Pilgrims of Christ’s Mission

jesuit indonesia

Pelayanan Spiritualitas

Lintas Komunitas Ignatian: Studi Surat-surat dan Instruksi St Ignatius

Berlokasi di Rumah Retret Wisma Samadi Abdi Kristus, Gedanganak-Ungaran, pada 12-14 Juli 2024 diadakan acara semi retret bertajuk Studi Surat-surat dan Instruksi St Ignatius. Ditemani oleh Pater L. A. Sardi, S.J., acara ini dihadiri 46 peserta awam dan religius dari berbagai komunitas Ignatian, yaitu: CLC (Christian Life Community), LRP (Latihan Rohani Pemula), SBS (Schooled by the Spirit), KD (Kerasulan Doa-Jaringan Doa Bapa Suci Sedunia), SIS (Sahabat Ignatian Sabah), MI (Mitra Ignatian), para alumnus sekolah Jesuit, Mendaki Jalan Sukacita Arrupe, dan ziarah Ignatian yang pernah diadakan oleh Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Pertemuan ini bertujuan mempelajari delapan surat St. Ignatius Loyola yang dikelompokkan ke dalam enam bagian, yaitu: pentingnya Latihan Rohani, Cara Bertindak Seorang Anggota Serikat dalam Perutusan, Kemiskinan, Pembinaan Anggota Serikat, Tentang Kesehatan, dan di bagian akhir Ajakan St Ignatius untuk Berusaha Mencari dan Merasakan Kehadiran Tuhan di dalam Aktivitas Hidup Sehari-hari. Surat-surat yang dipelajari diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh panitia dari Mitra Ignatian yang kemudian dikoreksi dan disempurnakan serta diberi pengantar oleh Pater Sardi, S.J. Para peserta terlibat dalam diskusi mendalam dan refleksi tentang isi surat-surat yang memberikan wawasan berharga tentang spiritualitas Ignatian dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.     Dengan jumlah peserta yang dibatasi hanya 46 orang, terjadilah proses dan dinamika studi yang lebih intens. Suasana retret sangat terasa di saat-saat silentium makan pagi dan juga di saat-saat renungan pribadi. Adapun di saat makan siang dan malam peserta membaur dengan suasana yang nyaman dan sangat cair. Terasa ada koneksi satu sama lain walaupun berasal dari daerah-daerah yang berjauhan dan banyak yang baru pertama kali bertemu. Mengenai peserta yang datang dari beragam komunitas ini, Pater Sardi, S.J. menulis di bagian penutup buku studi. “Keberagaman asal dan kelompok peserta studi surat-surat dan instruksi St. Ignatius ini, secara pribadi membuat saya merasa bersyukur dan bergembira karena diingatkan kembali akan salah satu bab dari buku Arturo Sosa, SJ, Berjalan Bersama Ignatius (Kanisius, 2021); bab 11 tentang “Perutusan Bersama: Sekolah Dialog dan Keterbukaan.” Aktivitas formasi spiritualitas Ignatian ini terasa meneguhkan kebenaran yang termuat dalam bab buku tersebut, terutama peneguhan oleh kehadiran peserta dari beragam kelompok Ignatian untuk bersekolah bersama dari sang guru, St. Ignatius sendiri, melalui surat-surat dan instruksinya.”   Acara ini memberikan pengalaman dan menambah wawasan yang bermakna bagi semua peserta, terlebih dengan hadirnya Pater Nano atau Pater Agustinus Setyodarmono, S.J., yang mempersembahkan misa penutup. Kehadirannya sebagai Koordinator Formasi Awam Sahabat Ignatius di tengah-tengah utusan dari berbagai komunitas Ignatian semakin menguatkan kesan dan pesan ikatan kebersamaan dan persaudaraan yang didasari spiritualitas yang sama. Umpan balik dari peserta sangat positif, dengan banyak yang merasa terinspirasi dan termotivasi untuk menerapkan ajaran St. Ignatius dalam kehidupan mereka. Rencana tindak lanjutnya antara lain akan diadakan pertemuan rutin untuk terus mempelajari dan mendalami spiritualitas Ignatian.   Kontributor: Adela Riana – Mitra Ignatian

Provindo

Menyatu dengan Kehidupan Kristus

Pater Markus Sjamsul Wanandi, S.J. adalah seorang Jesuit yang selama kurang lebih 40 tahun mendapatkan perutusan di bidang pendidikan. Beliau banyak berkecimpung dalam karya dunia pendidikan Jesuit Indonesia, antara lain di SMA Kolese Loyola Semarang, SMA St. Joseph Dili, dan menjadi pengurus Yayasan di Kolese Kanisius, Perkumpulan Strada, Kolese Mikael, dan Yayasan Kanisius Semarang. Pada Rabu, 24 Juli 2024 yang lalu, ia merayakan ulang tahunnya ke-80 di Kolese Kanisius, Jakarta. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, Pater Markus masih berdedikasi dan memberikan perhatiannya di dalam dunia pendidikan.   Perayaan ulang tahun Pater Markus diawali dengan perayaan Ekaristi di Kapel Kanisius kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah di area Kolese Kanisius. Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. menjadi selebran utama dalam perayaan syukur ini, didampingi oleh Pater Superior Komunitas Kolese Kanisius. Dalam homilinya, Pater Beni menyampaikan bahwa Pater Markus adalah pribadi yang selalu berani membuka dirinya sehingga Allah berkarya melalui beliau di dalam dunia pendidikan. Hal ini menjadi undangan bagi kaum muda untuk berani dan mau membuka dirinya menjadi men and women for others di mana pun berkarya.     Selain menjadi ungkapan syukur atas ulang tahun Pater Markus, pada kesempatan ini pula dilakukan penggalangan dana untuk pembangunan Wisma Emaus. Wisma Emaus adalah rumah untuk para Jesuit yang sudah purna tugas dan beberapa Jesuit yang perlu penanganan khusus karena masalah kesehatan. Saat ini Wisma Emaus hanya memiliki 15 kamar. Dalam lima tahun ke depan, jumlah Jesuit yang berusia lebih dari 75 tahun akan mencapai 62 orang. Ini menjadi salah satu alasan perlunya perluasan Wisma Emaus agar ke depan dapat menampung lebih banyak Jesuit senior.   Dalam perencanaan itu, tidak hanya akan dibangun kamar saja namun juga kamar isolasi yang layak untuk perawatan medis bagi Jesuit senior yang sedang sakit dengan fasilitas penunjang lainnya. Harapannya, para Jesuit senior yang masih aktif dapat menikmati masa purna tugasnya. Bapak/Ibu, Saudara/i yang tergerak dapat menyalurkan donasi pembangunan wisma Emaus melalui rekening Arka Praevesionis: Perkumpulan Aloysius CIMB Niaga Semarang No. 702825369300   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Formasi Iman

Mewujudkan Mimpi Provindo

PERTEMUAN JESUIT MUDA 2024 31 Juli-3 Agustus 2024, setelah acara tahbisan, kami, para imam dan bruder muda berkumpul di Kampoeng Media untuk mengikuti Program Pengembangan Kepemimpinan (LDP). Suasananya menggembirakan dan fun. Kami dibantu Pater Nano, S.J. selaku delegat Rencana Apostolik Provindo (RAP) untuk berbagi pengalaman dan inspirasi terkait RAP ini. Dalam sharing kelompok gugus karya (paroki, pendidikan, dosen, karya sosial, formasi) kami mendengarkan satu sama lain bagaimana RAP ini bergema dalam hidup dan perutusan yang kami jalani. Meski gema RAP ini belum terdengar nyaring, kami melihat bahwa RAP ini memberikan jalan dan harapan dalam menghidupi kesatuan hati dan budi dalam hidup perutusan Serikat saat ini. Bahkan dalam sambutannya, Pater Provinsial mendorong Jesuit muda untuk berani berimajinasi bagi karya kerasulan Serikat.   Dalam kesempatan LDP ini hadir juga teman-teman Jesuit dari Thailand dan Vietnam (Pipat, Sarayuth Konsupap, Sakda, Luong, Josep Doan Tam) yang menambah keakraban. Secara khusus PP Thep dan Pipat yang pernah menempuh studi filsafat di STF Driyarkara tahun 2009-2013, juga membagikan pengalaman berkarya di Thailand dalam terang UAP di hari terakhir.   Pada hari Kamis, 1 Agustus, Pater Nano, S.J. mengajak kami untuk memperhatikan mimpi kecil Jesuit dan juga mimpi Serikat Provindo serta Serikat Universal. Kami juga diharapkan untuk memberikan perhatian besar kepada mimpi Serikat Provindo yang tertuang dalam RAP. Salah satu rekomendasinya ialah setelah LDP ini Pater Nano, S.J. akan mengajak kami untuk mengadakan pertemuan online demi mewujudkan mimpi itu dalam karya kerasulan kami masing-masing.     Pater Sigit, S.J. sebagai ekonom provinsi mengajak kami belajar dan menengok lagi pedoman dalam pengelolaan harta benda Serikat secara tepat berdasarkan IAF (Instruction for Administration and Finances) dan sesuai dengan penghayatan kaul kemiskinan kita.   Untuk menambah kegembiraan kami, pada Jumat, 2 Agustus, kami mengadakan outing ke beberapa tempat, seperti Lava Tour, rafting di Sungai Elo-Magelang dan beberapa kelompok jalan-jalan wisata rohani serta kuliner.   Pada hari terakhir, Pater Daryanto memperkaya imajinasi kami dengan sharing kerasulan orang muda, khususnya pendampingan kaderirasasi bagi mahasiswa-mahasiswi katolik di Yogyakarta. Br. Dieng berbagi refleksi tentang menemukan Tuhan dalam karya KPTT sekaligus mempromosikan sei babi yang terkenal enak. Terakhir, PP Thep, Pat, dan Sakda bercerita upaya-upaya Jesuit Thailand dalam menemukan bentuk yang relevan terkait RAP di konteks sana, misalnya membangun ecology center dalam salah satu karya di sana.   LDP ini ditutup dengan misa yang dipimpin oleh PP Sakda dan Dam. Selamat berimajinasi dan berkarya.   Kontributor: Panitia LDP Jesuit Muda 2024

Tahbisan

Tinggallah Bersama Kami

Penerimaan Sakramen Imamat Empat Diakon Serikat Jesus Serikat Jesus Provinsi Indonesia merayakan kegembiraan atas ditahbiskannya empat diakon menjadi imam di Gereja Santo Antonius Padua, Yogyakarta, pada 31 Juli 2024. Keempat diakon ini menerima sakramen imamat dari tangan Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko. Mereka adalah adalah Diakon Tiro Angelo Daenuwy, S.J., Diakon Andreas Aryono Mantiri, S.J., Diakon Antonius Bagas Prasetya, S.J., dan Diakon Vincentius Doni Erlangga Satriawan, S.J. Lebih kurang seribu umat hadir dalam misa tahbisan ini dan semua umat yang hadir diundang untuk ikut beramah-tamah di wisma teologan Kolese Santo Ignatius, Yogyakarta.    Yesus senantiasa menyertai Para Imam Terinspirasi oleh kisah Yesus yang bangkit di jalan menuju Emaus, para neomis mengambil tema tahbisan dari Lukas 24:28 “Tinggallah Bersama Kami.” Dalam homilinya, Bapak Uskup Rubiyatmoko, mengajak para imam yang baru ditahbiskan ini untuk mengingat kembali semua pengalaman dalam masa formasi mereka yang panjang sebagai bukti bahwa Yesus selalu hadir dalam hidup mereka. Ia berkata, “Di balik motto ini, ada berbagai pengalaman yang menarik. Mereka telah berjalan bersama Yesus. Dia menemani mereka, berjalan berdampingan, dari waktu ke waktu, hingga mereka berdiri teguh dan kokoh.” Dalam sharingnya selama homili, Diakon Bagas menceritakan kesepian yang sering ia alami selama dua belas tahun masa formasinya. Ia masuk Serikat Jesus pada 2012 bersama sembilan calon lainnya hingga ialah satu-satunya yang akhirnya ditahbiskan imam. Meskipun demikian, Diakon Bagas bersyukur atas dukungan yang ia terima dari semua temannya di Serikat Jesus, bukan hanya dari teman seangkatannya. “Memang benar bahwa setiap hari Tuhan selalu mengajar dan membentuk saya melalui banyak momen, baik yang menyakitkan maupun menyenangkan, dan semua itu membuat saya ingin selalu bersama Yesus dan mengikuti-Nya hingga akhir hayat.”     Tiga dari empat neomis masuk Serikat melalui program promosi panggilan, bukan dari seminari menengah. Uskup Rubiyatmoko dengan bercanda mengatakan bahwa ia menahbiskan kelompok “orang-orang berumur” tahun ini. Bapak Uskup meminta diakon Tiro, Doni, dan Andre untuk berbagi sedikit cerita tentang bagaimana mereka meninggalkan ambisi, hobi, dan relasi di masa lalu untuk memulai jalan baru dalam hidup religius. Uskup Rubiyatmoko mengatakan bahwa ketiga diakon baru ini memiliki pengalaman hidup yang kaya, namun mereka menerima berkat untuk melayani umat Allah. Bapak Uskup mengutip apa yang ditulis oleh Diakon Doni dalam buklet tahbisan, “Imamat adalah sebuah proses. Jadi, apa yang dibutuhkan dari kita adalah mengikuti prosesnya seperti mengikuti jalan ziarah. Awalnya memang tidak jelas, tetapi akan menuntun kita hingga ke tempat tujuan.” Uskup mengakhiri homilinya dengan mengingatkan para neomis untuk selalu menjadi imam yang sederhana dan rendah hati yang melayani dengan tulus.   Berbeda Jalan, Satu Panggilan Jalan yang dilalui para neomis hingga saat mereka ditahbiskan ini memang berbeda-beda. Diakon Bagas yang berasal dari Pamulang, Banten menghabiskan masa formasi awal di Seminari Menengah Santo Petrus Canisius, Mertoyudan (2008-2012). Selama masa formasinya, ia bekerja sebagai sub moderator di SMA Kolese Loyola Semarang. Pater Andre, dari Jakarta, dan Pater Doni, dari Yogyakarta, masuk novisiat pada tahun 2014 dan mereka berdua memiliki gelar sarjana sebelum masuk Serikat. Mereka menjalani masa orientasi kerasulan (TOK) selama dua tahun (2018-2020) sebelum menjalani studi teologi di FTW-USD, Yogyakarta. DiakonAndre di Kantor Provinsialat SJ Semarang membantu Ekonom Provinsi dan Diakon Doni di Surakarta menjadi pengajar di Politeknik ATMI dan SMK Kolese Mikael. Apa yang dialami DiakonTiro selama TOK berbeda dengan ketiga frater lainnya. Tahun pertama ia TOK di Paroki Santo Ignatius, Danan, Wonogiri, tahun kedua di Jesuit Refugee Service (JRS) Bogor dan Palu, dan tahun ketiga di SMA Kolese Loyola Semarang. Meskipun memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, para neomis dipersatukan oleh panggilan dan tujuan yang sama, seperti yang ditekankan oleh Bapak Uskup.     Sebelum misa berakhir, Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., mengumumkan secara terbuka tempat dan tugas para imam baru. Pater Tiro akan bekerja sebagai moderator di SMK Kolese Mikael, Surakarta. Pater Bagas menjadi Vikaris Parokial Paroki Santo Antonius Padua, Purbayan. Pater Doni akan menyelesaikan pendidikan pascasarjana teknik sipil di Universitas Gadjah Mada dan membantu pelayanan sakramental di Paroki Kotabaru, Yogyakarta. Pater Andre juga melanjutkan studi khusus program pascasarjana manajemen keuangan di Universitas Atmajaya, Jakarta dan menjadi Wakil Pater Unit Skolastikat Johar Baru, Jakarta.   Serikat Jesus Provinsi Indonesia sangat berterima kasih kepada para neomis yang siap diutus dan memulai perjalanan mereka sebagai imam Jesuit. Mari kita doakan para imam baru ini dalam melaksanakan karya perutusan mereka.   Kontributor: S. Benicdiktus Juliar Elmawan, S.J.

Pelayanan Masyarakat

Kamu-Kamulah Penghuni Surga

Memanusiakan Manusia Di tengah hiruk-pikuk kota berjuluk Kota Pelajar itu terdapat berbagai wilayah terpinggir yang sering kali luput dari pandangan orang. Salah satunya adalah Bongsuwung. Tempatnya berdiri di samping rel kereta yang memaksa orang sekitar mendengar deru kereta setiap hari. Pun masih ditambah ketersediaan infrastrukturnya yang sederhana. Di lain sudut ada daerah Pingit dan Jombor yang punya “keunikan” tersendiri, seolah tak mau kalah dengan Bongsuwung.   Mungkin sudah bisa terbayang bagaimana ritme kehidupan penduduk di sana. Entah mereka masih memiliki angan hidup layak atau impian kemakmuran mungkin menjadi pertanyaan yang terlalu utopis. Barangkali sekadar mendapatkan sesuap pangan hari ini sudah menjadi syukur mendalam bagi mereka. Apakah esok rezeki masih tersedia atau tidak, mereka sepenuhnya pasrahkan kepada Yang Esa, itu pun andai mentari esok masih dianugerahkan bagi mereka.   Kendati demikian, mereka masih manusia. Sudah layak dan sepantasnya bagi kita, sesama manusia, memanusiakan mereka. Mereka pun pantas merasakan hak bisa hidup layak, sekurang-kurangnya dalam bidang pendidikan. Itulah yang telah dan terus dilakukan Realino SPM. Dengan bersenjatakan perlengkapan keterampilan dan prakarya, para volunteer Realino siap diutus mengemban tugas menabur benih harapan bagi anak-anak di sana.   Volunteer Realino, mayoritas beranggotakan mahasiswa/i dari berbagai universitas di Yogyakarta. Mereka memberikan pelajaran menyenangkan sekaligus bermanfaat mendorong kemampuan kognitif dan memantik nyala api humaniora dalam diri anak-anak Jombor, Bongsuwung, dan Pingit. Lewat pelbagai prakarya sederhana maupun kegiatan serupa diberikan kepada anak-anak SD dan SMP tersemat harapan nilai juang dan semangat berprestasi bisa tumbuh dalam hati anak-anak.     Meneladani Penghuni-penghuni Surga Sekilas, mungkin kata volunteer atau model sukarela yang ditekankan dalam pelayanan Realino menunjukkan semua pihak yang terlibat pelayanan tidak mendapat imbalan apa pun. Nyatanya, tidak demikian. Jika kita bertolak lebih dalam, kita sanggup menemukan hidden gem yang membuat kita lebih memaknai perjumpaan para volunteer dan anak-anak di Komunitas Belajar Realino.   Semangat dasarnya, para volunteer menjadi pendidik dan anak-anak yang menjadi siswa/i. Namun, nyatanya hal sebaliknya bisa terjadi. Para volunteer bahkan kita semua bisa belajar banyak keutamaan dari anak-anak. Tidak hanya karena status mereka anak-anak pinggiran, tetapi lebih sederhana lagi, status mereka sebagai anak-anak. Yesus pernah berpesan, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.” Apa sebenarnya bisa dipelajari dari anak-anak spesial ini? Mereka suka bertengkar. Mereka cerewet dan susah diminta diam apalagi mendengarkan. Kata-kata mereka acap kali terdengar keras, kasar, dan tak segan mengumpat. Bahkan cara mereka berbicara pada para volunteer pun bisa dengan ujaran kasar. Kita bisa berpandangan faktor lingkungan kuat mempengaruhi mereka.   Di sisi lain kita bisa melihat kebaikan anak-anak, yang seringkali luput dari mata kita, karena terlalu fokus pada kenakalan mereka. Apakah kita pernah menyadari betapa mudahnya anak-anak saling berjabat tangan, memaafkan tak lama setelah saling bertengkar? Atau entengnya lidah mereka mengatakan “Kak ini caranya gimana sih! Tolongin dong aku enggak paham” ketika sedang ditemani membuat prakarya? Terkesan sederhana. Namun, jika ditanya kapan terakhir kita melakukan hal serupa? Rasanya kita mulai sadar betapa mudahnya anak-anak itu mengesampingkan ego diri mereka. Mungkin seiring bertumbuh dewasa, ego kita turut kian jaya, membuat kita lupa caranya mengucap “maaf”, “tolong”, atau “terima kasih”. Kita seakan hidup di dunia yang mengucap maaf adalah kalah dan yang mengucap tolong adalah lemah.   Pada momen lain, jika sempat memperhatikan, betapa semangatnya anak-anak ini saat menceritakan pengalaman seru mereka menjelajah sawah yang menghiasi kampung halaman mereka. Pada kisah lain, mereka berbagi betapa asyiknya berangkat sekolah bersama sahabat-sahabat terdekat tiap pagi. Saat itu juga sebenarnya kita diingatkan terus dan terus bersyukur. Tuntutan studi atau pekerjaan sepertinya bisa menggiring pola pikir kita, bahwa bersyukur hanya bisa dilakukan saat berhasil meraih nilai ujian sempurna atau saat hari gaji turun. Padahal dari hal sesederhana melihat mentari pagi masih diterbitkan bagi kita, atau memandang wajah kita di cermin pun pantas disyukuri. Semua hal bisa disyukuri. Bahagia itu sederhana bila kita mampu bersyukur.   Kontributor: Efrem Mas Aletadeo Satya Pramuda – Volunteer Realino SPM

Penjelajahan dengan Orang Muda

Faith in Action: Transforming Lives Through Volunteering with LP4Y Indonesia

Magis Immersion Experiment 2024: LP4Y (Life Project for Youth) adalah sebuah lembaga sosial yang bergerak untuk menemani dan melayani teman-teman muda yang memiliki keterbatasan dalam mengakses pendidikan maupun ekonomi. Hari pertama saya mengikuti kegiatan Magis Immersion Experiment ini sudah panik dan bingung, apa yang bisa kami berikan kepada teman-teman muda ini? Begitu celetuk saya kepada beberapa teman circle yang mengambil bagian dalam Magis immersion experiment ini. Pada waktu itu kami ada setengah hari untuk mempersiapkan program apa yang dapat kami berikan kepada teman-teman muda. Kami berdiskusi untuk membuat program dengan tujuan meningkatkan kapasitas teman-teman muda yang menjadi dampingan LP4Y. Akhirnya kami memutuskan untuk memberikan training terkait dengan proses interview bagi teman-teman muda supaya mereka dapat memahami bagaimana proses interview pekerjaan yang baik karena tujuan mereka mengikuti pendampingan di LP4Y adalah menemukan pekerjaan yang lebih baik.           Perjalanan persiapan batin menuju Immersion Experiment akan berbeda bagi kami masing-masing yang berpartisipasi. Namun, malam pembekalan pada 22 Mei 2024 itu menjadi malam yang penuh dengan pergolakan batin bagi kami semua. Saat proses circle-sharing di malam pembekalan, rata-rata dari kami memiliki perasaan dominan yang sama terkait rasa tidak siap dan ketakutan. Lantas, kami bertanya, “Apakah kami akan mampu memberikan yang terbaik dalam waktu yang singkat di LP4Y?”   Perjalanan menuju LP4Y masih diwarnai kekhawatiran, keraguan, dan ketakutan. Ketika memasuki area Kampung Sawah ternyata area itu memiliki gambaran yang cukup bertolak belakang dengan kawasan yang biasa kami lihat setiap hari. Permukiman yang cukup padat di pinggir area jalan tol dengan tumpukan sampah menjadi pemandangan yang biasa. Ada proses pembakaran sampah di beberapa tempat dan menimbulkan bau yang kurang sedap dan juga sungai yang berwarna hitam dengan bau yang khas.   Dalam kondisi lingkungan seperti itu dan keadaan ekonomi yang terbatas membuat kami bertanya-tanya seperti apa youth (sebutan orang muda yang dididik oleh LP4Y) yang akan kami temui. Akan tetapi, sejak awal tiba pertemuan kami dengan satu per satu para youth mengubah segalanya. Sosok demi sosok Youth yang kami temui seakan menampar kami tentang pentingnya mensyukuri apa yang telah kami miliki dan kami jalani. Para Youth memiliki mimpi yang luar biasa di tengah kondisi kehidupan yang mereka jalani. Tidak berhenti hanya dengan memiliki mimpi, tetapi keikutsertaan mereka dalam program LP4Y menggambarkan semangat juang untuk bisa mendapatkan sesuatu yang bermakna yang mereka yakini akan membawa mereka untuk menggapai mimpi yang mereka inginkan.     Pada malam pertama, saya tinggal bersama dengan orang muda yang kedua orangtua sudah berpisah. Dia tinggal sendiri dan dibantu oleh saudara untuk kebutuhan sehari-hari. Saya tinggal berdua dengan orang muda yang tempat tidurnya berukuran 2×2 Meter. Bagi saya, ini adalah tempat pertama saya tidur dengan ukuran kamar kecil. Saya mencoba merefleksikan apa yang Tuhan inginkan dari saya dengan mengikuti kegiatan Magis Immersion Experiment ini. Saya mengambil sikap doa untuk memohon rahmat Tuhan agar Tuhan membantu dan melancarkan semua kegiatan yang esok akan dijalankan. Ada perasaan gelisah dan ketakutan dengan kegiatan ini karena takut saya tidak dapat mengikuti sampai selesai kegiatan Magis Immersion Experiment ini. Hingga tiba waktunya untuk berinteraksi dengan teman-teman muda dan ternyata apa yang saya takutkan di malam sebelumnya sangat berbeda 180° dengan apa yang saya jumpai. Teman-teman muda yang menyenangkan dan sangat antusias mengikuti setiap kegiatan di LP4Y dan kegiatan yang diberikan oleh teman-teman Magis.   Program di hari Jumat adalah Micro Company Support di mana kami ikut terlibat dalam proses aktivitas persiapan dan penjualan galon air mineral serta program citizenship yaitu melakukan survei terhadap masyarakat di area Center LP4Y. Sedangkan untuk program di hari Sabtu adalah mock interview yaitu melakukan simulasi interview kerja sebagai HRD, job discovery yaitu membuat seperti job fair kecil-kecilan di mana para youth akan secara bergantian mengunjungi booth yang memperkenalkan profil singkat perusahaan kami. Proses pembekalan tambahan ini cukup membantu kami untuk memberikan gambaran terkait apa yang akan kami lakukan di LP4Y.   Di akhir sesi, saat mendengar satu per satu dari mereka menyampaikan kesan berproses bersama, sungguh ini menjadi kado yang memberi kehangatan bagi kami di formasi Magis. Ucapan terima kasih dengan raut wajah malu-malu dan mendengar mereka menyampaikan insight yang mereka dapatkan sungguh di luar ekspektasi kami. Sebagian besar dari kami awalnya berpikir bahwa apa yang kami berikan adalah hal yang “biasa saja” atau hanya “sedikit” dari apa yang dimiliki, namun ternyata berbeda untuk teman-teman Youth. Dampak yang diberikan sangat luar biasa karena kami bisa merasakan bahwa mereka yang sangat membutuhkan hal tersebut.   Banyak canda dan tawa selama sesi. Ketakutan dan kegelisahan yang selama ini saya pikirkan sirna begitu saja karena melihat teman-teman muda yang sangat menyenangkan. Tidak terasa waktu cepat berlalu dan kami menuju Kolese Kanisius untuk mengikuti acara selanjutnya yaitu pengendapan pengalaman, perasaan, dan rahmat Tuhan yang ditemukan. Dalam dinamika pengendapan ini kami merasakan bahwa rahmat Tuhan benar-benar hadir dalam peristiwa-peristiwa Magis Immersion Experiment ini. Tuhan menunjukkan kasih-Nya dengan luar biasa dan Ia mengajarkan arti kehidupan yang sesungguhnya.     Dengan pengalaman, pertemuan, penemanan, dan keterikatan dengan teman-teman muda, ada satu kata yang dapat menggambarkan akan pengalaman ini yaitu “hope.” Teman-teman muda itu bersemangat tinggi, antusias, dan mau belajar. Walaupun itu semua ada keterbatasan tetapi di sini hope memiliki pengaruh krusial bagi teman-teman muda, yaitu membuat orang menjadi optimistis, memiliki motivasi untuk untuk melakukan sesuatu, mampu melihat potensi untuk mengejar cita-cita sesuai kata hatinya.   Sebagai pribadi yang masih belajar dan terus belajar, ada harapan-harapan kecil dari hati kami, yaitu bahwa suatu saat kami dapat kembali lagi ke LP4Y untuk memberikan dan berbagi sesuatu kepada teman-teman muda. Kami bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang sudah menunjukkan jalan yang baik dan mencecap kata hati. Hanya dengan menjadi pribadi bagi orang lain, maka disaat itulah kita bisa menjadi manusia sejati.   “Bukan tentang berapa lama tetapi tentang seberapa dalam.” Kalimat itu menjadi kalimat yang bisa menggambar-kan Immersion Experiment kami di LP4Y. Ketakutan kami tentang keterbatasan waktu yang berakibat akan tidak bisa memberikan yang terbaik ternyata memberikan makna yang sebaliknya. Rahmat yang kami inginkan di awal memulai Immersion Experiment ini berbeda-beda. Namun, di akhir kami menyadari bahwa kami memperoleh rahmat yang sama untuk bisa lebih bersyukur dengan apa yang kami miliki dan apa

Karya Pendidikan

Audiensi dengan Paus Fransiskus dalam Building Bridge Across Asia Pacific

Kamis, 20 Juni 2024, Maria Anita, mahasiswa Magister Psikologi USD dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta) berkesempatan mewakili Indonesia untuk melakukan audiensi dengan Paus Fransiskus dalam program Building Bridges Across Asia Pacific. Program yang diinisiasi oleh Loyola University Chicago ini mempertemukan Paus Fransiskus dengan para mahasiswa di Asia Pasifik secara daring untuk membicarakan tantangan yang dihadapi orang muda dan Gereja di dunia modern.   Acara dialog ini berlangsung pada Kamis, 20 Juni 2024 pukul 19.00 WIB dan merupakan bagian dari serangkaian kegiatan Building Bridges Initiative. Dialog ini pertama kali diinisiasi oleh Loyola University Chicago pada tahun 2022 sebagai respons terhadap panggilan sinodal Paus untuk sinodalitas yang mempromosikan dialog lintas budaya dan lintas iman.   Mahasiswa dari berbagai universitas di Filipina, Australia, Selandia Baru, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia berkesempatan melakukan dialog dengan Bapa Suci. Paus juga menyambut partisipasi dari mahasiswa-mahasiswa dari Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini, negara-negara yang akan dikunjunginya September mendatang.   Persiapan audiensi dengan Paus Fransiskus dilakukan selama satu bulan. Indonesia masuk dalam satu regio bersama dengan Timor Leste dan Singapura. Dua mahasiswa di regio ini diwakili oleh Maria Anita (Magister Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta). Dalam persiapan audiensi ini, keduanya dibimbing para fasilitator Indonesia, yaitu Pater Heri Setyawan, S.J., (dosen Sejarah USD) dan Pater Lucianus Suharjanto, S.J. (dosen Pendidikan Bahasa Inggris USD).   Dalam kesempatan audiensi bersama Paus Fransiskus pada Kamis yang lalu, Maria Anita menyampaikan masalah interfaith relationship yang terjadi di Indonesia.   ”Generasi muda di Indonesia menghadapi dilema interfaith relationship, antara meninggalkan Gereja atau membangun keluarga dengan latar belakang agama berbeda. Oleh karenanya, dibutuhkan bimbingan Gereja untuk pembentukan iman yang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan konteks interfaith dan interreligious,” ungkapnya.   Sementara Helen Vyanessa Ribca Oroh menyampaikan keprihatinan bagaimana teknologi dan sosial media bisa menjadi tempat yang aman untuk berbagi dan saling mendukung dalam masyarakat.   “Orang muda mempunyai keprihatinan bagaimana membangun teknologi yang mampu mendorong mereka untuk tetap aktif dan bertumbuh dalam iman di komunitas basis Gereja yang terbuka. Selain itu orang muda berharap media sosial dapat menjadi wadah komunikasi antar masyarakat untuk membangun rasa kebersamaan dan menguatkan masyarakat,” tuturnya.     Maria dan Helen juga mengungkapkan keprihatinan tentang masalah kesehatan mental orang muda. Mereka berharap Gereja dapat merespons dan memberikan dukungan untuk menjaga kesehatan mental generasi muda.   ”Masalah kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang muda. Hal ini terkait dengan masalah komunikasi dan masalah ekonomi dalam keluarga. Keduanya berdampak besar pada kehidupan kaum muda, terutama dalam akses pendidikan dan fasilitas kesehatan yang memadai,” tutur Maria.   “Bagaimana media sosial dapat mendukung kesehatan mental orang muda dan bisa menjadi tempat yang aman untuk saling untuk berbagi dan bertanya. Penting untuk merefleksikan bagaimana kita dapat membangun platform interaktif dan informatif bagi generasi muda agar bisa bertumbuh bersama di dalam masyarakat yang saling mendukung,” ungkap Helen.   Setelah mendengar ungkapan dari keduanya, Paus Fransiskus memberikan tanggapan hangatnya dan menyadari betapa sulitnya kaum muda Katolik untuk berpartisipasi dan memiliki sense of belonging di masyarakat. Bapa Suci mendorong kaum muda untuk berpegang teguh pada iman dan menjaga hati mereka tetap terhubung dengan doa. Dengan melakukan hal ini, kata Paus, akan membantu dialog antar iman dan memungkinkan orang muda untuk selalu berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif.   Bapa Suci juga menekankan pentingnya mempertahankan keyakinan yang teguh meskipun menghadapi tekanan lingkungan serta menjaga rasa memiliki untuk melindungi dari kerentanan. Beliau menyoroti isu identitas, martabat manusia, kesehatan mental, diskriminasi, dan stigma sosial yang menghambat inklusivitas sambil menegaskan bahwa perempuan memiliki peran unik dan tidak boleh dianggap sebagai warga kelas dua.   Di hadapan para mahasiswa Asia Pasifik, Paus Fransiskus membahas pentingnya pendidikan yang holistik. Beliau mengajak semua pihak untuk menolak ideologi konflik dan perang, serta membangun harmoni dan dialog antarbudaya demi perdamaian di dunia yang penuh ketidakpastian.   Paus Fransiskus mengakhiri acara ini dengan mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa atas partisipasi dan refleksi mereka yang telah membantu beliau memahami lebih dalam situasi kaum muda Katolik, terutama dalam persiapan beliau untuk perjalanan apostolik ke Asia dan Oseania pada bulan September 2024 mendatang.   Kontributor: Antonius Febri Harsanto – Kepala Humas Universitas Sanata Dharma

Provindo

Implementasi Rencana Apostolik Provindo

Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, Ketua dan Sekretaris Yayasan Tahun 2024 ini, Pertemuan Superior Lokal, Direktur Karya, dan Ketua Yayasan Serikat Jesus Provinsi Indonesia dibagi menjadi dua gelombang dan di dua tempat yang berbeda. Total peserta yang diundang berjumlah 83 orang dan masing-masing peserta mengisi konfirmasi kehadiran melalui tautan google form yang disediakan oleh panitia. Gelombang pertama telah selesai dilaksanakan pada 13-14 Juni 2024 di Rumah Retret Panti Semedi, Klaten dengan dihadiri 46 peserta. Sedangkan gelombang kedua (hingga berita ini terbit telah ada 31 peserta yang melakukan konfirmasi) akan dilaksanakan pada 14-15 November 2024 di Rumah Retret Abdi Kristus, Gedanganak, Ungaran. Tema utama pertemuan ini adalah Implementasi Rencana Apostolik Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pertemuan ini dimulai pada sore hari pukul 17.00 WIB dan selesai setelah makan siang di hari berikutnya. Semua peserta telah diminta untuk mempersiapkan diri sebelum hadir pada acara dengan membaca dan memahami Rencana Apostolik Provindo (RAP) serta membaca buku panduan diskresi bersama dalam perencanaan pastoral yang ditulis oleh Christina Kheng. Pertemuan kali ini dilaksanakan dengan bingkai metode percakapan tiga putaran.     Pada percakapan putaran pertama masing-masing superior, direktur karya, dan ketua yayasan menyampaikan tanggapan pribadi tentang RAP. Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan percakapan putaran kedua di mana masing-masing superior, direktur karya, dan ketua yayasan menyampaikan tanggapan atas percakapan di putaran pertama yang paling mengesan baginya dan mengapa demikian. Keesokan paginya, dalam Ekaristi dan doa pribadi, semua peserta diminta mencermati gerak Roh Allah yang dialami untuk menyiapkan percakapan putaran ketiga. Seusai sarapan, seluruh peserta masuk pada percakapan putaran ketiga, yaitu menyampaikan ketergerakan hati untuk melakukan apa di dalam konteks mereka masing-masing dan akhirnya membuat perencanaan konkret di komunitas, karya, dan yayasan masing-masing dalam sebuah tabel sederhana yang telah disediakan. Tabel tersebut meliputi rencana kegiatan, waktu pelaksanaan, penanggung jawab, fasilitas yang diperlukan, pembiayaan, dan evaluasi. Perwakilan superior komunitas, direktur karya, dan ketua serta sekretaris yayasan yang sudah membuat perencanaan diberi kesempatan untuk mempresentasikan rencana implementasi RAP dalam konteks mereka masing-masing. Tindak lanjut pertemuan ini adalah zoom meeting untuk bersama-sama memeriksa perencanaan dan implementasi dari semua komunitas dan institusi karya Serikat Jesus Provinsi Indonesia.   Pater Provinsial menutup forum ini dengan mengulang pesan Pater Arrupe, do not shrink your imagination, jangan mengkerdilkan imajinasi kita. Meskipun sedikit dan kecil (minima), kita tetap harus berani memimpikan dan melakukan hal yang dikehendaki oleh Allah sesuai perencanaan yang telah kita buat. Semoga kita tidak hanya bertindak untuk diri kita sendiri dengan bahasa yang juga hanya dapat dipahami oleh kita sendiri.   Kontributor: Hermanus Wahyaka