capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Menjadi man of the church; man of evangelization; dan man of prayer.

Date

Homili Mgr. Robertus Rubiyatmoko dalam Tahbisan Imam Serikat Jesus

Apaka mereka berkobar-kobar penuh sukacita? Kita semua berbangga karena hari ini ada delapan Diakon kita yang akan menerima tahbisan imamat. Kalau saya memperhatikan bacaan yang dipilih oleh delapan diakon ini. Mereka ternyata memiliki pengalaman seperti dua murid emaus, mereka berkobar-kobar setelah bertemu Yesus, mereka berlari dan menjumpai kesebelas murid dan mereka bercerita penuh semangat mengenai pengalaman perjumpaan mereka.

Pengalaman ini membuat mereka memilih tema yaitu dalam sukacita, ku wartakan kasih-Mu. Kita bisa membayangkan ada orang berkobar-kobar kemudian lari karena perjumpaan. Sukacita mereka, para diakon ini sudah saya tantang ketika mereka beraudiensi dengan saya pada tanggal 25 juli lalu. Suasananya perlu sukacita dan kegembiraan. Menjadi sangat penting kembali bagi seorang imam untuk menjadi pewarta kabar sukacita karena kita diajak untuk menerima dan kreatif dalam segala bentuk kerasulan dengan penuh sukacita.

Apa yang menjadi jati diri seorang imam? Sebenarnya mereka baru saja mengungkapkannya dengan pernyataan kesanggupan menjadi seorang imam. Ada tiga di sana, yaitu menjadi imam berarti selalu terbuka dan peka terhadap bimbingan Roh Kudus dalam Gereja, pada pembesar Gereja dan penggantinya, untuk mempersatukan kehendak Allah dengan Gereja yaitu lewat kerjasama antar para Uskup dan imamnya. Inilah jati diri yang pertama dan ini bisa kita sebut sebagai man of the church, man of the community. Mereka adalah insan gerejawi yaitu insan yang membawa kesatuan Gereja.

Maka menjadi sangat penting sekali bagi para imam untuk sungguh-sungguh menyadari fungsinya sebagai insan gerejawi yang senantiasa memiliki tanggung jawab untuk mempersatukan Gereja, membawa persatuan kepada iman, dan itu ditunjukkan dengan ketaatan kepada pemimpin. Dalam terang Roh Kudus, kita diajak mencari kehendak Allah, yaitu sungguh-sungguh bekerja melayani Gereja Allah, menjadi paguyuban umat beriman di mana Allah menjadi inti atau pokok dari paguyuban tersebut. Maka menjadi wajar bagi para imam, dengan ketekunannya dan dengan ketulusan hatinya, mengatakan semua tindakanku hanya untuk Allah.

Yang kedua, menjadi imam berarti dengan pengurapan Roh Kudus menjadi pelayan dan saksi kabar gembira kepada segala makhluk, membantu sesama menemukan dan mengikuti Kristus, berjalan bersama dengan kaum miskin dan mereka yang terbuang karena ketidakadilan, merawat bumi rumah kita bersama, menemani kaum muda dalam menciptakan masa depan yang penuh harapan, serta dengan setia merayakan penebusan Allah dalam perjamuan Ekaristi. Maksud yang kedua ini adalah menjadi man of evangelization, manusia hidup untuk mewartakan kabar gembira. Dengan demikian, bagaimana kita mewartakan sukacita kasih Tuhan. Kita diajak menjadi pewarta kabar gembira dalam Yesus Kristus bagi seluruh umat dengan penuh sukacita. Menjadi sangat penting bagi seorang imam untuk memperhatikan hal-hal ini khususnya karena kita harus menjadi pewarta kabar sukacita. Maka ini semua akan mengambil bentuknya dalam segala macam kerasulan yang harus diterima dengan penuh sukacita, kegembiraan dan semangat.

Yang ketiga, menjadi imam berarti selalu membarui diri dengan semangat bertobat dan bertobat agar kita bisa mengalami transformasi dan kemudian membuka pintu pembaharuan agar perubahan tidak hanya ada ketika kita retret atau rekoleksi atau bimbingan rohani melainkan perubahan yang selalu kita buat demi pembaharuan agar kita semakin sempurna dihadapan Tuhan. Kita selalu mengupayakan kesatuan dengan Kristus agar imamat kita semakin penuh. Seorang imam adalah man of prayer, manusia pendoa atau manusia rohani. Kesatuan seorang imam dengan Kristus menjadi sumber utama untuk seluruh pelayanannya, baik yang berkaitan dengan hal rohani maupun kerasulan dengan umat bahkan dalam kehidupan berkomunitas. Kesatuan dengan Kristus menjadi sumber kekuatan untuk menjalankan imamat karena tanpa itu semuanya akan rontok dan runtuh. Maka akan menjadi inti panggilan kita untuk selalu berjerih payah dengan Kristus dalam hidup kita sehari-hari. Dengan inilah kita bisa menjalankan tugas perutusan untuk evangelisasi, tugas kepemimpinan atau kegembalaan. Tanpa relasi dekat dengan Kristus akan menjadi sangat rapuh dan keropos.

Melihat situasi seperti ini, ada pertanyaan untuk para Diakon, apakah Anda Siap? Karena dengan keras Anda menjawab, “Dengan bantuan Roh Kudus, kami bersedia.”

Ini cocok sekali dengan refleksi Diakon Harry, yaitu “Dengan menjadi Jesuit saya menemukan makna dan mengalami sukacita. Hidup dalam sukacita bukan berarti hidup yang selalu penuh senyum dan tawa, bukan pula hidup yang didasarkan pada kenyamanan dan kemudahan. Hidup dalam sukacita adalah hidup yang berakar pada keyakinan bahwa Tuhan selalu menyertai.

Jawaban “Dengan bantuan Roh Kudus, kami bersedia” mengungkapkan keyakinan sekaligus harapan bahwa semuanya ini hanya terjadi dalam kesatuan dengan Allah, Tritunggal mahakudus. Keyakinan bahwa Allah akan mendampingi apapun yang terjadi ketika kita berani bersimpuh dihadapan Allah. Seperti yang dikatakan Paus juga bahwa “Sukacita Kristiani selayaknya bukan karena hal-hal yang bersifat duniawi melainkan muncul dari dalam, dari kesatuan kita, iman kita kepada Kristus. Kalau itu yang ada maka tanggung jawab kita menjalankan tugas perutusan, pasti akan tetap ada sukacita.

Inilah jati diri seorang imam yaitu kita menjadi manusia yang bersatu dalam Kristus dan kita dikuatkan untuk menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita. Marilah kita mohon rahmat Tuhan agar kedelapan Diakon ini dicurahi Roh Kudus untuk menghidupi panggilan sebagai seorang imam.

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *