Michael College Ministry (MCM) Surakarta pada Minggu, 15 September 2024 menyelenggarakan kegiatan Bincang Santai Spiritualitas Ignatian: UAP dalam Konteks Formatio Iman Berjenjang dan Berkelanjutan. Ini merupakan rangkaian kegiatan Ignatian Day di Aula Politeknik ATMI Surakarta. Kegiatan ini dihadiri 48 orang, yang terdiri atas para guru agama Katolik dari SMP/SMA/SMK yang dikelola Lembaga Pendidikan Katolik dan para katekis dari paroki-paroki yang berada di Kota Surakarta dan sekitarnya. Hadir pula beberapa kepala sekolah SMA dan SMK dari sekolah yayasan Katolik serta biarawan dan biarawati. Tema yang diangkat dalam kegiatan ini Memupuk Iman dalam Kegalauan Sehari-hari dengan narasumber Pater Albertus Bagus Laksana, S.J. Rektor Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Tahun Peziarahan Harapan
Dewasa ini, salah satu tantangan iman yang dihadapi Gereja adalah hilangnya harapan. Harapan merupakan dasar dalam menjalani hidup. Seorang peziarah yang tanpa harapan sama artinya dengan peziarahan tanpa tujuan. Itulah mengapa harapan begitu penting, terutama bagi kaum muda. Hal inilah yang menjadi dasar Paus Fransiskus menetapkan tahun 2025 sebagai tahun peziarahan harapan.
Banyak orang tua yang hidup sendirian kehilangan harapan akan hari tuanya. Keluarga muda yang harus menanggung beban ekonomi atau menjadi sandwich generation kehilangan harapannya untuk menabung demi masa depan. Anak-anak yang sejak dini sudah terpapar banjir informasi yang tidak bisa dikelola sesuai dengan usianya mengalami keputusasaan dengan situasi saat ini. Para pendidik, pembimbing, guru, dan katekis dipanggil untuk melakukan pendampingan yang sesuai bagi kaum muda agar tidak kehilangan harapan, selaras dengan salah satu tema UAP (Universal Apostolic Preferences) yaitu menemani kaum muda menemukan masa depan yang penuh harapan. Para pendidik, pembimbing, guru, dan katekis diajak mengenal spiritualitas Ignatian untuk mendampingi kaum muda.
“Apakah pendampingan kita cukup kuat untuk memberikan pengharapan bagi anak-anak dan kaum muda?” tanya Pater Bagus Laksana. Ini menjadi pertanyaan reflektif bagi seluruh peserta.
Kasus-kasus terkini
Akhir-akhir ini sering terdengar kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri. Banyak orang menderita, depresi, dan mengalami tekanan. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain tekanan hidup, kematangan otak yang belum tercapai, banjir arus informasi serta faktor biologis, psikologis dan sosial.
Usaha pencegahan dan mengatasi depresi
Remaja sekarang sudah terpapar begitu banyak arus informasi bahkan sejak mereka kecil. Banyaknya arus informasi ini tidak sepadan dengan kematangan otak mereka dalam memproses informasi yang ada. Sedangkan kematangan otak manusia baru terjadi pada usia 25 tahun. Itulah mengapa banyak remaja yang ditemukan mengidap depresi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI 2023) angka tertinggi pengidap depresi terjadi di usia 15-24 tahun. Depresi yang tidak tertangani bisa memicu seseorang untuk melakukan percobaan bunuh diri. Bunuh diri adalah puncak dari masalah kesehatan mental masyarakat dan menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia.
Dalam masyarakat orang yang mengalami depresi atau melakukan percobaan bunuh diri dicap tidak beriman kuat. Lalu, bagaimana dengan formatio iman? Sebagai pendamping orang muda, kita melakukan perjumpaan fisik (hadir secara langsung), memberikan perhatian serta dukungan dan mendengarkan serta memberi ruang bagi mereka. Stop menghakimi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Selain itu juga dengan menaikkan citra diri, perlunya kehadiran orang tua dalam mendampingi dan meningkatkan resiliensi mental.
Membendung banjir arus informasi harus dilakukan di sekolah-sekolah agar anak tidak menerima informasi-informasi palsu dan memberikan tekanan pada otak yang mestinya tidak perlu dipikirkan. Ponsel bisa tidak digunakan ketika kegiatan belajar-mengajar sekolah. Hal ini sudah dilakukan di negara Amerika. Mereka dipaksa untuk tidak memakai ponsel sehingga sekolah menyediakan laptop atau PC untuk pembelajaran.

Apa peran spiritualitas Ignatian?
Spiritualitas Ignatian mengajak pembimbing mendampingi anak muda untuk melakukan latihan rohani sehingga menumbuhkan motivasi melalui pembedaan roh dan juga diskresi. Orang muda diajak untuk tidak memikirkan hal-hal traumatik, kegagalan masa lalu, dan memandang masa depan dengan suram. sebaliknya, mereka diajak untuk memiliki pengharapan.
Dalam menumbuhkan pengharapan, kita bisa dengan mengajak orang muda untuk terlibat dan ikut pelayanan untuk melatih bela rasa, contohnya membantu menjaga lansia. Tak jarang sebagai manusia kita mengalami kebosanan iman dan ini dapat diatasi dengan membangkitkan selera iman. Selera iman adalah mencari cara-cara agar kaum muda bisa bertumbuh dalam iman. Misalnya untuk Ignatian, melakukan perjalanan ziarah dari Puri Loyola sampa Manresa dengan jalan kaki.
Pater Bagus Laksana mengajak peserta untuk menyadari tujuan manusia diciptakan, yakni memuji, menghormati, dan mengabdi Allah dalam Spiritualitas Ignatian. Hal ini juga digunakan dalam mendampingi orang muda yang sedang galau untuk mengingat tujuan utama hidup dan mampu memilih hal mana yang terpenting bagi hidup mereka. Pater Bagus Laksana juga menjelaskan sedikit mengenai pembedaan Roh, desolasi dan konsolasi, dan mengenal roh baik dan roh jahat.
Keterbatasan pembimbing atau pendamping kaum muda
Pada pertemuan ini muncul tanggapan bahwa di “lapangan,” baik itu di sekolah negeri maupun swasta dan juga di paroki, pembimbing yang mendampingi anak dengan spiritualitas Ignatian masih sedikit, bahkan bisa dibilang tidak ada. Pendamping kaum muda itu kebanyakan sukarelawan yang sering kali tidak menerima pembekalan apapun. Menanggapi hal tersebut Pater Bagus Laksana mengungkapkan bahwa spiritualitas Ignatian memang perlu menjadi gerakan dan jaringan yang menyentuh orang dalam hidup sehari-hari. Perlu keterlibatan banyak orang, perlu alokasi sumber daya dari Gereja, dan perlu pendampingan berjenjang. Pelajaran agama di sekolah dilakukan sebagai bagian formatio iman dan pendampingan iman.
Kontributor: F.X. Juli Pramana – YKC Surakarta