Pilgrims of Christ’s Mission

ignatian

Kuria Roma

Pertobatan, Penebusan, Pengampunan, dan Pilihan

Sebagai tema yang tampaknya sederhana, keempat kata tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan masa pontifikal Paus Fransiskus selama 10 tahun ini. Meskipun dunia telah banyak berubah dalam beberapa dekade terakhir, karena perang, pergolakan global, bencana alam, dan pandemi, Paus Fransiskus secara konsisten meminta semua orang yang berkehendak baik untuk membuka diri terhadap pertobatan, mencari penebusan dosa dan mengampuni mereka yang telah berbuat dosa, dan menentukan pilihan untuk membangun masa depan yang penuh harapan dan peluang, alih-alih sinisme dan ketakutan. 10 Tahun Paus Fransiskus: Refleksi dari Para Jesuit Paus Gregorius XII juga melakukan hal yang sama pada tahun 1415, yaitu mengadakan konklaf untuk memilih penggantinya. Tahun 2013 lalu, pada voting kelima, 115 kardinal yang hadir memilih Jorge Mario Bergoglio, S.J., Uskup Agung Buenos Aires, untuk menjadi Uskup Roma menggantikan Paus Benediktus. Pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus diperkenalkan kepada dunia. Itulah kali pertama seorang Jesuit menjadi Paus, kali pertama Paus berasal dari benua Amerika, dan kali pertama seorang Paus menggunakan nama “Fransiskus.” Itu menjadi awal yang sungguh menggugah perasaan atas sejarah kepausan paling penting di zaman modern. Tahun ini, 2023, adalah tahun kesepuluh masa kepemimpinan Paus Fransiskus dan kami meminta para Jesuit dari seluruh dunia untuk memberikan refleksi pribadi tentang arti satu dekade Paus Fransiskus bagi diri, pelayanan, dan hidup mereka dalam Gereja. Kami akan membagikan refleksi mereka dan berharap semua itu menginspirasi doa-doa kita dan memungkinkan kita memetakan gerakan Roh Kudus dalam hidup selama masa yang luar biasa ini. 10 Tahun Paus Fransiskus: Ia adalah Paus saya juga Pater Patrick Mulemi, dari Lusaka, Zambia, adalah Jesuit pertama yang memberikan refleksi tentang Kepausan Fransiskus dalam seri “10 Tahun Paus Fransiskus” ini. Rabu, 13 Maret 2013. Saya adalah seorang pastor Paroki Matero, sebuah daerah miskin yang luas di Lusaka, ibukota Zambia. Matero terletak lebih dari 10.000 kilometer jauhnya dari Roma, dan hari itu para kardinal sedang mengadakan konklaf. Saya baru saja merayakan misa sore dan mengobrol dengan umat saat mereka keluar dari gereja. Tiba-tiba seseorang berteriak, “Kita punya paus baru!” Saya bergegas ke pastoran, menyalakan TV, dan … “Dia seorang Jesuit!” Seorang Jesuit??? Apa artinya bagi Gereja dan Serikat Jesus? Saya benar-benar tak menduganya. Dia memilih nama Fransiskus, demikian diumumkan. Pikiran pertama saya yang muncul adalah “Orang miskin dari Asisi.” Dan saya benar. Mungkin itu karena saya tinggal dan bekerja di lingkungan yang miskin. Pada misa pagi keesokan harinya, setelah menyebutkan “Fransiskus Paus kita” untuk pertama kalinya dalam doa Ekaristi, seorang wanita tua mendekati saya setelah misa selesai dan sambil tersenyum berkata kepada, “Dia Paus saya juga.” Pada saat itu saya tahu bahwa Roh Kudus telah berbicara. Saya kemudian bertemu dengan Paus Fransiskus dalam beberapa kesempatan ketika bekerja di Roma. ia adalah seorang Jesuit, dengan nama Fransiskan, dan kebiasaan Dominikan. Seorang Paus untuk semua orang. Karunia Tuhan bagi Gereja. Dia adalah Paus yang dibutuhkan Gereja saat ini. 10 Tahun Paus Fransiskus: MAGIS Pater Ramesh Vanan, S.J., Jesuit dari India yang sedang berkarya di Guyana, menuliskan refleksi untuk seri “10 Tahun Fransiskus.” MAGIS adalah nilai Ignasian yang saya peluk dan telah lama tertanam dalam diri saya. Nilai ini sudah menjadi bagian integral diri dan hidup saya sehari-hari, yang pada gilirannya menuntun saya untuk melayani Tuhan dan umat-Nya di Guyana. Bagi saya, pontifikal Paus Fransiskus telah menggarisbawahi sebuah apresiasi dan membantu menenun esensi MAGIS yang sama namun dalam dimensi yang berbeda. Diantaranya ialah menjaga segala sesuatunya tetap sederhana, mengakui bahwa tidak ada yang lebih besar daripada Sang Pencipta, tidak menghakimi, rendah hati meminta pengampunan, mengekspresikan diri dengan sederhana, merangkul spiritualitas dalam hal-hal yang paling kecil, mencium bau domba, peduli akan kebaikan bersama, menjaga agar pintu-pintu Gereja tetap terbuka, mengingat yang miskin, merangkul semua orang apapun latar belakang mereka, hadir di tengah-tengah realitas dunia, dan di atas semua itu, terlibat dalam kebutuhan orang banyak. Saya menghargai bahwa melalui iman dan tindakannya, Paus Fransiskus telah menginspirasi hidup dan pelayanan saya. Cara Gereja di Guyana melibatkan diri dalam keinginan untuk berkontribusi pada pertumbuhan Gereja universal adalah contoh yang bagus. Hal ini dapat dilihat melalui pesan yang disampaikan Paus Fransiskus kepada umat beriman di seluruh dunia, khususnya di Guyana. Berkali-kali ia menggarisbawahi pentingnya Gereja mendengarkan umatnya dan merespon dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Kristus lakukan bagi mereka. Mereka mendengarkan pesannya, dan hal itu telah membuka kekuatan iman di dalam diri mereka. Seorang peserta lansia dalam sesi audiensi untuk sinode mengatakan, “Tolong beritahu Paus (Fransiskus) untuk makan dan beristirahat yang cukup supaya sehat untuk terus memimpin Gereja.” Kelembutan hati Paus Fransiskus telah menyentuh orang-orang sederhana yang mendiami daerah-daerah terpencil di Lembah Amazon. Dengan demikian, orang-orang merasa bahwa Gereja mendengar dan memperhatikan hidup dan pertumbuhan rohani mereka. Saya berharap dan berdoa bagi Paus Fransiskus, semoga Tuhan senantiasa memberkati dan memberikannya rahmat yang cukup untuk memimpin Bunda Gereja kita di dalam zaman kontemporer ini. 10 Tahun Paus Fransiskus: Inspirasi Panggilan S Rob Rizzo, SJ, skolastik dari Provinsi EUM (Euromediterania) yang sedang menempuh formasi teologi di Filipina. Paus Fransiskus dan saya sebenarnya memiliki tanggal yang istimewa. Rabu pagi, 13 Maret 2013, saya bertemu seorang promotor panggilan di tempat saya dan ia mengajak saya menjadi Jesuit. Kini, 10 tahun sudah saya menjadi seorang Jesuit, sama dengan masa kepausan Paus Fransiskus. Meskipun belum pernah bertemu, saya merasa dekat dengannya. Saya merasa ia akan memahami saya – dan banyak orang merasakan hal ini. Itulah salah satu karisma Paus Fransiskus yang saya kagumi. Ia membuat orang merasa dekat dengan Tuhan dan Tuhan dekat dengan kita. Kepausannya dipenuhi aneka anekdot seperti ketika dia menelepon agen koran di Buenos Aires untuk membatalkan langganannya ketika ia menjadi Paus atau ketika ia memberi tahu seorang anak kecil, Emanuele, bahwa ayahnya yang seorang ateis tetap dicintai Tuhan; atau siapakah yang bisa melupakan foto ikoniknya, ia memberikan berkat Urbi et Orbi pada Maret 2020 tanpa seorang pun hadir di sana karena Covid-19. Paus Fransiskus menginspirasi saya dengan keberaniannya. Tanpa takut, ia menghadapi isu-isu kontroversial dan tabu bagi Gereja sebelumnya, misalnya kasus pelecehan oleh klerus dan kesulitan Gereja memahami dan menyambut LGBTQ+. Bagi seseorang dari generasi saya, ini bukanlah masalah yang bisa disembunyikan. Sungguh menggembirakan melihat Paus mulai membahasnya. Ia lebih

bedah buku cafe puna
Pelayanan Spiritualitas

BELAJAR DISKRESI IGNASIAN BERSAMA CAFÉ PUNA

Minggu, 1 September 2019, Unit Skolastikat Pulo Nangka, Kolese Hermanum, Jakarta, bersama dengan umat Wilayah VIII Gereja St. Bonaventura, Paroki Pulomas, Jakarta, menggelar acara Bedah Buku Trilogi Diskresi Ignasian. Acara yang diselenggarakan di Aula Paroki Pulomas ini merupakan kelanjutan dari launching buku Trilogi Diskresi Ignasian yang sebelumnya pernah diadakan dalam sarasehan rutin unit Pulo Nangka, yakni Café Puna. Acara ini diawali oleh sambutan dari tiga romo, yakni Rm. Ignatius Prasetyo H. Wicaksono, Pr., selaku perwakilan dari Paroki Pulo Mas; Rm. Antonius Sudiarja, SJ, selaku perwakilan dari Kolese Hermanum; dan Rm. Frans Sutanto, Pr., selaku Direktur Penerbit OBOR. Dalam sambutannya, ketiga romo mengungkapkan rasa syukur bagaimana buku ini mampu menjadi sarana untuk mendalami spiritualitas bagi banyak orang. Secara khusus, Romo Tanto menceritakan perjalanan buku Trilogi Diskresi Ignasian ini dari awal proses pencetakan hingga sekarang menjadi salah satu buku bestseller dan diminati hingga luar Pulau Jawa. “Ini menunjukkan bagaimana umat kita sebenarnya haus akan kemendalaman rohani,” ungkap Rm. Tanto. Beliau juga menambahkan bahwa buku Trilogi Diskresi Ignasian akan naik ke cetakan kedua, mengingat banyaknya permintaan dari berbagai daerah. Bedah buku yang dimoderatori oleh Fr. Ishak Jacues Cavin, SJ ini mengundang dua pembicara yang mumpuni dalam bidang spiritualitas, yakni Rm. Leo Agung Sardi, SJ dan Rm. T. Kripurwana Cahyadi, SJ. Dalam sesi pertama, Rm. Krispurwana, SJ menekankan betapa pentingnya budaya berdiskresi dewasa ini. Diskresi diperlukan agar orang tidak terjebak dalam jawaban yang maunya serba pasti, tertutup dan lekat pada hal-hal yang tidak teratur. “Oleh karena itu, kita perlu berdiskresi agar mampu terus-menerus menegaskan kehendak Allah sehingga cara bertindak kita tidak ditentukan oleh rasa lekat.” Terkait hal tersebut, Rm. Krispurwana menganjurkan agar kita memiliki sikap waspada pada segala yang tampak baik dan saleh karena “musuh” dapat berwajah bak malaikat. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya pengenalan diri dalam proses berdiskresi. “Semakin kita mengenali diri, apalagi semakin tahu bagaimana Tuhan mengenali diri-diri, semakin kita terbantu mengenali pola dan cara godaan.” Dalam sesi selanjutnya, Rm. Sardi menunjukkan betapa pentingnya hidup yang senantiasa didiskresikan. Diskresi yang terus dikembangkan dalam hidup mampu membawa seseorang tumbuh dalam kedalaman dan kesetiaan kepada Tuhan dan kehendak-Nya. Dalam usaha menghidupi diskresi tersebut, Ignatius menawarkan dua Pedoman Pembedaan Roh dalam Latihan Rohani. Menurut Rm. Sardi, Pedoman Pertama cocok digunakan untuk membantu orang yang sedang merenungkan dosa-dosa dan belas kasih Allah di Minggu Pertama Latihan Rohani. Sementara itu, Pedoman Kedua lebih mengajak kita untuk lebih cermat mengenali dan membedakan antara penghiburan rohani dan godaan rohani. “Pembedaan Roh Kedua menghadapkan kita pada roh buruk yang berlaku seperti roh baik dengan memberi konsolasi sehingga kita perlu menyikapinya dengan perhatian yang besar dan dengan lebih hati-hati dan teliti. Hanya di dalam Minggu Kedua dan selanjutnya musuh jahat akan mencobai kita dengan menampilkan diri sebagai yang baik melalui konsolasi rohani.” Acara bedah buku ini dihadiri 277 peserta yang berasal dari berbagai macam paroki dan kelompok spiritualitas seperti MAGIS Jakarta, School by Sprit (SBS) Jakarta, dan KOMJAK Jakarta. Para peserta sangat antusias dan mengapresiasi kehadiran trilogi buku ini. Mereka merasa buku ini mampu membantu mereka untuk semakin mendalami diskresi dan mempraktikkannya dalam hidup sehari-hari. Café Puna dan Trilogi Diskresi Ignasian Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, acara Bedah Buku Trilogi Diskresi Ignasian merupakan kelanjutan dari acara Café Puna. Café Puna sendiri merupakan acara semesteran Unit Skolastikat Pulo Nangka, Jakarta. Selama 11 tahun terakhir ini, acara tersebut sudah berlangsung. Kegiatan ini menjadi usaha nyata penuh kesetiaan dari para frater dan romo di Unit Pulo Nangka untuk memperkenalkan dan membagikan spiritualitas Ignasian kepada umat di lingkungan sekitar. Melalui dukungan umat sekitar pula, Café Puna akhirnya mampu menerbitkan buku Trilogi Diskresi Ignasian. Buku ini merupakan kumpulan makalah-makalah yang sejak 23 Mei 2008 didiskusikan bersama dalam Café Puna. Adapun Trilogi ini terdiri dari; 1) Buku Roh Tuhan Ada Padaku (2019) yang disadur dari buku The Discernment of Spirits : An Ignatian Guide for Everyday Living (2005); 2) Buku Awas! Si Jahat Berwajah Malaikat (2019) yang disadur dari buku Spiritual Consolation An Ignatian Guide for the Greater Discernment of Spirits (2007); dan 3) Buku Berdoa Examen Ignasian (2019) yang disadur dari buku The Examen Prayer (2006). Ketiga buku yang disadur ditulis oleh Rm. Timothy M. Gallagher, O.M.V. Melalui buku Trilogi Diskresi Ignasian, para skolastik Pulo Nangka berharap agar banyak orang semakin mengenal, mendalami, serta menularkan spiritualitas Ignasian dan Latihan Rohani dalam hidup mereka. Roberthus Kalis Jati Irawan, SJ