capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Di Indonesia, Paus Fransiskus Disambut oleh Pengungsi dan JRS Indonesia

Date

Paus Fransiskus terus menunjukkan kepeduliannya yang mendalam terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan terabaikan saat tiba di Indonesia pada Selasa, 3 September 2024. Saat tiba di Jakarta, Paus disambut hangat oleh anak-anak yatim, orang sakit, tunawisma, dan pengungsi di Kedutaan Vatikan (Nunciatura) di Jakarta Pusat. Di tempat itu dan agenda pertamanya, ia menyapa sekitar 40 orang dari komunitas terpinggirkan. Paus menyapa orang-orang di pinggiran eksistensial. Paus selalu memberikan perhatian khusus kepada orang miskin, yang ditelantarkan, pengungsi, dan korban perdagangan manusia.

 

Beberapa bulan sebelumnya, JRS Indonesia mengusulkan kepada Mgr. Piero Pioppo, Nuntius Tahta Suci untuk Indonesia, agar para pengungsi diberi kesempatan untuk bertemu dengan Paus selama kunjungannya. Ide ini diterima dengan baik. Penyambutan di Nunciatura diperluas untuk mencakup tidak hanya pengungsi tetapi juga tunawisma, orang sakit, dan anak-anak yatim. Nuntius menyatakan, “Biarkan yang terakhir menjadi yang pertama,” menekankan pentingnya simbol dari gerakan ini dalam mempromosikan perhatian kepada kelompok-kelompok yang terpinggirkan.

 

Didampingi oleh perwakilan dari JRS Indonesia dan komunitas Sant’Egidio, 20 pengungsi dari Myanmar, Afghanistan, Sudan, Somalia, dan Sri Lanka merasa terhormat menyambut Paus Fransiskus dalam perjalanan apostoliknya yang ke-45. Selama 12 hari, Yang Mulia dijadwalkan mengunjungi Indonesia, Papua Nugini, Timor-Leste, dan Singapura, di mana ia akan bertemu dengan yang paling rentan, pejabat pemerintah, pemimpin agama, dan misionaris, serta terlibat dalam dialog antaragama.

 

Pater Dam, S.J. menyambut Paus Fransiskus di Nunciatura, Jakarta. Dokumentasi : © Vatican Media

 

Hidup di Indonesia bisa sangat sulit bagi pencari suaka dan pengungsi. Tanpa hak untuk bekerja, mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan harus bergantung pada bantuan kemanusiaan dari organisasi seperti UNHCR, IOM, dan organisasi non-pemerintah lain seperti JRS Indonesia. Akses terhadap kebutuhan pokok, perawatan kesehatan, dan pendidikan sangat terbatas, dan integrasi tidak mungkin dilakukan di bawah kebijakan saat ini. Bahkan upaya untuk hidup berdampingan dengan penduduk setempat sambil menunggu pemukiman kembali menghadapi banyak kendala.

 

Beberapa pengungsi mengungkapkan rasa terima kasih dan harapan mereka setelah bertemu dengan Bapa Suci. Feruzul, seorang pengungsi Rohingya, menggambarkan pertemuan dengan Paus Fransiskus sebagai momen berharga dan penuh kehormatan. Ia mengungkapkan antusiasmenya terhadap kunjungan tersebut. Bibi Rahima, seorang pengungsi dari Afghanistan, berterima kasih kepada Paus karena telah menjadi pembela terbaik bagi para pengungsi sambil menekankan perlunya upaya advokasi yang lebih luas dan berkelanjutan. Tariq, seorang pengungsi dari Sudan, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas perhatian Paus terhadap situasi pengungsi global dan mendesaknya untuk mendorong peningkatan peluang pemukiman kembali dari Indonesia. Zakaria, seorang pengungsi dari Somalia, menyoroti pemotongan bantuan dari lembaga internasional baru-baru ini, menekankan bahwa pengungsi di Indonesia kini hidup dalam kondisi yang memprihatinkan dan sangat membutuhkan bantuan.

 

Kontributor: Martinus Dam Febrianto, S.J. – JRS Indonesia

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *