Pilgrims of Christ’s Mission

serikat yesus

Kuria Roma

Merayakan dan Memajukan Peran Perempuan dalam Serikat Jesus

Tahun ini menjadi momen penting untuk berefleksi dan berkomitmen bagi kita semua dalam Serikat Jesus. Saat Serikat memperingati 30 tahun Dekret 14 dari Kongregasi Jenderal 34 (1995) yang menekankan peran serta perempuan sebagai pusat integrasi iman dan keadilan dan saat dunia memperingati 30 tahun Deklarasi Beijing dan Platform Aksi yang diadopsi oleh Konferensi Dunia ke-IV PBB tentang Perempuan, tema Hari Perempuan Internasional kali ini, “Mempercepat Aksi,” beresonansi secara mendalam dengan suara-suara para perempuan yang telah membentuk perjalanan Serikat dengan penuh harapan dan kemendesakan.   Perempuan dalam Tradisi Ignasian Selama berabad-abad tradisi Ignasian menghargai kebijaksanaan, iman, dan kekuatan perempuan.  Serikat secara khusus mengakui Maria, Bunda Yesus, sebagaimana dalam Magnificat (Lukas 1:46-55) menjadi teladan bagi rahmat Allah yang transformatif. Para perempuan telah memainkan peran integral dalam pendidikan, formasi, karya kerasulan, kepemimpinan, dan menawarkan wawasan yang berakar pada perjumpaan yang mendalam dengan Injil. Kehadiran perempuan telah membentuk Serikat Jesus, mencerminkan keterbukaan dan cinta Maria yang begitu peka. Sejarah ini mengajak Serikat untuk menata kembali struktur dan praktik masa depan yang lebih inklusif.   Sumbangsih perempuan dalam tradisi Jesuit sama sekali bukanlah sekadar pelengkap melainkan justru menjadi dasar pijak. Entah sebagai pendidik, pengelola, pendamping rohani atau pemimpin, maupun dalam peran pendukung lainnya, karya-karya perempuan sangat penting untuk memajukan perutusan yang transformatif dan berakar kuat pada keadilan. Kisah-kisah mereka tentang iman, ketangguhan, kepekaan, dan pelayanan mencerminkan jalan Maria, yaitu jalan yang penuh dengan kontemplasi, keberanian, dan tindakan yang tegas. Sejarah ini menuntut pengakuan akan pentingnya partisipasi perempuan dalam membentuk masa depan Gereja dan Serikat.   Sinodalitas dan Suara Perempuan Gereja yang benar-benar sinodal membutuhkan suara-suara otentik kaum perempuan untuk didengar dan diintegrasikan ke dalam discernment bersama. Pada tahun 2021, Pater Jenderal Arturo Sosa, SJ, membentuk Komisi Peran dan Tanggung Jawab Perempuan dalam Serikat Jesus untuk memastikan bahwa suara perempuan terlibat lebih jauh dalam membentuk perutusan Serikat. Komisi yang beranggotakan enam perempuan awam, satu biarawati, satu pria awam dan lima Jesuit ini telah bekerja untuk menilai pelaksanaan Dekret 14. Salah satu inisiatif yang paling signifikan adalah survei global yang dilakukan pada tahun 2023 yang menjangkau sekitar 1.400 kolaborator sebagai responden. Kemudian dilakukan pengolahan data kualitatif setelah survei di mana survei ini dilakukan dengan wawancara mendalam secara individu dan kelompok dengan awam perempuan dan laki-laki, biarawati, dan para Jesuit, serta diskusi kelompok terarah selesai dilakukan. Semua peserta memiliki pengalaman sebelumnya dengan Serikat dan program-programnya, baik sebagai karyawan maupun sukarelawan. Pertemuan ini diadakan di Roma pada November 2024 untuk melakukan analisis dan percakapan rohani untuk melaksanakan mandat dan membuat rekomendasi. Laporan akhir hampir selesai dan akan dipresentasikan kepada Pater Jenderal pada kuartal ketiga 2025.   Kepemimpinan Perempuan dalam Serikat Jesus Spiritualitas Ignasian tumbuh subur dalam interaksi dinamis antara kontemplasi dan aksi. Para perempuan telah mewujudkan keseimbangan ini, memimpin inisiatif dalam karya pendidikan, formasi, dan karya-karya tapal batas. Kontribusi mereka terus menerangi jalan pelayanan yang inovatif dan penuh kasih. Kepemimpinan, pelayanan, dan proposal mereka bukan hanya panggilan untuk inklusi tetapi juga katalisator untuk misi transformatif. Para perempuan di lembaga-lembaga Jesuit telah memimpin upaya-upaya dalam refleksi teologis, advokasi keadilan sosial, dan pelayanan pastoral. Dari lembaga akademik hingga gerakan komunitas akar rumput, kepemimpinan mereka menunjukkan komitmen terhadap iman dan keadilan yang merupakan inti dari spiritualitas Ignasian. Kemampuan mereka untuk memformasi dan membimbing komunitas telah membantu kebijakan dan struktur yang lebih baik dalam melayani mereka yang tersisih.   Panggilan untuk Berdiskresi dan Berkolaborasi Seiring hampir berakhirnya Komisi ini, Serikat Jesus tetap mendorong adanya keterlibatan yang berkelanjutan dalam refleksi yang mendalam. Keterlibatan perempuan bukan hanya tentang keadilan – tetapi juga tentang memperkaya seluruh perutusan Serikat. Suara, sudut pandang, dan kepemimpinan perempuan merupakan bagian integral dalam menentukan cara terbaik untuk melayani dunia saat ini. Ke depan, tugas Komisi adalah menyoroti pentingnya menciptakan sistem yang memberdayakan perempuan dalam Serikat. Dengan mengakui pengalaman unik mereka dan kekuatan transformatif yang mereka bawa ke dalam pelayanan, pendidikan, dan keadilan sosial, Serikat Jesus bergerak lebih dekat untuk memenuhi panggilannya untuk keadilan, rekonsiliasi, dan karya perutusan bersama.   Mendengarkan Ajakan dan Panggilan Roh Kudus untuk Senantiasa Berdiskresi Ketika Serikat Jesus terus memajukan komitmennya terhadap keadilan dan rekonsiliasi, partisipasi penuh perempuan tetaplah penting. Karya Komisi ini mengingatkan kita bahwa inklusi bukan hanya tentang representasi, tetapi juga tentang mengakui kekuatan transformatif dari suara-suara yang beragam dalam membentuk Gereja dan masyarakat yang berakar pada iman dan keadilan. Ajakan ini begitu jelas, yaitu untuk mendengarkan, melihat, dan menanggapi dengan penuh keberanian.   Refleksi Saat merenungkan panggilan ini dan peran perempuan dalam Gereja dan Serikat, Komisi mengajak kita semua untuk membuka Kitab Suci sebagai sumber inspirasi dan bimbingan. Semoga perikop-perikop ini membantu untuk melihat bagaimana Kristus mengajak kita semua berpartisipasi dalam karya perutusan bersama ini. Semoga kita semua mencari kebijaksanaan untuk mengenali kehadiran Kristus dalam perjalanan bersama kita dan menanggapinya dengan iman, kerendahan hati, pengharapan, dan keberanian.   Dengan penuh doa, kita memohon Tuhan agar menolong kita memeriksa batin dan menanggapi peran perempuan bagi dunia, Gereja, dan khususnya Serikat Jesus, dengan menggunakan salah satu dari bacaan berikut ini, baik secara individu maupun bersama-sama. Magnificat (Lukas 1:46-55) – Kidung Maria tentang keadilan, harapan, dan pemberdayaan. Kotbah di Bukit (Matius 5:1-7) – Panggilan untuk transformasi dan nilai-nilai kerajaan Allah. Perjalanan Menuju Emaus (Lukas 24:13-35) – Mengenali kehadiran Kristus dalam perjalanan kita menuju discernment. Perempuan Samaria di Sumur (Yohanes 4:1-42) – Sebuah perjumpaan yang mengarah pada transformasi dan karya perutusan. Sabda Bahagia (Matius 5:1-12) – Ajakan untuk hidup dalam kerendahan hati, belas kasihan, dan keadilan. Penyembuhan Perempuan yang Sakit (Lukas 13:10-17) – Pengakuan dan penegasan Yesus akan martabat perempuan. Yesus Memanggil para Murid (Matius 4:18-22) – Meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti perutusan Kristus. Amanat Agung (Matius 28:16-20) – Panggilan untuk mewartakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid-Nya. Kabar Sukacita (Lukas 1:26-38) – Maria menerima rencana Allah dengan iman dan keberanian. Pertobatan Saulus (Kisah Para Rasul 9:1-19) – Perubahan radikal yang mengarah pada perutusan. Panggilan Ketujuh Puluh (Lukas 10:1-12) – Yesus mengutus pergi berdua-dua. Perumpamaan tentang Perempuan Samaria yang Baik Hati (Lukas 10:25-37) – Panggilan untuk mengasihi secara aktif, inklusif, dan berkeadilan.   Oleh: Komisi Serikat Jesus untuk Peran dan Tanggung Jawab Perempuan Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel

Realino SPM

Hadir dan Berbagi Kasih-Nya

Dalam tradisi iman Kristiani, pengabdian sosial bukan hanya sebuah tugas atau kewajiban moral, melainkan bentuk perwujudan nyata kasih Allah kepada sesama. Yesus Kristus sendiri memberikan teladan dalam pelayanan-Nya kepada mereka yang lemah, tersisih, dan termarjinalkan. Setiap kali saya berinteraksi dengan anak-anak dampingan, saya diingatkan akan panggilan saya sebagai umat beriman. Pun saya diingatkan sebagai seorang suster CB yang digerakkan oleh kasih tanpa syarat Yesus Yang Tersalib. Dia memberikan teladan untuk melayani mereka yang berkesusahan dengan kerendahan hati. Ini tercermin dalam sabda Yesus: “Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40).   Tentu dalam proses berdinamika di Komunitas Belajar Realino (KBR), saya juga mengalami tantangan. Salah satunya adalah ketika saya harus berhadapan dengan anak-anak yang dalam konteks tertentu ‘haus perhatian.’ Bisa jadi mereka kurang mendapat pendidikan atau perhatian dari orang tua. Hal ini sungguh menguras tidak hanya tenaga tetapi juga perasaan. Meskipun demikian, tantangan ini menjadi kesempatan bagi saya untuk menghayati kesabaran, keterbukaan hati, dan pengertian.    Tuhan sendiri hadir dalam kerapuhan anak-anak ini. Mereka mengajarkan kepada saya tentang makna pelayanan tanpa syarat, sebagaimana Allah melayani dan mencintai saya secara total, tak bersyarat. Tuhan tidak pernah  memandang kelemahan saya dalam hal mencintai. Karena itu, atas dasar cinta Tuhan ini saya dimampukan memberi hati dengan penuh dalam pelayanan di Komunitas Belajar Realino di Bongsuwung dan Jombor.   Hal menarik lain adalah ketika saya melihat anak-anak mengembangkan potensi mereka dan mengekspresikan kreativitas dalam hasil karya yang mereka bawa pulang. Saya menyadari betapa penting kehadiran dan pendampingan ini bagi mereka. Setiap pertemuan dan interaksi bukan sekadar rutinitas, melainkan perjumpaan dengan wajah-wajah Allah yang hidup dalam diri setiap anak. Dalam mereka, saya belajar bahwa pengabdian sosial ini adalah bentuk persekutuan dengan Tuhan. Dia memanggil saya untuk hadir dan berbagi kasih-Nya di tengah dunia yang membutuhkan ini.   Lewat refleksi ini, saya semakin menyadari bahwa tugas saya sebagai umat beriman bukan hanya melayani, melainkan juga memberikan diri, pikiran dan hati untuk belajar dari mereka yang saya layani. Allah bekerja dan hadir melalui setiap pengalaman. Dia memberikan saya kesempatan untuk mengasihi dan bertumbuh dalam iman melalui tindakan konkret pengabdian sosial ini. Saya merefleksikan dan memahami bahwa kegiatan pengabdian sosial ini menjadi sebuah jalan menuju transformasi pribadi dan spiritual. Dalam pengalaman ini saya merasa semakin dipersatukan dengan misi kasih Allah bagi dunia.   Kontributor: Sr. Rafaela, CB – Volunteer Realino SPM

Formasi Iman

Novis SJ Berlatih Berbicara di Depan Umum

Para Novis dan Pra Novis SJ mengikuti “Pelatihan Berbicara di Depan Umum” di Novisiat Stanislaus, Girisonta pada 29-31 Januari 2025. Pelatihan ini diampu oleh Tim SAV-USD (PP Franciscus Xaverius Murti Hadi Wijayanto, S.J, Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J., dan Mas Noel Kefas). Dalam sambutan pembukaan, Magister P Dominico Savio Octariano Widiantoro, S.J. menegaskan pentingnya pelatihan ini untuk mempersiapkan para Novis menjadi Jesuit yang komunikatif dalam menjalankan perutusannya. Bukan hanya penting untuk nanti setelah menyelesaikan masa formatio di Novisiat, tetapi juga selama di Novisiat kemampuan berbicara sangat diperlukan.   Dalam sesi hari pertama dipaparkan prinsip-prinsip dasar berbicara di depan umum, prinsip-prinsip ekspresi diri, teori dramatisasi puisi, dasar-dasar persiapan homili, kemudian disambung dengan olah tubuh dan olah vokal. Setelah itu, pada hari kedua, para Novis mendapat tugas untuk menyusun puisi dan menyiapkan dramatisasi puisi secara berkelompok. Ada dua novis yang tidak bisa ikut pelatihan ini karena masih sakit, namun hal ini tidak mengurangi semangat mereka untuk berekspresi. Setelah mempersiapkan diri dalam pendampingan tutor, pada malam hari, tiga kelompok tersebut menampilkan dramatisasi puisi di ruang rekreasi novisiat disaksikan juga oleh staf novisiat lainnya.    Penampilan mereka sangat kreatif. Setiap penampilan dievaluasi oleh kelompok lain, para staf novisiat, dan para tutor. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah artikulasi kata-kata yang diucapkan dan volume suara agar para audiens dapat menangkap isi penampilan dengan jelas.   Pada hari terakhir, para novis mempraktikkan homili yang teorinya sudah dipaparkan pada hari sebelumnya. Meski hanya diberi waktu satu jam untuk mempersiapkan homili, para novis pada umumnya mampu menyusun konten homili yang berkualitas. Penyajian homili setiap novis dievaluasi oleh tiga tutor sehingga para novis mendapat masukan yang memadai. Dalam sambutan penutup, selain berterima kasih kepada Tim SAV-USD, Magister juga berharap agar potensi besar yang dimiliki para novis terus dikembangkan secara sadar berbekal  pelatihan yang dialami bersama selama tiga hari. Semoga para novis menjadi Jesuit yang komunikatif.   Kontributor: P Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J.

Kuria Roma

Marilah Bersama-sama Berjalan dalam Pengharapan

Pesan Prapaskah 2025 Paus Fransiskus Saudara dan saudari yang terkasih, Kita memulai masa Prapaskah dalam iman dan harapan dengan ritus penitensi pengurapan abu. Gereja, sebagai ibu dan guru, mengundang kita agar membuka hati kepada rahmat Allah sehingga kita dapat merayakan dengan penuh sukacita kemenangan Paskah Kristus Tuhan atas dosa dan maut, yang membuat Santo Paulus berseru, “Maut telah disingkirkan. Dimanakah kemenangan dan sengatmu, hai maut?” (1 Kor 15:54-55). Sesungguhnya, Yesus Kristus, yang disalibkan dan bangkit, adalah inti iman dan janji pengharapan akan janji agung Tuhan sebagaimana telah digenapi dalam diri Putra-Nya yang terkasih: hidup yang kekal (bdk. Yoh 10:28; 17:3).1    Pada masa Prapaskah ini, dalam rahmat Tahun Yubileum, saya ingin berefleksi tentang apa artinya berjalan bersama dalam pengharapan dan tentang panggilan pertobatan yang Allah sampaikan kepada kita, baik sebagai individu maupun komunitas.   Pertama adalah perjalanan. Semboyan Yubileum, “Peziarah Pengharapan,” menggambarkan perjalanan panjang bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian seperti dikisahkan dalam Kitab Keluaran. Jalan yang sulit dari perbudakan menuju kebebasan ini dikehendaki dan dibimbing oleh Tuhan yang mengasihi umat-Nya dan tetap setia kepada mereka. Sulit memikirkan tentang eksodus dalam Alkitab tanpa memikirkan saudara-saudari kita yang pada zaman ini sedang melarikan diri dari situasi kesengsaraan dan kekerasan untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri dan orang-orang yang mereka cintai. Panggilan pertama untuk bertobat datang dari kesadaran bahwa kita semua adalah peziarah dalam hidup ini; masing-masing dari kita diundang untuk sejenak berhenti dan bertanya bagaimana hidup kita mencerminkan kenyataan ini. Apakah kita benar-benar sedang dalam perjalanan ataukah sedang berdiam diri, tidak bergerak, baik karena ketakutan dan keputusasaan maupun keengganan keluar dari zona nyaman kita? Apakah kita mencari cara untuk meninggalkan kesempatan-kesempatan berbuat dosa dan situasi yang merendahkan martabat manusia? Ini akan menjadi laku Prapaskah yang baik untuk membandingkan kehidupan sehari-hari kita dengan kehidupan para migran atau orang asing, untuk belajar bagaimana bersimpati dengan pengalaman mereka sehingga dengan cara ini kita menemukan apa yang dikehendaki Tuhan sehingga kita dapat maju lebih baik dalam perjalanan ke rumah Bapa. Ini akan menjadi “ujian hati nurani” yang baik bagi kita para peziarah.   Kedua, berjalan bersama. Gereja dipanggil untuk berjalan bersama dan menjadi sinodal. 2 Umat kristiani dipanggil untuk berjalan bersama orang lain, bukan sendirian. Roh Kudus mendorong kita agar tidak mementingkan diri sendiri melainkan menyangkal diri dan terus berjalan bersama Allah dan semua saudara kita. 3 Berjalan bersama berarti mengkonsolidasikan kesatuan yang didasarkan pada martabat sebagai anak-anak Allah (bdk. Gal. 3:26-28). Ini berarti berjalan beriringan, tanpa mendorong atau menginjak orang lain, tanpa iri hati atau kemunafikan, tanpa membiarkan siapapun tertinggal atau tersisih. Marilah kita semua berjalan ke arah yang sama, menuju tujuan yang sama, saling memperhatikan satu sama lain dalam kasih dan kesabaran.   Pada masa Prapaskah ini, Tuhan meminta kita untuk memeriksa apakah dalam hidup, keluarga, dan tempat kerja, kita mampu berjalan bersama dengan orang lain, mendengarkan mereka, dan melawan godaan untuk menjadi egoistis. Marilah kita merenung di hadapan Tuhan, entah sebagai uskup, imam, biarawan/biarawati, ataupun awam yang melayani Kerajaan Allah, sudah bekerja sama dengan orang lain. Apakah kita sudah bisa menunjukkan keramahtamahan secara konkret kepada mereka yang dekat maupun jauh? Apakah kita membuat orang lain merasa menjadi bagian dari komunitas atau malahan kita menjaga jarak dengan mereka? 4 Oleh karenanya, inilah ajakan pertobatan kedua, yaitu panggilan untuk sinodalitas.   Ketiga, marilah kita berjalan bersama dalam pengharapan sebab kita telah diberi janji. Semoga pengharapan yang tidak mengecewakan (bdk. Rm. 5:5), sebagai pesan utama Yubileum,5 menjadi fokus peziarahan Prapaskah kita menuju kemenangan Paskah. Seperti yang diajarkan oleh Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Spe Salvi, “Manusia membutuhkan cinta tanpa syarat.  Ia membutuhkan kepastian yang memampukannya berkata, ‘Baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, atau sesuatu yang lain dari segala yang ada, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita’ (Rm. 8:38-39).”6 Kristus, pengharapan kita, telah bangkit!7 Dia hidup dan meraja dalam kemuliaan. Kematian telah diubah menjadi kemenangan, dan iman serta pengharapan besar umat kristiani terletak pada hal ini, yaitu kebangkitan Kristus!   Maka, inilah panggilan ketiga untuk bertobat, yaitu panggilan untuk berharap dan percaya kepada Allah dan janji agung-Nya atas kehidupan kekal. Marilah kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita yakin bahwa Tuhan mengampuni dosa-dosa kita? Atau apakah kita bertindak seolah-olah dapat menyelamatkan diri sendiri? Apakah kita merindukan keselamatan dan meminta pertolongan Tuhan untuk mendapatkannya? Apakah secara konkret kita mengalami pengharapan yang memampukan kita menafsirkan peristiwa-peristiwa sejarah dan mengilhami komitmen dalam diri terhadap keadilan dan persaudaraan, untuk merawat rumah kita bersama sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun merasa dikecualikan?   Saudara-saudara yang terkasih, berkat kasih Allah di dalam Yesus Kristus, kita ditopang dalam pengharapan yang tidak mengecewakan (bdk. Rm. 5:5). Pengharapan adalah “jangkar jiwa yang teguh dan pasti.”8 Pengharapan ini menggerakkan Gereja untuk mendaras doa agar “semua orang diselamatkan” (1 Tim 2:4) dan menantikan persatuannya dengan Kristus, sang mempelai laki-laki di dalam kemuliaan surga. Inilah doa Santa Teresa dari Avila, “Berharaplah, hai jiwaku, berharaplah. Engkau tidak tahu hari maupun saatnya. Berjaga-jagalah karena segala sesuatu berlalu dengan cepat meskipun ketidaksabaranmu telah membuat apa yang sudah pasti menjadi keraguan dan mengubah waktu yang sangat singkat menjadi waktu yang sangat panjang” (Seruan Jiwa kepada Tuhan, 15:3).9   Semoga Perawan Maria, Bunda Pengharapan, menjadi perantara bagi kita dan menemani kita dalam perjalanan Prapaskah kita.   Roma, pada pesta Santo Yohanes Lateran, 6 Februari 2025 dan peringatan Santo Paulus Miki dan para sahabat, martir.   Paus Fransiskus    1  Bdk. Ensiklik Dilexit Nos (24 Oktober 2024), 220 . 2 Bdk. Homili Misa Kanonisasi Giovanni Battista Scalabrini dan Artemide Zatti, 9 Oktober 2022. 3 sda. 4  sda. 5 Bdk. Bulla Spes Non Confundit , 1. 6 Ensiklik Spe Salvi (30 November 2007), 26. 7 Bdk. Urutan Paskah (Easter Sequence/Victimae paschali laudes). 8 Bdk. Katekismus Gereja Katolik , 1820. 9 sda, 1821.   Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “Message of His Holiness Pope Francis for Lent 2025” link https://www.vatican.va/content/francesco/en/messages/lent/documents/20250206-messaggio-quaresima2025.html Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 26 Februari

Formasi Iman

Menimba Rahmat Bulan Imamat

Program Bulan Imamat (Arrupe Month) adalah salah satu bagian integral dalam formasi sebagai calon imam Serikat Jesus. Program ini dilaksanakan pada tahap akhir formasi imamat, yaitu formasi teologi. Kami, enam frater teologan dan seorang bruder tahun pertama dari Kolese St. Ignatius Yogyakarta, menjalani program Bulan imamat pada 2-31 Januari 2025 di Rumah Retret Kristus Raja, Girisonta. Selama satu bulan, kami menjalani rangkaian acara dan didampingi oleh Pater Paul Suparno, S.J. selaku Prefek Spiritual Kolsani.   Pengalaman menjalani Bulan Imamat merupakan pengalaman istimewa. Program ini memberikan kesempatan berharga bagi kami untuk semakin menghayati panggilan imamat dalam Serikat Jesus dengan rangkaian sesi diskusi dengan beragam pembicara, sharing rohani, dan ditutup dengan retret delapan hari (octiduum). Ada empat pertanyaan besar yang menjadi arah dasar program ini. Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit? Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Siapa rekan pelayanan imam? Ruang dialog mana saja yang bisa dilibati?     Menggali Inspirasi dan Roh Imamat Jesuit Pertanyaan “Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit?” mengajak kami untuk melihat kembali akar spiritualitas Serikat Jesus dan merefleksikan tentang kekhasan imamat Jesuit.    Dalam sesi pengantar, Pater C. Kuntoro Adi, S.J. selaku Rektor Kolese Ignatius menunjukkan bahwa panggilan imamat dalam Serikat Jesus berbeda dibandingkan dengan tarekat religius lain. Beliau mengangkat kisah para Jesuit yang masuk ke Kerajaan Siam pada abad XVII sebagai astronom kerajaan. Hal tersebut menunjukkan kekhasan imamat Serikat Jesus yang bukan pertama-tama imamat kultis, melainkan imamat ministerial.   Bersama Pater L.A. Sardi, S.J., kami menelusuri perjalanan para Primi Patres serta dokumen-dokumen Serikat. Lebih dari sekadar peran fungsional, imamat Jesuit berakar pada spiritualitas Ignasian yang mengutamakan perjumpaan dengan Tuhan dalam segala. Relasi pribadi dengan Allah menjadi hal yang sangat penting agar pelayanan para Jesuit bukan sekadar tugas melainkan perutusan yang lahir dari perjumpaan dengan Sang Sumber Hidup.   Selain itu, secara Istimewa kami juga merefleksikan tentang relasi antara imam dan bruder dalam Serikat Jesus. Pater Sardi menegaskan bahwa para bruder Jesuit juga berkontribusi melalui semangat partisipatif dalam tugas para imam. Baik imam maupun bruder Jesuit sama-sama menghidupi misi Tuhan dalam Serikat. Perjumpaan kami dengan Br. Marsono, S.J. yang berkarya di Kolese PIKA, Semarang, semakin menegaskan semangat partisipatif tersebut.   Panggilan imamat Jesuit melihat perutusan dari pembesar sebagai perutusan dari Tuhan sendiri. Dalam kunjungan kami ke Provinsialat S.J., kami diajak untuk melihat kembali perjalanan Provindo dalam mewujudkan Rencana Apostolik Provindo (RAP) bersama Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. selaku Provinsial. Dalam kesempatan tersebut, kami juga diberi gambaran tentang tata kelola gubernasi Serikat oleh Pater Sigit Prasadja, S.J., sebagai Ekonom Provinsi, dan Pater Melkyor Pando, S.J., sebagai Socius Provinsial.     Menjawab Panggilan di Tempat yang Paling Membutuhkan Dalam semangat Preferensi Apostolik Universal (UAP), Bulan Imamat 2025 juga mengajak kami untuk bertanya: Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Pertanyaan ini semakin menyadarkan kami bahwa Jesuit dipanggil untuk melayani di tempat paling membutuhkan, di tapal batas atau frontiers.   Dalam kunjungan kami ke Paroki St. Antonius, Muntilan, kami bersyukur bisa mendengar sharing dari para Jesuit yang berpengalaman sebagai misionaris. Kami mendengarkan sharing dari Pater Mardi Santosa, S.J. yang pernah menjadi misionaris di Papua dan Kalimantan serta Pater Sarjumunarsa, S.J. yang pernah menjadi formator para seminaris di Kalimantan. Kami merasa bersyukur dan kagum kepada kedua sosok tersebut yang selalu siap sedia diutus dan gembira mengemban misi Serikat.   Tapal batas tidak selalu diartikan secara geografis. Di tengah kota besar sekalipun, ada suara-suara orang yang terpinggirkan, tertindas, dan membutuhkan. Kami mendengar sharing dari Pater Suyadi, S.J. yang berkarya di Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta. Di LDD, Pater Suyadi dan rekan-rekannya melayani orang-orang miskin dan tersingkir di tengah gemerlap kota Jakarta.   Selain itu, di dalam tubuh Gereja pun, ada pihak-pihak yang termasuk ke dalam kelompok rentan. Kami mendengar sharing dari Sr. Luciana, RGS yang telah memiliki banyak pengalaman dalam mendampingi para korban kekerasan seksual. Kami juga mendapat kesempatan Istimewa untuk mendengarkan pengalaman Pater James Martin, S.J., seorang Jesuit Amerika dan penulis, yang berjuang menghayati semangat sinodalitas dalam Gereja dan memberi perhatian pada kelompok LGBT.   Berhadapan dengan tapal batas, kami perlu sadar bahwa kami ini juga bisa menjadi pihak yang rentan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para imam dan calon imam untuk bisa menjaga kesehatan dan kematangan psikologis. Kami dibantu oleh Bu Agnes Indar Etikawati, dosen psikologi Universitas Sanata Dharma untuk mengenali dan mengembangkan diri kami agar bisa menjadi pribadi dan calon imam yang sehat secara psikologis.     Rekan Pelayanan Imam Kami menyadari bahwa imam bukanlah seorang pekerja soliter. Sebagai bagian dari Gereja, kami dipanggil untuk berjalan bersama umat dan rekan-rekan sepelayanan. Oleh karena itu, refleksi mengenai siapa saja rekan pelayanan imam menjadi aspek penting dalam Bulan Imamat 2025.   Kami mendengarkan pengalaman Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, Uskup Pangkal Pinang, yang menjadi peserta Sinode tentang Gereja Sinodal. Kami mendapat gambaran tentang bagaimana sinode berlangsung dan gagasan-gagasan apa saja yang dilahirkan dalam sinode tersebut. Dari situ kami semakin disadarkan pentingnya membangun kerjasama yang tulus dengan rekan-rekan imam maupun religius dari keuskupan maupun tarekat lain dalam kehidupan menggereja.   Semangat sinodalitas juga kami temui ketika berkunjung ke Paroki St. Yusuf Gedangan, Semarang. Di sana, kami mendapat gambaran tentang dinamika karya paroki Jesuit, termasuk kerja sama antara para Jesuit dengan dewan paroki. Pater Cahyo dan rekan-rekan dewan paroki terus mencari cara-cara kreatif untuk menghidupkan Paroki Gedangan yang sudah berusia 150 tahun.   Kami juga mendapatkan kesempatan Istimewa untuk mendengarkan sharing dari Pater Ed Quinnan, S.J., Jesuit Amerika yang menjadi superior misi di Micronesia. Dalam kesempatan tersebut, Pater Ed mengajak kami untuk menyadari pentingnya penghayatan ketaatan yang benar dan pentingnya percakapan rohani dalam membangun hidup komunitas. Ketaatan dan percakapan rohani adalah hal yang sangat krusial bagi para Jesuit yang berada dalam satu komunitas untuk bekerja bersama mengemban misi Tuhan sendiri.   Selanjutnya, kami juga mendengar sharing dari Ibu Karlina Supelli. Bu Karlina berbagi pengalamannya dalam dua sudut pandang, yaitu sebagai ibu dari seorang religius dan awam yang bekerja bersama dengan para religius. Kami merasa sangat tersentuh dengan sharing dari Bu Karlina karena bisa membahasakan dan mewakili perasaan yang tak terkatakan dari keluarga kami masing-masing. Di sisi lain, mengingat

Feature

Dalam Bayang-Bayang Gempa: Mengabdi, Menginspirasi, dan Membangun Kesiapsiagaan

Semburat matahari pagi lengkap ditambah raut antusias dan senyum cerah anak-anak Pingit. Momen itu seolah menjadi sambutan hangat kala kami menginjakkan kaki di Perkampungan Sosial Pingit (PSP). Di tengah kebisingan kendaraan, kami merasakan energi positif menyelimuti mereka. Raut penasaran dan tatapan mereka mewarnai kegiatan pagi itu. Kami merasakan keingintahuan anak—anak akan hal baru, tentang apa yang akan mereka dapatkan. Mengabdi dan berbagi di Kampung Pingit pada 29 September 2024 adalah perjalanan bermakna yang tak terlupakan. Kegiatan sosial mengajar ini dilakukan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Himpunan Mahasiswa Sains Informasi Geografi (HMSaIG). Ini merupakan bagian program kerja Departemen Sosial Masyarakat, hasil kolaborasi dengan Realino SPM. Tema yang diangkat “Kenali Gempa: Tetap Tenang dan Siap Siaga.” Bahasan ini ingin memberikan edukasi penting tentang mitigasi bencana gempa bumi kepada masyarakat, khususnya anak-anak di daerah Yogyakarta yang memiliki risiko gempa bumi.   Seiring kami memulai sesi pertama, rasa cemas yang sempat menghinggapi digantikan kegembiraan. Dalam sesi belajar, kami bukan hanya mengajarkan teori-teori dasar gempa bumi dan langkah-langkah keselamatan yang harus dilakukan, tetapi juga memastikan bahwa anak-anak paham akan apa yang sedang terjadi di bumi ini ketika gempa berlangsung. Simulasi dilakukan untuk mengetahui dan memperdalam pengetahuan mereka bahwa gempa bumi dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya pergerakan lempeng tektonik. Melalui video dan alat peraga simulasi gempa bumi yang menarik dan edukatif, materi disampaikan dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami. Setiap sesi pun menjadi interaktif dan bermakna. Anak-anak juga diajak untuk mencoba menggerakkan alat peraga supaya merasakan dampak yang gempa bumi. Selain menyampaikan materi, kami mengadakan games, kuis sederhana, dan makan bersama sebagai jembatan membangun kedekatan dengan anak-anak Pingit. Setiap tawa dan tanya yang terlontar dari anak-anak menyalakan semangat kami untuk berbagi. Kegiatan ini mengingatkan kami pada ungkapan Mahatma Gandhi, “The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others.” Ungkapan tersebut menekankan pentingnya mengutamakan kebutuhan orang lain di atas kepentingan pribadi. Melalui tindakan pelayanan, kami tidak hanya membantu orang lain melainkan juga menemukan tujuan dan identitas kami sendiri. Sebagai fasilitator, kami datang dengan niat berbagi ilmu, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Kami belajar banyak dari anak-anak Pingit, tentang ketekunan, semangat belajar, dan kemampuan beradaptasi di tengah keterbatasan. Mereka mengajarkan bahwa harapan tetap tumbuh meskipun dalam kondisi sulit, dan pendidikan adalah jembatan menuju masa depan lebih baik.   Dalam interaksi dengan masyarakat Pingit, dirasakan bahwa kehadiran kami sebagai mahasiswa bukan sekadar membawa materi akademik, tetapi juga membawa harapan baru. Anak-anak di sini, dengan keterbatasan mereka, menunjukkan rasa ingin tahu sangat besar. Mereka tidak hanya belajar bagaimana menghadapi gempa, melainkan juga belajar bahwa di luar sana ada banyak kesempatan bisa mereka raih lewat pendidikan. Selain memberikan edukasi gempa, kegiatan ini menjadi kesempatan mendekatkan diri dengan Volunteer Komunitas Belajar Pingit. Kami berbagi cerita, mendengarkan aspirasi, dan memahami permasalahan yang mereka hadapi sehari-hari. Hal ini memperkuat kesadaran kami akan pentingnya kepedulian sosial dan solidaritas. Pengabdian ini mengajarkan perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil, seperti kata Malala Yousafzai bahwa “One child, one teacher, one pen, and one book can change the world.” Setiap usaha kami meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana dapat berdampak besar pada keselamatan mereka di masa depan. Kampung Pingit mengajarkan kami bahwa pengabdian bukan hanya tentang apa yang bisa kami berikan, tetapi juga tentang bagaimana kami menerima. Setiap tindakan kecil dengan ketulusan akan memberi dampak lebih besar daripada yang kami bayangkan. Kami belajar bahwa melayani adalah sebuah panggilan, yang ketika dijalankan dengan sepenuh hati, akan membawa kebahagiaan mendalam baik bagi yang dilayani maupun yang melayani. Kampung Pingit akan selalu menjadi tempat kami menemukan makna pada setiap langkah pelayanan.   Kontributor: Himpunan Mahasiswa Sains Informasi Geografi – Universitas Gajah Mada

Pelayanan Gereja

OM JAMARI – Orang Muda Mengajar, Bermain, dan Berbagi

Inilah inisiasi kegiatan oleh Gedangan Muda, yaitu kunjungan ke Panti Asuhan St. Thomas Bergas pada Minggu, 15 Desember 2024. Kunjungan ini merupakan wujud syukur Gedangan Muda atas kegiatan-kegiatan yang sudah terlaksana sebelumnya yang sekaligus menjadi momentum refleksi bersama untuk mensyukuri setiap hal kecil yang diterima dan memupuk semangat berbagi. Dalam kunjungan ini, selain bantuan berupa donasi materi, kami juga ingin membagikan pengalaman berharga melalui kegiatan bermakna. Salah satu bentuk kegiatan bermakna yang kami selenggarakan adalah menghias pot tanaman bersama mereka. Aktivitas ini mengajarkan anak-anak untuk menghargai ciptaan Tuhan, seperti tanaman, dan menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan. Ternyata pot-pot yang dihiasi dengan berbagai warna dan kreativitas semakin menghidupkan suasana dan menambah semangat untuk merawat tanaman. Kami berharap kegiatan ini tidak hanya memberi kebahagiaan bagi anak-anak tetapi juga mengingatkan kami untuk terus mensyukuri hal-hal sederhana. Ternyata, berbagi itu bukan hanya soal materi tetapi juga waktu, perhatian, dan kasih. Semangat dalam kunjungan ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Banyak umat yang tergerak berdonasi kebutuhan pokok, uang, dan buku bacaan. Rupanya, buku bacaan sangat mereka butuhkan karena kegiatan membaca merupakan salah satu kegiatan favorit dan hobi mereka. Semoga bantuan tersebut dapat membantu kelangsungan kebutuhan anak-anak di Panti Asuhan St. Thomas. Dalam kebersamaan yang terjalin, terasa nyata bagaimana cinta kasih Kristus yang hadir melalui setiap senyuman dan tawa yang dibagikan.   Kunjungan ini mengingatkan kami akan slogan yang selalu diusung, “Gedangan Muda, Aku Muda Aku Bisa!” Kami berharap semoga semangat dan jiwa muda selalu ada dalam diri kami di manapun berada. Rasa syukur dan sukacita bisa diwujudkan melalui tindakan kecil nan bermakna. Semoga kami selalu bisa mengupayakan langkah nyata yang berdampak bagi diri kami dan lingkungan sekitar!   Kontributor: Maria Godeliva Diantita K. – Ketua OMK Paroki St. Yusup Gedangan  

Kuria Roma

Pertemuan para Bruder: Mendalami Panggilan Mendasar dalam Serikat

Komisi Internasional Panggilan Bruder memulai perjalanan tiga tahun untuk memperdalam panggilan mendasar ini.   Kuria Roma menjadi tuan rumah pertemuan perdana Komisi Internasional Panggilan Bruder atau International Commission on the Jesuit Brother (ICJB) untuk menindaklanjuti pertemuan internasional para bruder di Roma, Juli 2022 lalu. Inisiatif baru ini menandai awal proses kerja dan discernment yang akan berlangsung selama tiga tahun ke depan. Komisi ini, yang mencerminkan keragaman dan universalitas Serikat, menyatukan para Bruder Jesuit dari enam Konferensi Provinsi, yaitu: Afrika dan Madagaskar, Amerika Latin dan Karibia, Asia Pasifik, Kanada dan Amerika Serikat, Eropa dan Timur Dekat, dan Asia Selatan. Yang menarik dari komisi ini adalah keikutsertaan seorang biarawati dan seorang awam kolaborator Serikat, serta dua imam Jesuit yang membawa perspektif lebih luas dan lebih kaya dalam dialog tentang panggilan Bruder Jesuit. Komposisi yang beragam ini mencerminkan semangat kolaborasi yang menjadi ciri khas cara kerja Serikat di dunia masa kini. Dalam pertemuan pertama di Roma ini, komisi meletakkan dasar kerja yang akan membahas isu-isu mendasar seperti identitas dan misi Bruder Jesuit di dunia saat ini, proses Pendidikan, dan promosi panggilan. Pertemuan ini menggabungkan refleksi mendalam, doa, dan discernment Ignatian yang menjadi tindak lanjut pertemuan tahun 2022 yang telah menghasilkan banyak hal penting.   Perpanjangan mandat komisi selama tiga tahun memungkinkan isu-isu ini dibahas secara mendalam, memfasilitasi proses mendengarkan yang mencakup suara para Bruder dan rekan berkarya dari berbagai belahan dunia. Jangka waktu ini juga memungkinkan pengembangan prakarsa secara bertahap dan pengamatan dinamikanya dalam konteks budaya yang berbeda.   Karya komisi ini sangat relevan pada saat Gereja berusaha memperbarui bentuk-bentuk kehadiran dan pelayanannya di dunia. Para Bruder Jesuit, dengan tradisi pelayanan mereka yang kaya di berbagai bidang seperti pendidikan, perawatan kesehatan, administrasi dan pekerjaan teknis, merupakan saksi penting terhadap hidup bakti di dunia modern ini. Proses tiga tahun ini, yang diprakarsai oleh Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J., merupakan komitmen penting Serikat terhadap masa depan panggilan Bruder Jesuit. Pertemuan di Roma ini menandai awal sebuah jalan yang baik untuk memperkuat dan memperbarui panggilan Bruder Jesuit bagi pelayanan Gereja dan dunia di abad ini.   Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “Jesuit Brothers: Deepening this Essential Vocation”. Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 1 April 2024.