Sekitar lima bulan yang lalu sudah terdengar desas-desus bahwa Paus Fransiskus akan melakukan kunjungan apostolik ke Indonesia. Berbagai sukacita mulai terasa dan setiap orang menyambut kabar ini dengan harapan bisa berjumpa dengan beliau. Beberapa Gereja dan lembaga Katolik mulai melakukan berbagai kegiatan dan persiapan untuk menyambut kunjungan ini. Majalah Utusan dan Rohani membuat sayembara surat untuk Paus Fransiskus. Beberapa gereja membuat secara khusus penanda kunjungan ini, misalnya papan hitung mundur peristiwa ini. Paroki-paroki sibuk menyeleksi dan mengundi siapakah yang akan turut hadir dalam misa bersama Paus Fransiskus di GBK. Kuotanya sangat terbatas, sementara yang ingin ikut banyak. Banyak merchandise mulai dibuat dan dijual. Beberapa buku mengenai Paus Fransiskus bermunculan. Ada terbitan baru. Ada terbitan lama. Hal ini masih diikuti dengan berbagai forum diskusi dan dialog mengenai sepak terjang Paus Fransiskus. Tak mau kalah, banyak akun media sosial katolik mulai memberitakan dan mengisi postingan mereka dengan peristiwa-peristiwa seputar Paus Fransiskus. Sukacita. Itulah yang pada umumnya dirasakan.
Secara khusus bagi kami, Jesuit Indonesia, mendapat kabar yang sangat menggembirakan. Di sela-sela kunjungan apostolik Paus tersebut, akan ada pertemuan khusus antara Paus dengan kami, saudara-saudaranya se-Serikat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hampir dalam setiap kunjungan apostoliknya, Paus selalu mengadakan pertemuan dengan para Jesuit di tempat itu. Pater Provinsial meminta beberapa dari kami untuk mengatur kelancaran pertemuan itu di bawah komando Pater Gandi Hartono sejak akhir Mei 2024. Panitia kecil dibantu dengan beberapa alumni kolese mengatur segala hal yang diperlukan. Meskipun hanya pertemuan antar Jesuit, akan tetapi banyak hal yang harus disiapkan dengan baik. Pertemuan ini tidak bisa diadakan seenak dan sesuka kami. Kami diajak terus menyadari bahwa Paus Fransiskus adalah tamu negara sehingga protokol pengamanannya pun ketat. Selain itu, karena pertemuan berlangsung di Kedutaan Vatikan maka kami pun harus menghormati dan mengikuti tata cara yang ada di sana. Semua harus diatur sedemikian rupa agar rapi, aman, dan nyaman. Data pribadi peserta pertemuan ini harus dilaporkan kepada tim pengamanan sebulan sebelum acara berlangsung. Hanya dua ratus orang saja yang bisa hadir untuk pertemuan tersebut. Tak kalah dari antusiasme umat katolik Indonesia, banyak Jesuit yang ingin hadir. Sayangnya tidak semua bisa hadir. Beruntunglah para Jesuit muda di Provindo karena kelompok ini mendapat prioritas. Dan, ternyata inilah yang menggembirakan dan menyentuh hati Paus Fransiskus karena banyak orang muda, ada hidup, ada gairah, ada harapan, dan ada masa depan.
Proses screening dan verifikasi berujung pada sukacita. Semua peserta mendapatkan ID card untuk pertemuan tersebut dan undangan spesial. Nama setiap peserta tertulis dalam balutan kaligrafi yang sangat indah. “Bapa Suci Paus Fransiskus, dalam rangka Kunjungan Apostoliknya ke Indonesia, dengan senang hati menyambut ….(nama lengkap peserta)…. dalam acara Pertemuan Pribadi dengan para Anggota Serikat Yesus ….”

Kolaborasi dengan banyak pihak
Menjadi bagian dari kepanitian kunjungan apostolik Bapa Suci adalah rahmat perutusan tersendiri. Dalam kepanitiaan besar kami juga lebih mengenal banyak pribadi religius dan awam yang secara total menyiapkan kunjungan ini. Kebanggaan di balik seluruh perjuangan menjadi panitia menjadi aura gerak perutusan ini. Dengan tema Faith, Fraternity, and Compassion secara tidak langsung seluruh panitia diajak untuk berproses mewujudkan iman dalam pelayanan ini. Bagaimana tidak? Awalnya berat muncul keraguan, ketidakpastian, dan perbedaan pendapat, ide, serta gagasan akan kehadiran Bapa Suci. Faktor kesehatan dan tuntutan operasional menjadi tantangannya. Namun lewat keyakinan, perjumpaan, dan komunikasi rutin nan efektif seluruh keraguan itu berubah menjadi keyakinan akan kepastian.
Dalam proses menyiapkan pertemuan khusus Jesuit dengan Bapa Suci, kami juga diajak untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan dengan banyak institusi (Paspampres, Kepolisian, Nuncio, KWI, Kepanitiaan Inti, dll). Dalam pertemuan itu seringkali dibutuhkan ide-ide, yang meski sederhana, bisa diwujudkan dengan tetap mengakomodasi kepentingan para pemangku kepentingan (Negara, Vatikan, dan KWI). Maka dalam kepanitiaan ini, kami juga secara tidak langsung “dituntut” untuk berbagi metode Ignasian dalam mengambil keputusan. Diskresi dalam menghadapi pilihan-pilihan yang solutif untuk penyatuan gagasan sangat dibutuhkan. Cara-cara seperti inilah yang menjadi kekuatan kepanitiaan di bawah kepemimpinan Bapak Ignasius Jonan yang menurut kami, mungkin, banyak diinspirasi oleh St. Ignatius Loyola.
Sebagai Jesuit, bersama Pater Provinsial kami lebih mengikuti gerak dinamika yang ada, sesekali tetap memberikan gagasan untuk menemukan jawaban dari seluruh tegangan yang terjadi. Seringkali kami lebih mendengarkan lalu memberi masukan lewat kontak pribadi-pribadi para koordinator sehingga lebih efektif. Seperti yang dikatakan oleh Pak Jonan bahwa kehadiran Jesuit dalam kepanitiaan memberi gambaran perutusan yang tetap pada fokus, jelas arah tujuan, dan sederhana dalam menjawab tegangan.

Action day
Proses persiapan terus berlangsung. Pater Gandi mewajibkan seluruh peserta pertemuan ini untuk menyiapkan diri, termasuk menyiapkan pakaian yang pantas. Setiap peserta diminta untuk mengenakan kemeja collar atau jubah. Tampaknya semua peserta nurut. Beberapa frater dan imam tertangkap bergegas membeli kemeja roman collar dan celana panjang formal. Di hari H, semua terlihat sangat rapi dan elegan. “Kapan lagi kita bisa berkumpul sebanyak ini dengan pakaian rapi? Kita harus mengabadikan peristiwa ini dengan foto bersama.” Begitu celoteh panitia sebelum mempersiapkan keberangkatan ke Kedutaan Vatikan.
Kendaraan sudah diatur dengan rapi. Penumpang sudah dibagi dengan jelas. Tanpa tas dan perlengkapan lain, kami semua bergegas. Hanya undangan, tanda pengenal, dan kartu identitas yang bisa meloloskan kami dari screening jajaran petugas.
Kurang lebih satu jam dialog terjadi. Tidak jarang kami tertawa lepas tetapi juga hanyut dalam keheningan khidmat yang teresonansi dari kata, gagasan, dan perasaan Paus. Jangan pernah tinggalkan doa, berani keluar dari zona nyaman (berinkulturasi, masuk ke dalam budaya lain), dan terus mengembangkan kemampuan diskresi adalah tiga pesan kuat yang merangkum pertemuan itu. Semua peserta pertemuan pulang dengan senyum lebar dan hati penuh. Pribadi Paus Fransiskus me-recharge energi dan inspirasi pelayanan kami, para Jesuit, ke depannya.
Film The Two Popes merupakan sebuah film yang dirilis pada tahun 2019 dan menampilkan kisah hidup Paus Fransiskus. Banyak sisi manusiawi, Kardinal Bergoglio (Paus Fransiskus) yang terkisahkan dengan menarik. Ada kerapuhan manusiawi, pertobatan (perubahan), dan pengalaman mendengarkan kehendak Allah. Pribadi Paus yang kami jumpai pada pertemuan keluarga ini adalah pribadi yang, dalam bahasa film The Two Popes, menjadi perwakilan Allah di dunia. Menjadi orang yang bisa menyalurkan bisikan Allah kepada manusia dan sekaligus menjadi pribadi yang sangat manusiawi. Berkali-kali kami bisa menangkap kepedulian besar Paus Fransiskus bagi siapapun, khususnya yang lemah, kecil, miskin, tersingkir, menderita, dan dikucilkan. Kami rasa, banyak umat dan masyarakat yang merasakan hal ini juga dalam kunjungan apostolik ini. Mimpi Gereja yang sinodal pun terus diwujudkan. Pertama-tama tampak dalam kemauan untuk bersedia merangkul setiap orang yang dijumpai. Bukan hanya merangkul, tetapi Paus Fransiskus juga membagikan sukacita dalam perjumpaan itu.

Melalui kunjungan apostolik ini, tampak jelas bahwa Paus Fransiskus terus mengajak kita semua untuk bergerak bersama mewujudkan Kerajaan Allah yang nyata di dunia. Paus Fransiskus tidak hanya berseru-seru tetapi tak henti-hentinya memberikan teladan bahkan jika harus keluar dari zona nyaman. Ia yang membasuh kaki narapidana, menyapa para pengungsi, dan orang difabel, menyapa orang sederhana dari berbagai usia dan budaya. Dengan kata lain, Paus ingin kita terus mengusahakan diri menjadi pelayan kasih dan sukacita Allah bagi sesama. Semoga teladan dan cinta yang telah diberikan Paus Fransiskus menjadi api semangat untuk terus mampu melayani Allah dan sesama dengan sukacita.
AMDG.
Kontributor: Panitia Pertemuan Paus Fransiskus dan Jesuit