personal dengan Yesus. Dalam sejarahnya, PWPN memiliki kedekatan dengan spiritualitas Hati Kudus Yesus. Semangat ini pula yang selalu dihidupkan dalam karya-karya PWPN. Spiritualitas Hati Kudus Yesus menyatukan jaringan doa ini yang telah mencakup lebih dari 90 negara dan lebih dari 22 juta umat Katolik di seluruh dunia.   Dalam PWPN, Spiritualitas Hati Kudus Yesus dikenalkan dalam bentuk modul formasi berjudul The Way of the Heart (Jalan Hati). Modul ini terdiri atas 9 langkah permenungan yang membantu kita mengenal Hati Allah Bapa, Hati Allah Putra, dan Hati Allah Roh Kudus. The Way of the Heart menjadi dasar pengolahan hati kita untuk bisa menjalankan misi belas kasih bagi dunia (a mission of compassion for the world).   Sejak tahun 2023, PWPN Indonesia mencoba mengadaptasi modul Jalan Hati sebagai modul retret tahunan. Selain itu, pada Yubileum Hati Kudus Yesus ini, PWPN Indonesia juga menggunakan modul Jalan Hati sebagai tema buklet doa dan bahan permenungan selama setahun. Menggunakan bahan permenungan itu, diadakan olah dan percakapan rohani secara daring pada Senin kedua tiap bulan.   Pater Cristóbal tidak hanya bicara soal persahabatan dengan Yesus, tetapi sungguh menghidupinya. Pada dua kesempatan terpisah, ketika diskusi dengan para siswa Kolese Kanisius dan Seminari Menengah Mertoyudan, Pater Cristóbal mengungkapkan bahwa sahabat terdekatnya adalah Yesus. Ia mengungkapkan dulu ketika remaja sering menulis curhat dengan Yesus dan hingga kini pun Yesus adalah sahabat terbaiknya.     Kerasulan Doa Salah satu penerapan misi utama PWPN adalah mendoakan dan menyebarkan intensi doa Bapa Suci setiap bulannya. Beberapa cara yang digunakan oleh Tim Internasional PWPN adalah dengan membuat video Bapa Suci (The Pope Video) dan membagikan bahan dari aplikasi Click to Pray yang menyediakan bahan doa pagi, siang, dan malam untuk mendukung intensi doa Bapa Suci.    PWPN Indonesia pun bergerak aktif untuk mendukung dua sarana ini. Untuk The Pope Video, PWPN Indonesia berkolaborasi dengan Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia (BN-KKI) untuk memberi subtitle dan menerjemahkan infografis ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa bahan dari Click to Pray juga secara rutin diterjemahkan dan disebarkan melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp.    Dalam momen kunjungan kemarin, PWPN Indonesia mengadakan parade lagu, “Senandung Doa untuk Dunia”, setelah perayaan Ekaristi harian di Gereja St. Antonius Padua Kotabaru. Dikatakan bahwa bernyanyi itu dua kali lipatnya berdoa, maka diharapkan dengan lantunan nada-nada, umat semakin mengenal spiritualitas dan karya-karya PWPN. Pada kesempatan itu, PWPN Indonesia memperkenalkan lagu Doa Persembahan Harian dalam bahasa Indonesia dan Inggris yang dibuat oleh Ibu Damian Alma, seorang komposer.   Pater Cristóbal juga menggunakan musik sebagai sarana pewartaan. Ia memiliki motto musik sebagai pelayanan iman dan promosi keadilan dan sudah memiliki 12 album. Yang menarik, dalam kunjungan ini ia beberapa kali berkata, “Saya bukan seorang musisi atau penyanyi, saya hanyalah seorang imam.” Musik adalah salah satu bentuk kerasulan dan pelayanannya.     Formasi Orang Muda Misi PWPN juga berkaitan dengan formasi dan pendampingan orang muda. PWPN memiliki komunitas orang muda bernama Eucharistic Youth Movement (EYM), yang di Indonesia dikoordinasi oleh Pater Yohanes Nugroho, S.J.. Kehadiran EYM didasarkan pada pedagogi para murid Emaus, yakni Injil, Ekaristi, dan Misi. EYM ingin mengajak anak muda usia 5-25 tahun untuk hidup dalam cara Yesus, dalam hubungan persahabatan dari hati ke hati dengan-Nya.   Dalam kunjungannya, Pater Cristóbal juga mengenalkan EYM kepada siswa Kolese Kanisius dan Seminari Menengah Mertoyudan. Para siswa pun sangat antusias dan mengajukan berbagai pertanyaan yang menarik pada Pater Cristóbal, antara lain mengenai iman, panggilan, karya PWPN, serta bagaimana Pater Cristóbal menggunakan musik dalam karya dan pelayanannya.   Selain dua kolese tadi, Pater Cristóbal juga memiliki kesempatan untuk bertemu para siswi SLB/B Dena Upakara di Wonosobo. Para siswi tunarungu ini mempersembahkan tiga tarian. Dibantu instruksi oleh guru, para siswi menari dengan gembira dan penuh sukacita. Perjumpaan dan tarian mereka sangat mengesan bagi Pater Cristóbal dan menjadikan kunjungan ini unik. Bagi Pater Cristóbal, anak-anak ini perlu menjadi perhatian dan ladang pelayanan kita.   Kunjungan Pater Cristóbal membawa semangat baru bagi PWPN Indonesia. Kami diajak sungguh bergerak dari kerja-kerja promosi doa dan menjadi komunitas orang-orang yang menjalankan misi belas kasih

Provindo

Pentakhtaan Relikui St. Ignatius Loyola dan Pemberkatan Gedung Pastoral St. Paulus – Paroki St. Ignatius Loyola, Semplak, Bogor

“Dengan diterimanya relikui ini, kami berharap Paroki Santo Ignatius Loyola semakin diperkaya oleh semangat Ignatius. Kehadiran relikui ini bukan hanya lambang, tapi juga pengingat akan panggilan untuk hidup kudus, melayani dengan cinta tanpa batas, dan menghidupi semangat ‘Magis’ dalam memberikan yang terbaik bagi Allah dan sesama. Semoga seluruh umat paroki terinspirasi oleh teladan Santo Ignatius Loyola untuk terus bertumbuh dalam iman, harapan, dan kasih. Semangat Ad Maiorem Dei Gloriam, demi kemuliaan Allah yang lebih besar, kiranya menjadi pegangan dalam setiap karya dan doa. Kami percaya bahwa dengan menghormati dan dengan perantaraan Santo Ignatius, paroki ini akan semakin diberdayakan untuk hidup dalam terang Injil.“   Pesan harapan itu menjadi penutup surat penyerahan relikui Santo Ignatius Loyola yang dibacakan oleh Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. dalam perayaan Ekaristi di Gereja Santo Ignatius Loyola, Semplak – Bogor pada Sabtu, 25 Januari 2025. Usai pembacaan surat, relikui berupa potongan jubah Santo Ignatius Loyola ditakhtakan di altar dengan iringan lagu Amare et Servire (Mencintai dan Melayani).   Umat Paroki Semplak tidak hanya bersukacita atas anugerah penyerahan relikui, tetapi juga bersyukur atas pemberkatan dan peresmian Gedung Pastoral Santo Paulus. Tak hanya itu, umat sekaligus bersukacita atas ulang tahun ke-61 RD. Antonius Dwi Haryanto (Romo Anton) yang sejak tahun 2017 menjadi Pastor Kepala Paroki Semplak. Sukacita-sukacita ini dirayakan dalam Ekaristi yang dipimpin secara konselebrasi oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Uskup Keuskupan Sufragan Bogor), Mgr. Christophorus Tri Harsono (Uskup Keuskupan Sufragan Purwokerto), RD. Kol (Sus.) Yoseph Maria Marcelinus Bintoro (Wakil Uskup umat Katolik di lingkungan TNI dan POLRI), Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. (Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia), RD. Antonius Dwi Haryanto (Pastor Paroki Semplak saat ini), dan RD. Ridwan Amo (Pastor Paroki Semplak yang pertama).   Mgr. Paskalis merefleksikan pertobatan Santo Paulus dalam homilinya. Tuhan mengambil inisiatif memanggil manusia untuk berkarya bersama Dia, bahkan hingga saat ini. Ia mengambil tindakan untuk mempertobatkan Saulus, seseorang yang bersemangat menghancurkan pengikut Yesus. Tuhan lalu mengubahnya menjadi misionaris agung yang memberitakan Yesus kemana pun ia pergi. Mgr. Paskalis juga mengambil contoh Mgr. Tri Harsono yang lahir dari rahim paroki Semplak dalam keluarga Komando Pasukan Gerak Cepat Angkatan Udara. Mgr. Tri dipilih Tuhan untuk berkarya memberitakan nama Tuhan dengan menjadi uskup Purwokerto. Mgr Paskalis mengajak umat Semplak, yang memilih St. Ignatius Loyola sebagai pelindungnya, untuk mengikuti Kristus dengan cara Santo Ignatius: memiliki ketaatan total pada Gereja Katolik apapun keadaannya.    Dalam kata sambutannya, Romo Anton berterima kasih kepada seluruh pihak, baik dari Keuskupan Bogor, Pangkalan Udara TNI-AU, dan seluruh umat yang telah terlibat dalam dinamika perjalanan pembangunan paroki ini. “Semua sukacita ini terjadi karena rahmat dan kasih Tuhan yang sangat luar biasa.”   Romo Anton secara khusus berterima kasih kepada Pater Benny dan Pater Windar dari Provinsialat Serikat Jesus Provinsi Indonesia atas anugerah relikui yang diberikan kepada umat paroki Semplak. Ini tak lepas dari orang-orang yang mencintai Santo Ignatius, khususnya pasutri Antonius Imam Toni dan Retno yang telah sekian lama mencari relikui ini dan berhasil mendapatkannya dari Provinsialat Serikat Jesus.   Selayang Pandang Paroki St. Ignatius Loyola, Semplak – Bogor Paroki Semplak adalah bagian dari Keuskupan Sufragan Bogor yang memiliki keunikan tersendiri. Terletak di kawasan Pangkalan Udara (Lanud) Atang Sendjaja, paroki ini tergolong paroki muda karena baru dikukuhkan pada 1 Agustus 2015 setelah sebelumnya menjadi bagian dari karya pelayanan Paroki Katedral Bogor. Komunitas umat Katolik Semplak mulai terorganisasi pada tahun 1964. Kemudian pada tahun 1977 umat Katolik dan Protestan mendapatkan fasilitas gereja oikumene dari pimpinan Pangkalan Udara. Gedung gereja tersebut kemudian difungsikan sebagai kapel Santo Petrus oleh umat Katolik dan menjadi gereja Sola Gratia bagi umat Protestan. Meskipun berdiri di tanah milik TNI AU, umat Katolik Semplak tak hanya berasal dari kalangan kategorial TNI AU tapi juga umat non militer yang tinggal di luar kompleks Pangkalan Udara.   Pertambahan jumlah umat di wilayah St. Petrus Semplak sangat menggembirakan, hingga pada tahun 2005 pengurus wilayah mengajukan pembangunan gereja Katolik kepada Komandan Pangkalan Udara dan disetujui oleh Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia. Tanggal 8 September 2006 adalah hari yang sangat bersejarah karena wilayah Semplak dinaikkan statusnya menjadi stasi. Pada hari itu pula, gereja baru diberkati oleh Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM dan diresmikan oleh komandan pangkalan udara Atang Sendjaja, Marsekal Pertama Ignatius Basuki, yang nama baptisnya menjadi inspirasi bagi penamaan paroki Semplak.    Mengutip sambutan Pater Benny, nama Ignatius Loyola adalah nama yang amat tepat bagi paroki yang berlokasi di lingkungan militer ini. Santo Ignatius awalnya adalah seorang prajurit dengan ambisi yang luar biasa. Namun setelah cita-citanya pupus akibat terkena mortir pada pertempuran di Pamplona, ambisi besarnya diserahkan pada apa yang dikehendaki Allah. “Apapun yang aku lakukan adalah demi besarnya kemuliaan Tuhan.”   Pertumbuhan umat disertai juga dengan kebutuhan bangunan untuk memfasilitasi kegiatannya. Dirasa perlu juga untuk membangun pastoran yang dapat ditinggali oleh lebih dari satu orang pastor. Oleh karena itu, sejak tahun 2019 mulai dibentuk panitia pembangunan sarana pastoral, meski pelaksanaan pembangunannya baru bisa terlaksana pada Januari 2024 setelah terbit izin dari Pangkalan TNI AU. Penantian panjang umat paroki Semplak berakhir indah dengan pemberkatan dan peresmian gedung pastoral pada pesta pertobatan Santo Paulus, 25 Januari 2025.   Semoga kehadiran relikui Santo Ignatius Loyola dan peresmian gedung pastoral Santo Paulus semakin menambah semangat kerohanian dan memperkuat iman umat paroki Semplak.   Kontributor: Ignatia Marina