Pilgrims of Christ’s Mission

Author name: Komunikator Serikat Jesus

Formasi Iman

Mewujudkan Mimpi Provindo

PERTEMUAN JESUIT MUDA 2024 31 Juli-3 Agustus 2024, setelah acara tahbisan, kami, para imam dan bruder muda berkumpul di Kampoeng Media untuk mengikuti Program Pengembangan Kepemimpinan (LDP). Suasananya menggembirakan dan fun. Kami dibantu Pater Nano, S.J. selaku delegat Rencana Apostolik Provindo (RAP) untuk berbagi pengalaman dan inspirasi terkait RAP ini. Dalam sharing kelompok gugus karya (paroki, pendidikan, dosen, karya sosial, formasi) kami mendengarkan satu sama lain bagaimana RAP ini bergema dalam hidup dan perutusan yang kami jalani. Meski gema RAP ini belum terdengar nyaring, kami melihat bahwa RAP ini memberikan jalan dan harapan dalam menghidupi kesatuan hati dan budi dalam hidup perutusan Serikat saat ini. Bahkan dalam sambutannya, Pater Provinsial mendorong Jesuit muda untuk berani berimajinasi bagi karya kerasulan Serikat.   Dalam kesempatan LDP ini hadir juga teman-teman Jesuit dari Thailand dan Vietnam (Pipat, Sarayuth Konsupap, Sakda, Luong, Josep Doan Tam) yang menambah keakraban. Secara khusus PP Thep dan Pipat yang pernah menempuh studi filsafat di STF Driyarkara tahun 2009-2013, juga membagikan pengalaman berkarya di Thailand dalam terang UAP di hari terakhir.   Pada hari Kamis, 1 Agustus, Pater Nano, S.J. mengajak kami untuk memperhatikan mimpi kecil Jesuit dan juga mimpi Serikat Provindo serta Serikat Universal. Kami juga diharapkan untuk memberikan perhatian besar kepada mimpi Serikat Provindo yang tertuang dalam RAP. Salah satu rekomendasinya ialah setelah LDP ini Pater Nano, S.J. akan mengajak kami untuk mengadakan pertemuan online demi mewujudkan mimpi itu dalam karya kerasulan kami masing-masing.     Pater Sigit, S.J. sebagai ekonom provinsi mengajak kami belajar dan menengok lagi pedoman dalam pengelolaan harta benda Serikat secara tepat berdasarkan IAF (Instruction for Administration and Finances) dan sesuai dengan penghayatan kaul kemiskinan kita.   Untuk menambah kegembiraan kami, pada Jumat, 2 Agustus, kami mengadakan outing ke beberapa tempat, seperti Lava Tour, rafting di Sungai Elo-Magelang dan beberapa kelompok jalan-jalan wisata rohani serta kuliner.   Pada hari terakhir, Pater Daryanto memperkaya imajinasi kami dengan sharing kerasulan orang muda, khususnya pendampingan kaderirasasi bagi mahasiswa-mahasiswi katolik di Yogyakarta. Br. Dieng berbagi refleksi tentang menemukan Tuhan dalam karya KPTT sekaligus mempromosikan sei babi yang terkenal enak. Terakhir, PP Thep, Pat, dan Sakda bercerita upaya-upaya Jesuit Thailand dalam menemukan bentuk yang relevan terkait RAP di konteks sana, misalnya membangun ecology center dalam salah satu karya di sana.   LDP ini ditutup dengan misa yang dipimpin oleh PP Sakda dan Dam. Selamat berimajinasi dan berkarya.   Kontributor: Panitia LDP Jesuit Muda 2024

Tahbisan

Tinggallah Bersama Kami

Penerimaan Sakramen Imamat Empat Diakon Serikat Jesus Serikat Jesus Provinsi Indonesia merayakan kegembiraan atas ditahbiskannya empat diakon menjadi imam di Gereja Santo Antonius Padua, Yogyakarta, pada 31 Juli 2024. Keempat diakon ini menerima sakramen imamat dari tangan Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko. Mereka adalah adalah Diakon Tiro Angelo Daenuwy, S.J., Diakon Andreas Aryono Mantiri, S.J., Diakon Antonius Bagas Prasetya, S.J., dan Diakon Vincentius Doni Erlangga Satriawan, S.J. Lebih kurang seribu umat hadir dalam misa tahbisan ini dan semua umat yang hadir diundang untuk ikut beramah-tamah di wisma teologan Kolese Santo Ignatius, Yogyakarta.    Yesus senantiasa menyertai Para Imam Terinspirasi oleh kisah Yesus yang bangkit di jalan menuju Emaus, para neomis mengambil tema tahbisan dari Lukas 24:28 “Tinggallah Bersama Kami.” Dalam homilinya, Bapak Uskup Rubiyatmoko, mengajak para imam yang baru ditahbiskan ini untuk mengingat kembali semua pengalaman dalam masa formasi mereka yang panjang sebagai bukti bahwa Yesus selalu hadir dalam hidup mereka. Ia berkata, “Di balik motto ini, ada berbagai pengalaman yang menarik. Mereka telah berjalan bersama Yesus. Dia menemani mereka, berjalan berdampingan, dari waktu ke waktu, hingga mereka berdiri teguh dan kokoh.” Dalam sharingnya selama homili, Diakon Bagas menceritakan kesepian yang sering ia alami selama dua belas tahun masa formasinya. Ia masuk Serikat Jesus pada 2012 bersama sembilan calon lainnya hingga ialah satu-satunya yang akhirnya ditahbiskan imam. Meskipun demikian, Diakon Bagas bersyukur atas dukungan yang ia terima dari semua temannya di Serikat Jesus, bukan hanya dari teman seangkatannya. “Memang benar bahwa setiap hari Tuhan selalu mengajar dan membentuk saya melalui banyak momen, baik yang menyakitkan maupun menyenangkan, dan semua itu membuat saya ingin selalu bersama Yesus dan mengikuti-Nya hingga akhir hayat.”     Tiga dari empat neomis masuk Serikat melalui program promosi panggilan, bukan dari seminari menengah. Uskup Rubiyatmoko dengan bercanda mengatakan bahwa ia menahbiskan kelompok “orang-orang berumur” tahun ini. Bapak Uskup meminta diakon Tiro, Doni, dan Andre untuk berbagi sedikit cerita tentang bagaimana mereka meninggalkan ambisi, hobi, dan relasi di masa lalu untuk memulai jalan baru dalam hidup religius. Uskup Rubiyatmoko mengatakan bahwa ketiga diakon baru ini memiliki pengalaman hidup yang kaya, namun mereka menerima berkat untuk melayani umat Allah. Bapak Uskup mengutip apa yang ditulis oleh Diakon Doni dalam buklet tahbisan, “Imamat adalah sebuah proses. Jadi, apa yang dibutuhkan dari kita adalah mengikuti prosesnya seperti mengikuti jalan ziarah. Awalnya memang tidak jelas, tetapi akan menuntun kita hingga ke tempat tujuan.” Uskup mengakhiri homilinya dengan mengingatkan para neomis untuk selalu menjadi imam yang sederhana dan rendah hati yang melayani dengan tulus.   Berbeda Jalan, Satu Panggilan Jalan yang dilalui para neomis hingga saat mereka ditahbiskan ini memang berbeda-beda. Diakon Bagas yang berasal dari Pamulang, Banten menghabiskan masa formasi awal di Seminari Menengah Santo Petrus Canisius, Mertoyudan (2008-2012). Selama masa formasinya, ia bekerja sebagai sub moderator di SMA Kolese Loyola Semarang. Pater Andre, dari Jakarta, dan Pater Doni, dari Yogyakarta, masuk novisiat pada tahun 2014 dan mereka berdua memiliki gelar sarjana sebelum masuk Serikat. Mereka menjalani masa orientasi kerasulan (TOK) selama dua tahun (2018-2020) sebelum menjalani studi teologi di FTW-USD, Yogyakarta. DiakonAndre di Kantor Provinsialat SJ Semarang membantu Ekonom Provinsi dan Diakon Doni di Surakarta menjadi pengajar di Politeknik ATMI dan SMK Kolese Mikael. Apa yang dialami DiakonTiro selama TOK berbeda dengan ketiga frater lainnya. Tahun pertama ia TOK di Paroki Santo Ignatius, Danan, Wonogiri, tahun kedua di Jesuit Refugee Service (JRS) Bogor dan Palu, dan tahun ketiga di SMA Kolese Loyola Semarang. Meskipun memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, para neomis dipersatukan oleh panggilan dan tujuan yang sama, seperti yang ditekankan oleh Bapak Uskup.     Sebelum misa berakhir, Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., mengumumkan secara terbuka tempat dan tugas para imam baru. Pater Tiro akan bekerja sebagai moderator di SMK Kolese Mikael, Surakarta. Pater Bagas menjadi Vikaris Parokial Paroki Santo Antonius Padua, Purbayan. Pater Doni akan menyelesaikan pendidikan pascasarjana teknik sipil di Universitas Gadjah Mada dan membantu pelayanan sakramental di Paroki Kotabaru, Yogyakarta. Pater Andre juga melanjutkan studi khusus program pascasarjana manajemen keuangan di Universitas Atmajaya, Jakarta dan menjadi Wakil Pater Unit Skolastikat Johar Baru, Jakarta.   Serikat Jesus Provinsi Indonesia sangat berterima kasih kepada para neomis yang siap diutus dan memulai perjalanan mereka sebagai imam Jesuit. Mari kita doakan para imam baru ini dalam melaksanakan karya perutusan mereka.   Kontributor: S. Benicdiktus Juliar Elmawan, S.J.

Pelayanan Masyarakat

Kamu-Kamulah Penghuni Surga

Memanusiakan Manusia Di tengah hiruk-pikuk kota berjuluk Kota Pelajar itu terdapat berbagai wilayah terpinggir yang sering kali luput dari pandangan orang. Salah satunya adalah Bongsuwung. Tempatnya berdiri di samping rel kereta yang memaksa orang sekitar mendengar deru kereta setiap hari. Pun masih ditambah ketersediaan infrastrukturnya yang sederhana. Di lain sudut ada daerah Pingit dan Jombor yang punya “keunikan” tersendiri, seolah tak mau kalah dengan Bongsuwung.   Mungkin sudah bisa terbayang bagaimana ritme kehidupan penduduk di sana. Entah mereka masih memiliki angan hidup layak atau impian kemakmuran mungkin menjadi pertanyaan yang terlalu utopis. Barangkali sekadar mendapatkan sesuap pangan hari ini sudah menjadi syukur mendalam bagi mereka. Apakah esok rezeki masih tersedia atau tidak, mereka sepenuhnya pasrahkan kepada Yang Esa, itu pun andai mentari esok masih dianugerahkan bagi mereka.   Kendati demikian, mereka masih manusia. Sudah layak dan sepantasnya bagi kita, sesama manusia, memanusiakan mereka. Mereka pun pantas merasakan hak bisa hidup layak, sekurang-kurangnya dalam bidang pendidikan. Itulah yang telah dan terus dilakukan Realino SPM. Dengan bersenjatakan perlengkapan keterampilan dan prakarya, para volunteer Realino siap diutus mengemban tugas menabur benih harapan bagi anak-anak di sana.   Volunteer Realino, mayoritas beranggotakan mahasiswa/i dari berbagai universitas di Yogyakarta. Mereka memberikan pelajaran menyenangkan sekaligus bermanfaat mendorong kemampuan kognitif dan memantik nyala api humaniora dalam diri anak-anak Jombor, Bongsuwung, dan Pingit. Lewat pelbagai prakarya sederhana maupun kegiatan serupa diberikan kepada anak-anak SD dan SMP tersemat harapan nilai juang dan semangat berprestasi bisa tumbuh dalam hati anak-anak.     Meneladani Penghuni-penghuni Surga Sekilas, mungkin kata volunteer atau model sukarela yang ditekankan dalam pelayanan Realino menunjukkan semua pihak yang terlibat pelayanan tidak mendapat imbalan apa pun. Nyatanya, tidak demikian. Jika kita bertolak lebih dalam, kita sanggup menemukan hidden gem yang membuat kita lebih memaknai perjumpaan para volunteer dan anak-anak di Komunitas Belajar Realino.   Semangat dasarnya, para volunteer menjadi pendidik dan anak-anak yang menjadi siswa/i. Namun, nyatanya hal sebaliknya bisa terjadi. Para volunteer bahkan kita semua bisa belajar banyak keutamaan dari anak-anak. Tidak hanya karena status mereka anak-anak pinggiran, tetapi lebih sederhana lagi, status mereka sebagai anak-anak. Yesus pernah berpesan, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.” Apa sebenarnya bisa dipelajari dari anak-anak spesial ini? Mereka suka bertengkar. Mereka cerewet dan susah diminta diam apalagi mendengarkan. Kata-kata mereka acap kali terdengar keras, kasar, dan tak segan mengumpat. Bahkan cara mereka berbicara pada para volunteer pun bisa dengan ujaran kasar. Kita bisa berpandangan faktor lingkungan kuat mempengaruhi mereka.   Di sisi lain kita bisa melihat kebaikan anak-anak, yang seringkali luput dari mata kita, karena terlalu fokus pada kenakalan mereka. Apakah kita pernah menyadari betapa mudahnya anak-anak saling berjabat tangan, memaafkan tak lama setelah saling bertengkar? Atau entengnya lidah mereka mengatakan “Kak ini caranya gimana sih! Tolongin dong aku enggak paham” ketika sedang ditemani membuat prakarya? Terkesan sederhana. Namun, jika ditanya kapan terakhir kita melakukan hal serupa? Rasanya kita mulai sadar betapa mudahnya anak-anak itu mengesampingkan ego diri mereka. Mungkin seiring bertumbuh dewasa, ego kita turut kian jaya, membuat kita lupa caranya mengucap “maaf”, “tolong”, atau “terima kasih”. Kita seakan hidup di dunia yang mengucap maaf adalah kalah dan yang mengucap tolong adalah lemah.   Pada momen lain, jika sempat memperhatikan, betapa semangatnya anak-anak ini saat menceritakan pengalaman seru mereka menjelajah sawah yang menghiasi kampung halaman mereka. Pada kisah lain, mereka berbagi betapa asyiknya berangkat sekolah bersama sahabat-sahabat terdekat tiap pagi. Saat itu juga sebenarnya kita diingatkan terus dan terus bersyukur. Tuntutan studi atau pekerjaan sepertinya bisa menggiring pola pikir kita, bahwa bersyukur hanya bisa dilakukan saat berhasil meraih nilai ujian sempurna atau saat hari gaji turun. Padahal dari hal sesederhana melihat mentari pagi masih diterbitkan bagi kita, atau memandang wajah kita di cermin pun pantas disyukuri. Semua hal bisa disyukuri. Bahagia itu sederhana bila kita mampu bersyukur.   Kontributor: Efrem Mas Aletadeo Satya Pramuda – Volunteer Realino SPM

Penjelajahan dengan Orang Muda

Faith in Action: Transforming Lives Through Volunteering with LP4Y Indonesia

Magis Immersion Experiment 2024: LP4Y (Life Project for Youth) adalah sebuah lembaga sosial yang bergerak untuk menemani dan melayani teman-teman muda yang memiliki keterbatasan dalam mengakses pendidikan maupun ekonomi. Hari pertama saya mengikuti kegiatan Magis Immersion Experiment ini sudah panik dan bingung, apa yang bisa kami berikan kepada teman-teman muda ini? Begitu celetuk saya kepada beberapa teman circle yang mengambil bagian dalam Magis immersion experiment ini. Pada waktu itu kami ada setengah hari untuk mempersiapkan program apa yang dapat kami berikan kepada teman-teman muda. Kami berdiskusi untuk membuat program dengan tujuan meningkatkan kapasitas teman-teman muda yang menjadi dampingan LP4Y. Akhirnya kami memutuskan untuk memberikan training terkait dengan proses interview bagi teman-teman muda supaya mereka dapat memahami bagaimana proses interview pekerjaan yang baik karena tujuan mereka mengikuti pendampingan di LP4Y adalah menemukan pekerjaan yang lebih baik.           Perjalanan persiapan batin menuju Immersion Experiment akan berbeda bagi kami masing-masing yang berpartisipasi. Namun, malam pembekalan pada 22 Mei 2024 itu menjadi malam yang penuh dengan pergolakan batin bagi kami semua. Saat proses circle-sharing di malam pembekalan, rata-rata dari kami memiliki perasaan dominan yang sama terkait rasa tidak siap dan ketakutan. Lantas, kami bertanya, “Apakah kami akan mampu memberikan yang terbaik dalam waktu yang singkat di LP4Y?”   Perjalanan menuju LP4Y masih diwarnai kekhawatiran, keraguan, dan ketakutan. Ketika memasuki area Kampung Sawah ternyata area itu memiliki gambaran yang cukup bertolak belakang dengan kawasan yang biasa kami lihat setiap hari. Permukiman yang cukup padat di pinggir area jalan tol dengan tumpukan sampah menjadi pemandangan yang biasa. Ada proses pembakaran sampah di beberapa tempat dan menimbulkan bau yang kurang sedap dan juga sungai yang berwarna hitam dengan bau yang khas.   Dalam kondisi lingkungan seperti itu dan keadaan ekonomi yang terbatas membuat kami bertanya-tanya seperti apa youth (sebutan orang muda yang dididik oleh LP4Y) yang akan kami temui. Akan tetapi, sejak awal tiba pertemuan kami dengan satu per satu para youth mengubah segalanya. Sosok demi sosok Youth yang kami temui seakan menampar kami tentang pentingnya mensyukuri apa yang telah kami miliki dan kami jalani. Para Youth memiliki mimpi yang luar biasa di tengah kondisi kehidupan yang mereka jalani. Tidak berhenti hanya dengan memiliki mimpi, tetapi keikutsertaan mereka dalam program LP4Y menggambarkan semangat juang untuk bisa mendapatkan sesuatu yang bermakna yang mereka yakini akan membawa mereka untuk menggapai mimpi yang mereka inginkan.     Pada malam pertama, saya tinggal bersama dengan orang muda yang kedua orangtua sudah berpisah. Dia tinggal sendiri dan dibantu oleh saudara untuk kebutuhan sehari-hari. Saya tinggal berdua dengan orang muda yang tempat tidurnya berukuran 2×2 Meter. Bagi saya, ini adalah tempat pertama saya tidur dengan ukuran kamar kecil. Saya mencoba merefleksikan apa yang Tuhan inginkan dari saya dengan mengikuti kegiatan Magis Immersion Experiment ini. Saya mengambil sikap doa untuk memohon rahmat Tuhan agar Tuhan membantu dan melancarkan semua kegiatan yang esok akan dijalankan. Ada perasaan gelisah dan ketakutan dengan kegiatan ini karena takut saya tidak dapat mengikuti sampai selesai kegiatan Magis Immersion Experiment ini. Hingga tiba waktunya untuk berinteraksi dengan teman-teman muda dan ternyata apa yang saya takutkan di malam sebelumnya sangat berbeda 180° dengan apa yang saya jumpai. Teman-teman muda yang menyenangkan dan sangat antusias mengikuti setiap kegiatan di LP4Y dan kegiatan yang diberikan oleh teman-teman Magis.   Program di hari Jumat adalah Micro Company Support di mana kami ikut terlibat dalam proses aktivitas persiapan dan penjualan galon air mineral serta program citizenship yaitu melakukan survei terhadap masyarakat di area Center LP4Y. Sedangkan untuk program di hari Sabtu adalah mock interview yaitu melakukan simulasi interview kerja sebagai HRD, job discovery yaitu membuat seperti job fair kecil-kecilan di mana para youth akan secara bergantian mengunjungi booth yang memperkenalkan profil singkat perusahaan kami. Proses pembekalan tambahan ini cukup membantu kami untuk memberikan gambaran terkait apa yang akan kami lakukan di LP4Y.   Di akhir sesi, saat mendengar satu per satu dari mereka menyampaikan kesan berproses bersama, sungguh ini menjadi kado yang memberi kehangatan bagi kami di formasi Magis. Ucapan terima kasih dengan raut wajah malu-malu dan mendengar mereka menyampaikan insight yang mereka dapatkan sungguh di luar ekspektasi kami. Sebagian besar dari kami awalnya berpikir bahwa apa yang kami berikan adalah hal yang “biasa saja” atau hanya “sedikit” dari apa yang dimiliki, namun ternyata berbeda untuk teman-teman Youth. Dampak yang diberikan sangat luar biasa karena kami bisa merasakan bahwa mereka yang sangat membutuhkan hal tersebut.   Banyak canda dan tawa selama sesi. Ketakutan dan kegelisahan yang selama ini saya pikirkan sirna begitu saja karena melihat teman-teman muda yang sangat menyenangkan. Tidak terasa waktu cepat berlalu dan kami menuju Kolese Kanisius untuk mengikuti acara selanjutnya yaitu pengendapan pengalaman, perasaan, dan rahmat Tuhan yang ditemukan. Dalam dinamika pengendapan ini kami merasakan bahwa rahmat Tuhan benar-benar hadir dalam peristiwa-peristiwa Magis Immersion Experiment ini. Tuhan menunjukkan kasih-Nya dengan luar biasa dan Ia mengajarkan arti kehidupan yang sesungguhnya.     Dengan pengalaman, pertemuan, penemanan, dan keterikatan dengan teman-teman muda, ada satu kata yang dapat menggambarkan akan pengalaman ini yaitu “hope.” Teman-teman muda itu bersemangat tinggi, antusias, dan mau belajar. Walaupun itu semua ada keterbatasan tetapi di sini hope memiliki pengaruh krusial bagi teman-teman muda, yaitu membuat orang menjadi optimistis, memiliki motivasi untuk untuk melakukan sesuatu, mampu melihat potensi untuk mengejar cita-cita sesuai kata hatinya.   Sebagai pribadi yang masih belajar dan terus belajar, ada harapan-harapan kecil dari hati kami, yaitu bahwa suatu saat kami dapat kembali lagi ke LP4Y untuk memberikan dan berbagi sesuatu kepada teman-teman muda. Kami bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang sudah menunjukkan jalan yang baik dan mencecap kata hati. Hanya dengan menjadi pribadi bagi orang lain, maka disaat itulah kita bisa menjadi manusia sejati.   “Bukan tentang berapa lama tetapi tentang seberapa dalam.” Kalimat itu menjadi kalimat yang bisa menggambar-kan Immersion Experiment kami di LP4Y. Ketakutan kami tentang keterbatasan waktu yang berakibat akan tidak bisa memberikan yang terbaik ternyata memberikan makna yang sebaliknya. Rahmat yang kami inginkan di awal memulai Immersion Experiment ini berbeda-beda. Namun, di akhir kami menyadari bahwa kami memperoleh rahmat yang sama untuk bisa lebih bersyukur dengan apa yang kami miliki dan apa

Karya Pendidikan

Audiensi dengan Paus Fransiskus dalam Building Bridge Across Asia Pacific

Kamis, 20 Juni 2024, Maria Anita, mahasiswa Magister Psikologi USD dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta) berkesempatan mewakili Indonesia untuk melakukan audiensi dengan Paus Fransiskus dalam program Building Bridges Across Asia Pacific. Program yang diinisiasi oleh Loyola University Chicago ini mempertemukan Paus Fransiskus dengan para mahasiswa di Asia Pasifik secara daring untuk membicarakan tantangan yang dihadapi orang muda dan Gereja di dunia modern.   Acara dialog ini berlangsung pada Kamis, 20 Juni 2024 pukul 19.00 WIB dan merupakan bagian dari serangkaian kegiatan Building Bridges Initiative. Dialog ini pertama kali diinisiasi oleh Loyola University Chicago pada tahun 2022 sebagai respons terhadap panggilan sinodal Paus untuk sinodalitas yang mempromosikan dialog lintas budaya dan lintas iman.   Mahasiswa dari berbagai universitas di Filipina, Australia, Selandia Baru, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia berkesempatan melakukan dialog dengan Bapa Suci. Paus juga menyambut partisipasi dari mahasiswa-mahasiswa dari Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini, negara-negara yang akan dikunjunginya September mendatang.   Persiapan audiensi dengan Paus Fransiskus dilakukan selama satu bulan. Indonesia masuk dalam satu regio bersama dengan Timor Leste dan Singapura. Dua mahasiswa di regio ini diwakili oleh Maria Anita (Magister Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta). Dalam persiapan audiensi ini, keduanya dibimbing para fasilitator Indonesia, yaitu Pater Heri Setyawan, S.J., (dosen Sejarah USD) dan Pater Lucianus Suharjanto, S.J. (dosen Pendidikan Bahasa Inggris USD).   Dalam kesempatan audiensi bersama Paus Fransiskus pada Kamis yang lalu, Maria Anita menyampaikan masalah interfaith relationship yang terjadi di Indonesia.   ”Generasi muda di Indonesia menghadapi dilema interfaith relationship, antara meninggalkan Gereja atau membangun keluarga dengan latar belakang agama berbeda. Oleh karenanya, dibutuhkan bimbingan Gereja untuk pembentukan iman yang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan konteks interfaith dan interreligious,” ungkapnya.   Sementara Helen Vyanessa Ribca Oroh menyampaikan keprihatinan bagaimana teknologi dan sosial media bisa menjadi tempat yang aman untuk berbagi dan saling mendukung dalam masyarakat.   “Orang muda mempunyai keprihatinan bagaimana membangun teknologi yang mampu mendorong mereka untuk tetap aktif dan bertumbuh dalam iman di komunitas basis Gereja yang terbuka. Selain itu orang muda berharap media sosial dapat menjadi wadah komunikasi antar masyarakat untuk membangun rasa kebersamaan dan menguatkan masyarakat,” tuturnya.     Maria dan Helen juga mengungkapkan keprihatinan tentang masalah kesehatan mental orang muda. Mereka berharap Gereja dapat merespons dan memberikan dukungan untuk menjaga kesehatan mental generasi muda.   ”Masalah kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang muda. Hal ini terkait dengan masalah komunikasi dan masalah ekonomi dalam keluarga. Keduanya berdampak besar pada kehidupan kaum muda, terutama dalam akses pendidikan dan fasilitas kesehatan yang memadai,” tutur Maria.   “Bagaimana media sosial dapat mendukung kesehatan mental orang muda dan bisa menjadi tempat yang aman untuk saling untuk berbagi dan bertanya. Penting untuk merefleksikan bagaimana kita dapat membangun platform interaktif dan informatif bagi generasi muda agar bisa bertumbuh bersama di dalam masyarakat yang saling mendukung,” ungkap Helen.   Setelah mendengar ungkapan dari keduanya, Paus Fransiskus memberikan tanggapan hangatnya dan menyadari betapa sulitnya kaum muda Katolik untuk berpartisipasi dan memiliki sense of belonging di masyarakat. Bapa Suci mendorong kaum muda untuk berpegang teguh pada iman dan menjaga hati mereka tetap terhubung dengan doa. Dengan melakukan hal ini, kata Paus, akan membantu dialog antar iman dan memungkinkan orang muda untuk selalu berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif.   Bapa Suci juga menekankan pentingnya mempertahankan keyakinan yang teguh meskipun menghadapi tekanan lingkungan serta menjaga rasa memiliki untuk melindungi dari kerentanan. Beliau menyoroti isu identitas, martabat manusia, kesehatan mental, diskriminasi, dan stigma sosial yang menghambat inklusivitas sambil menegaskan bahwa perempuan memiliki peran unik dan tidak boleh dianggap sebagai warga kelas dua.   Di hadapan para mahasiswa Asia Pasifik, Paus Fransiskus membahas pentingnya pendidikan yang holistik. Beliau mengajak semua pihak untuk menolak ideologi konflik dan perang, serta membangun harmoni dan dialog antarbudaya demi perdamaian di dunia yang penuh ketidakpastian.   Paus Fransiskus mengakhiri acara ini dengan mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa atas partisipasi dan refleksi mereka yang telah membantu beliau memahami lebih dalam situasi kaum muda Katolik, terutama dalam persiapan beliau untuk perjalanan apostolik ke Asia dan Oseania pada bulan September 2024 mendatang.   Kontributor: Antonius Febri Harsanto – Kepala Humas Universitas Sanata Dharma

Provindo

Implementasi Rencana Apostolik Provindo

Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, Ketua dan Sekretaris Yayasan Tahun 2024 ini, Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, dan Ketua Yayasan Serikat Jesus Provinsi Indonesia dibagi menjadi dua gelombang dan di dua tempat yang berbeda. Total peserta yang diundang berjumlah 83 orang dan masing-masing peserta mengisi konfirmasi kehadiran melalui tautan google form yang disediakan oleh panitia. Gelombang pertama telah selesai dilaksanakan pada 13-14 Juni 2024 di Rumah Retret Panti Semedi, Klaten dengan dihadiri 46 peserta. Sedangkan gelombang kedua (hingga berita ini terbit telah ada 31 peserta yang melakukan konfirmasi) akan dilaksanakan pada 14-15 November 2024 di Rumah Retret Abdi Kristus, Gedanganak, Ungaran. Tema utama pertemuan ini adalah Implementasi Rencana Apostolik Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pertemuan ini dimulai pada sore hari pukul 17.00 WIB dan selesai setelah makan siang di hari berikutnya. Semua peserta telah diminta untuk mempersiapkan diri sebelum hadir pada acara dengan membaca dan memahami Rencana Apostolik Provindo (RAP) serta membaca buku panduan diskresi bersama dalam perencanaan pastoral yang ditulis oleh Christina Kheng. Pertemuan kali ini dilaksanakan dengan bingkai metode percakapan tiga putaran.     Pada percakapan putaran pertama masing-masing superior, direktur karya, dan ketua yayasan menyampaikan tanggapan pribadi tentang RAP. Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan percakapan putaran kedua di mana masing-masing superior, direktur karya, dan ketua yayasan menyampaikan tanggapan atas percakapan di putaran pertama yang paling mengesan baginya dan mengapa demikian. Keesokan paginya, dalam Ekaristi dan doa pribadi, semua peserta diminta mencermati gerak Roh Allah yang dialami untuk menyiapkan percakapan putaran ketiga. Seusai sarapan, seluruh peserta masuk pada percakapan putaran ketiga, yaitu menyampaikan ketergerakan hati untuk melakukan apa di dalam konteks mereka masing-masing dan akhirnya membuat perencanaan konkret di komunitas, karya, dan yayasan masing-masing dalam sebuah tabel sederhana yang telah disediakan. Tabel tersebut meliputi rencana kegiatan, waktu pelaksanaan, penanggung jawab, fasilitas yang diperlukan, pembiayaan, dan evaluasi. Perwakilan superior komunitas, direktur karya, dan ketua serta sekretaris yayasan yang sudah membuat perencanaan diberi kesempatan untuk mempresentasikan rencana implementasi RAP dalam konteks mereka masing-masing. Tindak lanjut pertemuan ini adalah zoom meeting untuk bersama-sama memeriksa perencanaan dan implementasi dari semua komunitas dan institusi karya Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pater Provinsial menutup forum ini dengan mengulang pesan Pater Arrupe, do not shrink your imagination, jangan mengkerdilkan imajinasi kita. Meskipun sedikit dan kecil (minima), kita tetap harus berani memimpikan dan melakukan hal yang dikehendaki oleh Allah sesuai perencanaan yang telah kita buat. Semoga kita tidak hanya bertindak untuk diri kita sendiri dengan bahasa yang juga hanya dapat dipahami oleh kita sendiri.   Kontributor: Hermanus Wahyaka

Provindo

Latihan Rohani: Panduan Cara Doa dan Cara Hidup St. Ignatius Loyola (2)

Berbagi Cara Hidup Jika kita memperhatikan hakikat, isi, dinamika, proses, dan asal usulnya, Latihan Rohani adalah sharing pengalaman St.Ignatius dalam perjalanan rohaninya. Kita memahami dan mengalami bahwa Latihan Rohani merupakan penerusan pengalaman rohani St. Ignatius yang tidak hanya menyajikan cara berdoa tetapi juga cara hidup. Diwariskan olehnya pembelajaran dan cara-cara untuk mempersiapkan jiwa serta menyediakan hati supaya orang bersih dari rasa lekat tidak teratur yang menghambat kerja Rahmat Tuhan, keselamatan jiwa, serta rahmat-rahmat lain yang menyertainya (LR 1). Berkenaan dengan Latihan Rohani sebagai sarana untuk membangun disposisi jiwa, mengingat biasanya seseorang tidak memulai dari nol, Latihan Rohani akan menjadi efektif serta berjalan dan menghasilkan buah ketika didukung oleh persiapan berkenaan dengan hal-hal mendasar. Misalnya, membiasakan diri dalam keheningan dan doa batin (lectio divina, meditasi, kontemplasi dan examen conscientiae) serta wawasan Kitab Suci dan mengakrabinya, mengingat bahan utama Latihan Rohani adalah misteri-misteri hidup Kristus.   Demikian yang ditegaskan di nomor pertama sebelum semua proses latihan rohani dijalankan lengkap dengan pelbagai kemungkinan adaptasinya. Dari segi bentuk dan cara berdoa, Latihan Rohani mencakup banyak hal. Hal penting yang ditegaskan oleh St. Ignatius dari pelbagai bentuk latihan rohani adalah fungsinya, membantu membangun disposisi hati untuk rahmat Tuhan. Karena itu, tidak sulit untuk memahami kebenaran makna latihan rohani yang diperluas pemaknaannya dan menjangkau praksis hidup.   “Yang dimaksud dengan kata latihan rohani ialah setiap cara memeriksa hati, meditasi, kontemplasi, dan doa lisan atau batin, dan segala aktivitas rohani lainnya, seperti yang akan dikatakan kemudian. … semua cara mempersiapkan jiwa dan menyediakan hati untuk melepaskan diri dari segala rasa lekat tidak teratur dan setelah itu, mencari dan mendapatkan kehendak Ilahi dalam hal mengatur hidup, guna keselamatan jiwanya” (LR 1).   Sebagai sharing, adalah jelas bahwa St. Ignatius telah mengalami dulu apa yang ditulis di dalam Latihan Rohani. Lebih daripada itu, St. Ignatius telah menggunakannya untuk membantu orang lain, baik akhirnya orang-orang tersebut bergabung serta bersamanya mendirikan dan menjadi anggota Serikat, seperti misalnya St. Fransiskus Xaverius dan St. Petrus Faber, maupun membantu memperjelas dan memperkuat untuk berkomitmen terhadap panggilan pribadinya. Dalam Serikat Jesus selanjutnya Latihan Rohani menjadi cara untuk merekrut para anggota baru. Setelah Serikat dibubarkan pada 21 Juli 1773 oleh Paus Klemens XIV dengan bulla Dominus ac Redemptor, dan kemudian direstorasi serta dikembalikan lagi oleh Paus Pius VII pada 7 Agustus 1814 dengan bulla Sollicitudo omnium Ecclesiarum, pelan-pelan Serikat dilahirkan kembali dan dibangun lagi dengan pondasi dasar Latihan Rohani. Para Jesuit yang menghilang selama masa Serikat “tidak ada” dan mau kembali lagi, langkah pertama yang dilakukan adalah menjalani Latihan Rohani. Boleh jadi, dalam hal ini kita bisa berkata, Serikat bisa dibubarkan tetapi Latihan Rohani sebagai rahim yang melahirkannya tidak pernah mati dan bisa dimatikan.   Membangun Disposisi Batin Dari keterangan apa itu Latihan Rohani (LR 1), ditegaskan pentingnya menyiapkan hati. Selanjutnya bisa dimengerti, ibarat seorang petani, dalam satu arti latihan rohani adalah bagian menyiapkan tanah supaya siap untuk ditaburi benih-benih rahmat Tuhan dan ditanami pelbagai jenis tanaman. Dalam proses itu ada saatnya menghancurkan batu-batu kecil dan menggemburkan tanah. Namun demikian juga ada saatnya sekedar mengaturnya supaya tidak menghambat penanaman dan proses tumbuh. Ketika memang ada batu besar yang tidak bisa dihancurkan dan diubah menjadi tanah, Latihan Rohani membantu meletakkan pada tempatnya dan tidak membodohi diri atau menghibur diri mengatakan bisa mengubah batu menjadi tanah subur. Dalam hal ini, Latihan Rohani membantu mengenal dan menerima diri lalu berjalan dengan menjadi optimal dalam segala keterbatasannya. St. Ignatius bahkan secara istimewa bisa menerapkan hal ini kurang lebih saat membimbing St. Petrus Faber. Pelbagai kelemahan disposisi psikologisnya ditata sehingga melalui Latihan Rohani dengan persiapan lebih dari tiga tahun, St. Petrus Faber terbantu menjadi pemberi Latihan Rohani terbaik menurut St. Ignatius (bdk. L. A. Sardi, S. J., Jesuit Magis, Pengalaman Latihan Rohani 6 Jesuit Awal, Kanisius, 2023, “Pengalaman Latihan Rohani Petrus Faber, 133-150).   Dalam usaha membangun disposisi ini, salah satu kunci yang penting adalah habituasi, pembiasaan untuk terus membuatnya sehingga tanah yang tidak subur menjadi subur, tanah yang subur dijaga kesuburannya dan dikembangkan. Itulah mengapa Serikat Jesus mewajibkan para anggotanya untuk menjalani Latihan Rohani tahunan selama 8 hari serta banyak sahabat yang terbantu dan terinspirasi oleh spiritualitas Ignatian melakukan retret periodik yang sama dengan pelbagai adaptasinya.   Latihan Rohani untuk membangun disposisi batin ini perlu dimaknai dan ditempatkan juga di dalam proses perjalanan hidup rohani. Karena itu, disposisi tersebut adalah disposisi yang dinamis dan bergerak maju. Disposisi yang terbangun untuk rahmat Tuhan akan membentuk disposisi batin selanjutnya untuk rahmat-rahmat Tuhan berikutnya. Inspirasi ini terkandung di dalam semangat magis (lebih) Ignatian.   Bersama Pembimbing Dalam semua itu, berkenaan buku Latihan Rohani, St. Ignatius telah menjalani lebih dulu dan selanjutnya menggunakannya untuk membantu yang lain dengan bantuan pembimbingnya. Artinya, dalam latihan rohani, salah satu yang juga disyaratkan adalah adanya bantuan pembimbing. Bukan karena Tuhan tidak bisa bertindak langsung tetapi oleh karena yang terjadi di dalam latihan rohani adalah proses olah batin, tepatnya mencermati gerak-gerak roh, diperlukan orang lain untuk membantu menguji, meluruskan maupun menambah wawasan. Secara faktual dan tradisional juga jelas, yaitu bahwa pada dasarnya seperti kelihatan di dalam catatan-catatan pendahuluan Latihan Rohani (1-20), buku kecil ini memang dirancang untuk pembimbing latihan rohani atau dalam Bahasa Spanyol untuk yang memberi bahan-bahan (el que da). Ungkapan ini memuat kebenaran bahwa Latihan Rohani akan menjadi lebih optimal buah-buahnya ketika dijalankan bersama seorang pembimbing.   Pada pengalaman St. Ignatius, peranan pembimbing itu dialami sejak awal pertobatannya, terutama ketika di Montserrat. Untuk pertama kalinya St. Ignatius mengungkapkan pengalaman batinnya dan rencana hidup baru pertobatannya. Ketika itu, pembimbingnya adalah seorang rahib benediktin dan lebih daripada sekadar bimbingan, St. Ignatius mengalami diperluas wawasan rohaninya karena diperkenalkan dengan buku-buku tradisi rohani zamannya, yaitu Devotio Moderna (Bdk. Autobiografi 13-18). Selanjutnya ketika berada di Manresa dengan pergulatan rohaninya yang intens, St. Ignatius dibimbing oleh seorang dominikan dan seperti kita ingat, terutama di dalam keterpilihannya sebagai Jenderal di Roma, St. Ignatius dibimbing oleh seorang Fransiskan. Mengingat di dalam Latihan Rohani seseorang juga menjalankan diskresi, kehadiran pembimbing juga berperan membantu objektivasi pengalaman diskresi.   Penutup Bila kita menempatkan Latihan Rohani sebagai buku istimewa bagi Serikat Jesus dan para anggotanya serta menjadi sarana yang melaluinya

Provindo

Mencintai Dia dalam Segala

Mencintai Dia dalam Segala merupakan hasil refleksi bersama dari ketiga novis yang mengucapkan kaul pertama dalam Serikat pada 24 Juni 2024 ini. Ketiga novis yang mengucapkan kaul pertama adalah Fr. Albert Aryasatya Ray Raja, nS.J.; nS Fr. Fransiskus Xaverius Satrio Nugraha, nS.J.; dan Br. Yosef Marternus, nS.J. Kaul pertama ini diselenggarakan di kapel La Storta Novisiat St. Stanislaus Girisonta pukul 10.00 WIB dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J.; Superior Komunitas Kolese Santo Stanislaus Kostka, Pater Hilarius Budiarto Gomulia, S.J; dan Magister Novisiat, Pater Petrus Sunu Hardiyanta, S.J. serta dihadiri oleh keluarga, para Jesuit, dan tamu undangan.   Dalam homilinya, Pater Benny menyampaikan bahwa para novis telah ditangkap oleh Yesus. Seperti dalam bacaan hari itu Yesus menangkap Paulus dan Petrus, hingga akhirnya mereka menyerahkan diri mereka untuk mengikuti Yesus, seperti para novis yang mengucapkan kaul pertama ini. Dalam masa formasinya para novis sudah berubah banyak dibandingkan dengan ketika awal mereka datang. Setelah ini mereka akan diutus serta akan menghadapi banyak gangguan yang bisa membuat mereka kehilangan fokus dan daya ubahnya. Pater Benny mengingatkan mereka bahwa kaul ini adalah bekal yang akan membantu para novis dalam mengemban tugas yang baru serta mempertahankan api yang sudah membakar selama ini. Kaul ini akan menemani dan menjadi senjata untuk melawan distraksi. “Kaul yang akan kalian ucapkan adalah alat yang akan membantu untuk mengemban tugas ini. Pertahankan api yang sudah membakar kalian untuk membantu menghadapi kesulitan. Kaul ini juga menjadi sarana kalian untuk diubah. Jadi, ini bukan akhir melainkan awal dari perjalanan. Kalian dibekali oleh kaul-kaul ini untuk melawan segala distraksi.”   Setelah Ekaristi, keluarga, para Jesuit, dan tamu undangan diajak menikmati jamuan makan sederhana. Selanjutnya, Frater Albert dan Frater Tio mendapat perutusan melanjutkan ke jenjang formasi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, sedangkan Br Yosef diutus untuk belajar katekese di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan tinggal di Kolese Santo Ignatius, Kotabaru. Mari kita berdoa agar mereka sungguh-sungguh dituntun oleh Roh Kudus untuk menjadi rasul-rasul-Nya. Selamat melanjutkan masa formasi agar semakin mencintai Dia dalam segala.    Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia