capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

A Moment of Joy, Humor, Tears, and Laughter

Date

Kunjungan Bapa Suci Paus Fransiskus menyentuh hati banyak orang lintas generasi, suku, dan bahkan agama. Sosoknya yang sederhana menginspirasi dan menyentuh banyak orang. Pilihan-pilihan atas fasilitas yang tersedia memperlihatkan bahwa ia adalah sosok yang hidup dalam kesederhanaan. Ia berusaha agar dekat dengan semua orang, khususnya anak kecil, orang muda, dan juga mereka yang berkebutuhan khusus. Dalam beberapa momen, Bapa Suci berkelakar, memperlihatkan bahwa ia adalah sosok yang ramah. Sederhana, rendah hati, dan humoris, itulah tiga keutamaan yang saya pelajari dari kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.

 

Pada Mulanya

tambah satu agenda resmi: menyambut Paus Fransiskus di Jakarta. Tanggal menyusul.” Begitu isi chat saya dengan Fr. Popo pada tanggal 26 Februari 2024. Saat itu, saya dan Fr. Benic sedang mempersiapkan proses kepulangan ke Indonesia dari Chuuk, Micronesia. Sebagai bagian proses dari persiapan, saya cukup intens berkomunikasi dengan Fr. Popo mengenai hal-hal yang perlu kami siapkan untuk masuk ke formasi teologi. Saat pesan itu datang, saya sedang mempersiapkan misa di Kapel Xavier High School. Seekor burung Myzomela merah nemplok di altar kapel yang menghadap ke Laguna Chuuk. Kabar mengenai kedatangan Bapa Suci membuat saya antusias. Saya berharap agar nantinya bisa mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Bapa Suci.

 

Singkat cerita, saya pulang ke Indonesia, mengunjungi beberapa komunitas Jesuit di Jakarta dan Yogyakarta, mengunjungi keluarga di Solo Baru, dan akhirnya bergabung ke komunitas Kolsani. Pembicaraan mengenai kedatangan Bapa Suci di Internos pun perlahan mulai didengungkan. Pater Provinsial lalu memberi detail informasi pertemuan pribadi antara Bapa Suci dengan para Jesuit. Setelah setiap komunitas mendapatkan kuota pertemuan tersebut, Pater Kuntoro Adi, sebagai Rektor komunitas, menyebarkan Google Form untuk mendaftar. Saya lalu mengisi form tersebut dan puji Tuhan saya masuk daftar pertemuan pribadi dengan Bapa Suci Paus Fransiskus.

 

Paus Fransiskus dalam pertemuan pribadi dengan anggota Jesuit Indonesia. Dokumentasi : X/antoniospadaro

Momen Kegembiraan Bersama

Pada Rabu, 4 September 2024, hampir 200 Jesuit di Indonesia berkumpul di Lobi Gedung Ignasius, Kolese Kanisius. Sejumlah frater filosofan menyambut di meja registrasi. Fr. Kefas setia melayani para Jesuit yang ingin minum secangkir kopi. Pater Gandi, Ketua Panitia, nampak sibuk wira-wiri memastikan segalanya berjalan sesuai rencana. Aneka snack dan sarapan tersedia di beberapa meja. Mereka yang baru datang lantas bersalaman dan bercakap-cakap ringan.

 

Sebagian besar dari Jesuit yang hadir mengenakan setelan roman kolar dan bersepatu pantofel hitam. Pada saat sesi foto bersama sebelum berangkat ke Nunciatura, Pater Angga berkelakar bahwa baru pertama kali ini Jesuit Indonesia foto bersama dengan setelan yang rapi dan necis. Suasana yang terbangun di Lobi Ignasius pada saat itu sangat menggembirakan. Saya melihat bahwa semua Jesuit yang hadir merasa antusias untuk mengikuti pertemuan pribadi dengan Bapa Suci Paus Fransiskus.

 

Sesampainya di Nunciatura, para Jesuit duduk sesuai kategori yang sudah ditentukan oleh panitia. Lagi-lagi dalam hal ini Jesuit masih bisa rapi, kata seorang frater filosofan. Ruang pertemuan riuh rendah dengan percakapan para Jesuit. Saya duduk di barisan skolastik muda bersama Frs. Barry dan Kefas. Kami turut bercakap-cakap mengenai antusiasme dan sukacita dalam pertemuan keluarga ini.

 

Suasana berubah menjadi sedikit lebih hening ketika Bapa Suci tiba di Nunciatura. Berulangkali para skolastik menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Bapa Suci sudah memasuki ruangan. Kami sempat terperanjat saat seseorang berjubah putih memasuki ruangan. Oh, ternyata itu Pater James Spillane. Beberapa saat kemudian, pintu utama terbuka. Seorang dengan jubah putih memasuki ruangan dengan kursi roda. Bapa Suci? Oh ternyata itu Pater James Bharataputra. Suasana semakin menegangkan.

 

Beberapa saat kemudian, Bapa Suci masuk melalui pintu utara ruang pertemuan. Saya dan Fr. Barry yang duduk bersebelahan saling berbisik, “Pausnya datang.” Perawakannya sederhana. Ia mengenakan jubah putih, sama seperti di foto-foto yang biasanya saya dapatkan di Google. Para panitia berdiri berjejer menyambut Bapa Suci. Ketika lewat, beberapa skolastik seperti Frs. Agung dan Arnold memanfaatkan kesempatan untuk salaman dengan Bapa Suci. Tepuk tangan panjang pun pecah. Ah, akhirnya kami bisa melihat Bapa Suci secara langsung.

 

Saya lalu bertanya-tanya, bagaimana pertemuan ini akan dimulai. Saya pribadi merasa canggung. Pater Provinsial, dalam pengarahan pertemuan, sudah mengatakan bahwa semua rancangan acara yang beliau siapkan bisa berubah seluruhnya tergantung kersanipun (Jw: kehendak) Bapa Suci. Ternyata memang berubah, walau tidak semua. Bapa Suci berkata bahwa waktu kita tidak banyak, maka ia langsung membuka sesi tanya jawab.

 

Frater Tebe bersalaman dengan Paus Fransiskus. Dokumentasi : © Vatican Media

 

Pertemuan berlangsung dalam suasana kekeluargaan yang hangat. Bapa Suci melontarkan satu-dua anekdot yang membuat para Jesuit terbahak. Pertemuan yang singkat, padat, dan hangat itu diakhiri dengan momen bersalaman satu per satu dengan Bapa Suci. Terima kasih Pater Provinsial karena menyampaikan permintaan ini dengan sangat jelas dan diterima oleh Bapa Suci dengan senang hati, malah sempat berkelakar takut kalau tangannya digigit oleh mereka yang bersalaman.

 

Selepas bersalaman dengan Bapa Suci dan mendapatkan kotak merah yang berisi rosario, kami keluar teratur dari kompleks Nunciatura. Terlukis rona sukacita di wajah para Jesuit. Satu per satu masuk ke dalam bus yang sudah tiba di depan Nunciatura. Dalam perjalanan menuju Kanisius, saya bisa merasakan betapa gembiranya kami bisa mengikuti pertemuan keluarga dengan Bapa Suci. Salah seorang skolastik dengan berkelakar berkata bahwa berkat yang kita terima dari Bapa Suci sama dengan misa satu minggu, jadi setelah pertemuan tidak perlu misa satu minggu. Bus yang saya tumpangi dipenuhi dengan sukacita. Tangan saya masih menggenggam kuat kotak merah dari Bapa Suci dan surat undangan dari panitia. Fr. Arnold berkata bahwa ia akan memberikan rosario itu kepada ibunya. “Iya, supaya lebih berdaya guna”, sahut seorang frater yang lain. Kami pun kembali ke Kolese Kanisius, melakukan santap siang, foto-foto di lapangan Kanisius, dan satu per satu pulang.

 

Para Skolastik Jesuit berswafoto bersama setelah pertemuan dengan Paus Fransiskus. Dokumentasi: Pribadi

 

Tiga Keutamaan Paus Fransiskus 

Pertemuan keluarga itu memang singkat, tapi sukacita yang saya rasakan sungguh berahmat. Rombongan Kolsani tidak bisa berlama-lama di Jakarta karena kami harus segera kembali ke Yogyakarta. Dalam perjalanan pulang ke Kolsani, saya melihat sejumlah pemberitaan mengenai Bapa Suci di media sosial. Harian Kompas, story Instagram, status Whatsapp, FYP TikTok, dan trending Twitter Indonesia menyajikan pemberitaan dan berbagai cuplikan video Bapa Suci di Jakarta.

 

Hal yang membuat saya tersentuh adalah cerita-cerita kecil perjumpaan umat dengan Bapa Suci di jalan. Sebagai contoh, ada seorang ibu yang sedang menggendong anaknya. Saat mobilnya melintas, Bapa Suci menepi untuk memberi berkat pada sang anak dan memberinya rosario kecil. Sontak sang ibu terharu dan tak kuasa menahan tangis. Sang anak terus bertanya mengenai isi kantong yang diberikan oleh Bapa Suci. Tentu sang ibu belepotan menjawab karena begitu terharunya. Saya ikut mbrambangi menonton cuplikan video tersebut.

 

Sembari melihat berita yang lain, saya merenungkan tiga keutamaan yang mencolok dari Bapa Suci selama kunjungan di Indonesia: sederhana, rendah hati, dan humoris.

 

Selama kunjungan di Indonesia, Paus Fransiskus selalu membuka kaca jendela mobil untuk menyapa masyarakat. Dokumentasi : Indonesia Papal Visit Committee

 

Sederhana. Pesawat komersil ITA Airways, mobil hybrid Innova Zenix, jam tangan yang diduga Casio, dan pilihan tempat istirahat di Nunciatura menjadi narasi yang disorot oleh media massa dan menginspirasi banyak orang. Betapa tidak, seorang pemimpin negara tentu bisa mendapatkan pilihan fasilitas premium, tapi Bapa Suci tidak memilihnya. Kesederhanaan itu bisa kita rasakan, tanpa dibuat-buat. Kesederhanannya autentik.

 

Rendah Hati. Selain seorang ibu yang menggendong anaknya, masih ada banyak cerita kecil perjumpaan Bapa Suci dengan orang-orang. Saya sangat tersentuh melihat momen Bapa Suci bertemu dengan para penerima manfaat organisasi amal di Gedung KWI. Di akhir pertemuan, Bapa Suci menghampiri satu per satu mereka yang hadir. Dalam momen tersebut, ada salah seorang anak muda yang menangis, merengkuh di pelukan Bapa Suci. Cerita-cerita semacam ini memperlihatkan bahwa Bapa Suci adalah seorang yang ramah dan rendah hati. Ia dekat dengan semua orang, bersalaman dengan siapapun, dan tidak membedakan.

 

Humoris. Dalam pidato-pidatonya, Bapa Suci beberapa kali melontarkan anekdot atau kalimat yang menggelitik dan mengundang tawa. Salah satu line yang mengundang tawa adalah Pidato Bapa Suci di Istana Negara. Bapa Suci menyebut bahwa Indonesia memiliki penduduk dengan rata-rata usia yang muda. Ada keluarga yang memiliki tiga, empat, dan lima anak. Baginya, ini merupakan kabar baik karena di tempat lain ada keluarga yang lebih memilih “memelihara hewan” daripada memiliki anak.

 

Tiga keutamaan di atas rasanya bukan terjadi di Indonesia saja. Itu terjadi di mana-mana. Bapa Suci sejak dahulu sudah memeluk tiga keutamaan tersebut. Ia sederhana: selalu memilih kemiskinan daripada kekayaan. Ia rendah hati: selalu memberi tempat bagi mereka yang tersingkirkan. Ia humoris: selalu membawa suasana kekeluargaan pada orang yang menemuinya. Pertanyaan saya: “Kok bisa? Bagaimana caranya?”

 

Manusia Latihan Rohani

Enam tahun yang lalu, Pater Jenderal Arturo Sosa berkenan berkunjung ke Indonesia. Saat itu saya masih novis secundi. Kami para novis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pertemuan di Yogyakarta. Dalam perjalanan, saya berada satu mobil dengan Pater Nano dan beberapa frater. Pater Nano berkata, “Saya tidak bisa membayangkan, kualitas personal macam apa sehingga seseorang bisa menjadi Jenderal.”

 

Paus Fransiskus foto bersama dengan para pemuda dari Scholas Occurantes di Youth Center Graha Pemuda Senayan. Dokumentasi : Indonesia Papal Visit Committee/Raditya Helabumi

 

Pertanyaan yang serupa lalu saya munculkan ketika merenungkan kunjungan Bapa Suci ke Indonesia. Kualitas personal macam apa sehingga seseorang bisa menjadi Paus? Tentu jawaban atas pertanyaan ini bukan untuk menjadi Paus, tetapi untuk memeluk keutamaan yang Paus Fransiskus miliki. Jawaban yang saya temukan sederhana. Bapa Suci adalah seseorang yang dibentuk dan diubah oleh Latihan Rohani. 

 

Dialah manusia Latihan Rohani yang dibentuk dan diubah melalui repetisi berdoa setiap hari. Dialah seseorang yang belajar menghidupi kerendahan hati ketiga. Dialah seorang “raja” yang selalu memilih panji Kristus, sang Raja Abadi. Dialah seseorang yang memilih menjadi “orang golongan ketiga”: berhasrat dan berkehendak untuk melepaskan kelekatan tak teratur demi kemuliaan Allah. Dalam rekoleksi komunitas di Kolsani pada 6-7 September, kami sama-sama tersentuh dan kagum dengan semangat serta kharisma yang dibawa oleh Bapa Suci. Pater Kun (Kuntoro Adi), secara khusus bertanya-tanya, apa booster Bapa Suci sehingga dalam keterbatasan fisiknya, ia masih kuat dan semangat melayani Gereja.

 

Permenungan kami sampai pada kesadaran bahwa gestur, tindak-tanduk, karakter, dan keutamaan Bapa Suci bukanlah hal yang sekali jadi. Semuanya itu adalah buah dari konsistensi atas pilihan-pilihan hidupnya. Dalam bahasa Latihan Rohani, Bapa Suci setia setiap hari menjalankan dan menghidupi diskresi atau pembedaan roh. Bapa Suci konsisten menghidupi apa yang selama ini ia katakan. Dialah sabda hidup yang Tuhan anugerahkan untuk Gereja dan dunia saat ini.

 

Dalam Misa Akbar bersama lebih dari 80.000 umat di Gelora Bung Karno pada 5 September 2024, Bapa Suci berkata bahwa ada dua sikap penting untuk menjadi murid Yesus, yaitu mendengarkan Sabda Tuhan dan menghidupinya. Tanpa mendengarkan, kita tidak bisa membuka ruang bagi Tuhan untuk mengubah hati. Tanpa menghidupinya, kita akan menjadi seperti burung beo, yang tidak paham apa yang kita dengarkan dan ungkapkan. Bapa Suci, melalui hidupnya, telah memberi teladan untuk berani memilih, mendengarkan, dan menghidupi Sabda Tuhan. 

 

Paus Fransiskus sebelum masuk ke pesawat untuk melanjutkan perjalanan ke Papua Nugini. Dokumentasi : Indonesia Papal Visit Committee/Danu Kusworo

 

A Moment of Joy, Humor, Tears, and Laughter

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi momen sukacita, humor, penuh haru dan tawa. Ada banyak cerita-cerita kecil perjumpaan Bapa Suci dengan orang-orang di beberapa pertemuan dan di jalan. Banyak orang dengan berbagai macam latar belakang rela berdiri berjejer di bawah teriknya matahari untuk melihat langsung pemimpin tertinggi Gereja Katolik mengunjungi tanah air tercinta. Kenangan atas kunjungan Bapa Suci ini adalah milik kita bersama. Sukacita, haru, dan tawa dari kunjungan Bapa Suci juga milik kita bersama.

 

Antusiasme masyarakat begitu besar, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga lintas agama. Jesuit Insight (Instagram @jesuitinsight) dengan sangat baik merefleksikan bahwa besarnya antusiasme masyarakat disebabkan karena kita merindukan sosok pemimpin yang sederhana dan dekat dengan masyarakat. Saya bersyukur bisa berjumpa dengan Bapa Suci. Lebih penting lagi, saya bersyukur bisa belajar banyak dari kunjungannya ke Indonesia.

 

Kontributor:  S Tomas Becket Pramudita, S.J. 

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *