capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Tahbisan 8 Imam Jesuit: Anugerah di Hari Raya St. Ignatius Loyola

Date

Alunan lagu “Aku Abdi Tuhan” mengiringi langkah delapan Jesuit muda maju ke depan altar untuk mempersembahkan diri seumur hidup menjadi imam dalam Serikat Jesus. Hari ini – tanggal 31 Juli 2019, tepat pada peringatan Santo Ignatius Loyola, pendiri Serikat Jesus – mereka dengan penuh syukur menyambut rahmat tahbisan suci imamat dari tangan Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Keuskupan Agung Semarang. Dalam homilinya, Monsinyur Ruby menegaskan tiga identitas imam: 1) man of the church; 2) man of evangelization; 3) man of prayer.

Perayaan Ekaristi Tahbisan Imamat ini diadakan di Gereja St. Antonius Padua, Kotabaru, Yogyakarta. Adapun nama kedelapan Jesuit muda yang ditahbiskan adalah:

Agustinus Wahyu Dwi Anggoro, S.J. berasal dari Paroki Adm. St. Maria Fatima, Pelem Dukuh

Benny Beatus Wetty, S.J. berasal dari Paroki St. Paulus, Singaraja

Bernardus Christian Triyudo Prastowo, S.J. berasal dari Paroki St. Perawan Maria Diangkat ke Surga, Dalem

Paulus Prabowo, S.J. berasal dari P St. Leo Agung, Jatibening

Harry Setyanto Sunaryo, S.J. berasal dari Paroki St. Petrus, Denpasar

Fransiskus Kristino Mari Asisi S.J. berasal dari Paroki St. Perawan Maria, Katedral Bogor

Hendricus Satya Wening Pambudi, S.J. berasal dari Paroki St. Yusup, Ambawara

Rafael Mathando Hinganaday, S.J. berasal dari Paroki St. Matias, Cinere

Kedelapan imam baru ini berasal dari latar belakang yang berbeda. Mereka berasal dari lima keuskupan, empat angkatan novisiat, dan dua tempat studi Teologi (Yogyakarta dan Manila). Sekalipun memiliki latar belakang yang berbeda, mereka disatukan dalam rasa syukur dan sukacita yang sama yakni sukacita untuk mewartakan suasana hati mereka yang telah berjumpa dengan Yesus.

Rasa syukur yang meluap-luap itu terangkum dalam tema tahbisan mereka: “Dalam Sukacita Kuwartakan Kasih-Mu.” Setiap dari mereka memiliki pengalaman personal didampingi oleh Yesus yang telah dibangkitkan, layaknya dua murid Emmaus (Luk 24:13-35). Di dalam pendampingan itu, mereka mengalami dua proses transformasi. Pertama, mata mereka dibuka untuk selalu menyadari kasih Allah yang tetap tercurah walaupun setiap dari mereka bergulat dengan kerapuhan masing-masing. Kedua, oleh kesadaran tersebut, hati mereka yang kadang redup dikobarkan kembali untuk terus mengikuti dan mengabdi-Nya sampai akhir. Pengalaman transformasi itulah yang membawa sukacita di dalam hidup panggilan mereka sebagai putra-putra Ignatius.

Sukacita dan rasa syukur juga tampak jelas dalam setiap narasi panggilan mereka masing-masing. Wahyu mengutarakan, “kemenangan adalah milik Tuhan dan biarlah aku dimenangkan oleh-Nya. Jika aku mengabdi-Nya, tentu kemenangan-Nya adalah kemenanganku juga.” Demikian halnya Benny, dia mensyukuri setiap tahap dalam hidupnya yang merupakan proses persemaian benih panggilan, dari yang semula samar-samar sampai akhirnya menjadi sangat benderang. Rasa syukur yang sama juga dialami Yudo. Di sepanjang lekuk terjal perjalanan ini, ia disapa secara personal dan ditemani untuk menemukan makna dalam setiap titian panggilannya. Bagi Harry sendiri, dengan menjadi Jesuit dia menemukan makna dan mengalami sukacita itu sendiri. Dan baginya, definisi hidup dalam sukacita adalah hidup yang berakar pada keyakinan akan Tuhan yang selalu menyertai. Itu pulalah yang diyakini Paul. Lika liku perjalanan panggilan yang ditapaki membuatnya sadar bahwa seseorang akan mampu tumbuh dan berbuah baik jika ia berakar pada cinta Tuhan sendiri. Senada dengan itu, Hendric yang telah mengalami dikasihi Allah memohon untuk dimasukkan dalam lingkaran sahabat-sahabat Kristus supaya semakin bisa mewartakan kasih-Nya bagi orang lain sebagai seorang imam. Semangat yang sama juga dialami Dodo. Semakin dekat mengikuti Yesus, semakin dia menjumpai banyak keterbatasan diri. Namun justru dalam keterbatasan itulah dia ingin memberikan diri bagi orang lain. Tino pun mengalami hal serupa. Sekalipun panggilan Tuhan membawanya ke tapal batas, namun di sana imannya justru ditumbuhkan dan dikuatkan.

Lukisan yang tertera pada cover teks Misa Tahbisan berjudul “Emmaus” karya Sieger Koder, kiranya sangat tepat menggambarkan dinamika light dan shadow dari jalan kemuridan yang diperjuangkan oleh jesuit-jesuit muda ini. Di hari tahbisan ini, mereka mengenangkan kembali jejak kehadiran Yesus yang mendampingi dan setiap rahmat transformatif-Nya, yang terjadi dalam pengalaman light dan shadow itu. Mereka bersukacita karenanya. Mereka pun berharap supaya sukacita yang sama dapat mengobarkan hati orang yang menerima pewartaan mereka melalui aneka tugas perutusan yang akan mereka jalankan.

Pater Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, P. Sunu Hardiyanta, S.J. memberikan tugas perutusan kepada masing-masing imam baru ini.

Rm. Wahyu diutus untuk berkarya sebagai Pamong Kolese Kanisius, Jakarta.

Rm. Benny diutus untuk berkarya sebagai Romo Rekan di Paroki St. Perawan Maria Ratu, Blok Q, Jakarta.

Rm. Yudo diutus untuk berkarya sebagai Romo Rekan di Paroki St. Perawan Maria Diangkat ke Surga, Katedral Jakarta.

Rm. Tino diutus untuk berkarya sebagai Romo Rekan di Paroki St. Antonius Purbayan.

Rm. Harry diutus untuk berkarya di Kolese Le Cocq D’Armandville, Nabire.

Rm. Hendric diutus untuk berkarya sebagai Socius Magister Novisiat St. Stanislaus Girisonta.

Rm. Paul diutus untuk berkarya sebagai Pamong Seminari Menengah Petrus Kanisius, Mertoyudan.

Rm. Dodo diutus untuk berkarya di ATMI Surakarta.

Perayaan Ekaristi Tahbisan Imam Serikat Jesus 2019 yang dihadiri sekitar 2000 umat ini, termasuk para Jesuit, diakhiri dengan penerimaan berkat perdana dari para imam baru. Lagu Mars Ignatius Loyola (Marcha de San Ignacio de Loyola) berkumandang seraya menutup Ekaristi Tahbisan ini. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah di kompleks Kolese Santo Ignatius. Proficiat kepada para imam baru, masa depan Serikat Jesus.

Bonifasius Melkyor Pando, SJ

More
articles

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *