Pilgrims of Christ’s Mission

karya pendidikan jesuit

Karya Pendidikan

Menjemput Kebajikan ke Benua Hijau

Suhu di bawah 20 derajat Celcius dengan cuaca yang berangin di Saint Ignatius’ College, Riverview, Sydney, Australia tidak mengurangi kehangatan yang kami rasakan melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Jesuit Conference of Asia Pacific Education pada 8-11 Oktober 2024 lalu. Pelatihan tersebut bertujuan tidak hanya agar setiap peserta yang datang dari berbagai negara Asia Pasifik mendapatkan pemahaman terkait dengan Ignatian Leadership namun juga agar setiap peserta dapat membagikan pengalamannya di sekolah masing-masing sehingga hubungan persaudaraan menjadi terjalin. Pelatihan ini mengundang peserta yang merupakan guru maupun karyawan sekolah Jesuit dari berbagai negara Asia Pasifik, seperti; Australia sebagai tuan rumah, Timor Leste, Cina, Filipina, Malaysia, Jepang, Micronesia, dan Kamboja. Ada tiga topik yang didalami dalam pertemuan ini, yaitu; Authentic and Trust dengan fasilitator Jennie Hickey dari Australia, Communal Discernment bersama Pater Non dan tim (Jepang), dan Collaboration bersama Pater Jboy dari Filipina.   Pribadi Otentik yang Siap menjadi Bagian dari Komunitas yang Saling Percaya Sebagai pemimpin dalam suatu komunitas, terkadang komunitas tersebut memandang kita sebatas sebagai pemimpin saja, tidak lebih sebagai diri sendiri. Namun, kita kembali diteguhkan bahwa hal tersebut dimulai dari dalam diri yang juga mengenal diri sendiri dengan baik karena bagaimana kita bisa mengharapkan orang lain mengenal kita apabila kita sendiri belum mengetahui siapa diri kita sendiri. Examen conscientiae adalah salah satu cara yang dapat dilakukan secara individu untuk mengenali diri sendiri; apa yang dialami dan dirasakan; apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan. Tentunya, examen conscientiae dimulai dengan mengucap syukur kepada Tuhan sebagai wujud nyata bahwa kita mempercayai kehadiran Tuhan dalam setiap pengalaman dan perasaan kita.   Sebagai manusia, kita memiliki berbagai macam keterbatasan. Bahkan, terkadang kita cenderung menarik diri dari Tuhan apabila ada hal yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan kita. Namun, kita kembali diingatkan bahwa kita harus senantiasa melihat segala sesuatu menggunakan mata Tuhan agar terbebas dari ego diri sebagai manusia. Terkadang manusia menggunakan mantra ‘it is okay to be a human.’ Namun, sering kali, hal tersebut dijadikan pembenaran saat memikirkan atau melakukan suatu hal yang tidak seturut dengan Citra Allah. Namun, sebagai manusia yang serupa dengan Citra Allah, kita harus sadar sepenuhnya bahwa Tuhan senantiasa mendorong diri kita ke arah kemajuan dan peningkatan dengan memberikan tantangan berupa kondisi dan situasi yang terkadang tidak nyaman untuk kita.   Menjadi pemimpin yang otentik juga berarti siap ketika ada yang membenci dan bahkan menghakimi. Hal yang wajar terjadi di dalam suatu komunitas. Namun, yang terpenting adalah diri sendiri yang sudah mengenal dan menerima dengan segala kekurangan dan kelemahan yang dimiliki. Selanjutnya, adalah benar hal yang dipikirkan, dilakukan, atau diputuskan sebagai pemimpin selama hal tersebut bukan semata-mata untuk memuliakan diri sendiri melainkan Allah. Apabila kita sudah menjadi pribadi yang autentik, maka kita akan siap bergabung ke dalam suatu komunitas agar dapat saling merayakan pribadi yang autentik satu sama lain untuk bertumbuh dan berkembang bersama dengan rasa percaya dalam suatu komunitas. Sehingga, kita juga siap untuk selalu menggeser dari ‘saya’ sebagai seorang individu kepada ‘kita’ sebagai seorang yang merupakan bagian dari suatu komunitas.     Pribadi yang Mau Mendengarkan: Upaya Menciptakan Kolaborasi  Dalam topik Communal Discernment, kami diberikan dua kesempatan untuk mempraktekkannya dengan topik dan kelompok yang berbeda. Dari kedua dinamika yang terjadi, kami menyadari bahwa kunci dasar dari Communal Discernment adalah komunikasi yang sehat secara dua arah. Saat melakukannya pun, kita harus berfokus bukan kepada tujuan pribadi untuk memuliakan diri sendiri tetapi untuk memuliakan Allah. Fokus kita adalah kepada Tuhan yang selalu hadir baik melalui fisik maupun emosi, spiritual maupun sosial agar kita dapat menjadi Kerajaan Allah dalam rupa manusia. Kepemimpinan bukan merupakan hal yang dilakukan berdasarkan jabatan dari atas ke bawah karena pada dasarnya kita berada di tempat yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Maka dari itu, apapun bagian yang kita ambil dari suatu komunitas, hendaklah kita memiliki sikap rendah hati untuk senantiasa mau mendengarkan sepenuh hati agar terjalin kolaborasi yang harmonis untuk mencapai tujuan bersama.   Saya merasa sangat bersyukur. Sebagai guru muda, saya sadar bahwa peziarahan hidup saya dalam menghidupi peran ini masih panjang. Banyak hal yang masih perlu saya pelajari. Saya banyak belajar dari orang-orang hebat selama pelatihan ini. Walaupun mereka memiliki peran penting di sekolah masing-masing, tidak hanya sebagai guru namun juga sebagai direktur dari bidang tertentu dan bahkan Kepala Sekolah, namun mereka tetap bersikap rendah hati untuk terus belajar. Hal ini mengingatkan saya akan salah satu sikap Yesus yang dengan rendah hati juga senantiasa memiliki kemauan belajar dari murid-murid-Nya sendiri.   Kontributor: Theresia Rianika Septianingtyas – SMA Kolese Gonzaga

Karya Pendidikan

“Dengan Ketekunan, Kita Tumbuh Bersama”

Pada 25 Oktober 2024 lalu, sebanyak 478 orang yang terdiri dari para guru, tamu undangan, dan siswa-siswi menyaksikan momen istimewa Peresmian Gedung di Kolese Le Cocq d’Armandville. Tidak hanya peresmian gedung baru, acara ini juga digelar sebagai puncak Ajang Kreativitas Adhi Luhur (AKAL). AKAL adalah sebuah kegiatan rutin dua tahunan yang bertujuan untuk menyalurkan bakat serta kreativitas para siswa Kolese Jesuit di ujung timur Indonesia ini.   “Dengan Ketekunan, Kita Tumbuh Bersama” menjadi tema Peresmian Gedung dan acara AKAL kali ini. Tema ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kerja keras yang menjadi fondasi kesuksesan bersama. Ketekunan ini terpancar dalam berbagai aspek acara, mulai dari penari kolosal yang giat berlatih, hingga panitia yang mempersiapkan segala hal sejak sebulan terakhir.     Tamu Istimewa AKAL kali ini dihadiri sejumlah tamu istimewa, di antaranya Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, perwakilan Perkumpulan Alumni Kolese Jesuit (PAKJ), Pejabat Daerah, Anggota MRP (Majelis Rakyat Papua), Perwakilan PSW YPPK (Pengurus Sekolah Wilayah Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik), dan Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil Provinsi Papua Tengah.   Acara dibuka dengan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater Provinsial, kemudian dilanjutkan dengan pemberkatan gedung baru. Setelah pemberkatan gedung, dilaksanakan pemotongan pita sebagai penanda peresmian gedung ini oleh Pater Provinsial, Rektor Kolese Le Cocq, Perwakilan Pemerintah Provinsi, dan juga Pak Matheus, Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua.   Ketua Panitia AKAL, Elvin Sampary Giyai, dalam sambutannya, menjelaskan makna tema “Dengan Ketekunan Kita Tumbuh Bersama.” Prosesi dilanjutkan dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Tanah Papua. Tampil pula pertunjukan spesial, mulai dari monolog dari Stifani Semboor dan instrumen solo oleh Rika Rinanti Radja serta tari kolosal.     Karya Bersama Sambutan-sambutan penting juga disampaikan oleh beberapa pihak. Dalam sambutannya, Rektor Kolese Le Cocq sekaligus Badan Pengurus YPPK, Pater Johanes Sudrijanta, S.J., menceritakan proses jatuh bangun pembangunan gedung induk yang hampir memakan waktu dua tahun lebih.   Di balik pembangunan paling megah di Nabire ini, Pater Sudri menyampaikan bahwa ada sosok penting penyumbang ide, gagasan, bahkan materi, yakni Pak Frans. Beliau merupakan seorang arsitek yang dulu pernah bersekolah di Kolese Loyola. Berkatnya, anggaran pembangunan yang diperkirakan mencapai 15 miliar bisa dipangkas menjadi 11 miliar tanpa mengurangi kualitas dan fungsinya.     Ketika diwawancarai, Pak Frans menyampaikan bahwa gedung ini dirancang dengan menerapkan ilmu fisika bangunan untuk mempertahankan kualitas dan keamanan sehingga tahan gempa. Mengingat Nabire adalah wilayah gempa yang membuat tidak ada bangunan yang lebih dari dua lantai di gerbang Cendrawasih ini. Pak Frans menambahkan, “Dinding bangunan luar ini dirancang memakai solid glass block agar mengurangi resiko, namun fungsi kaca tersebut diambil alih oleh lubang-lubang kecil sebagai ventilasi untuk tetap menjaga kualitas udara.”     Harapan Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, menyampaikan bahwa bangunan yang baru ini kiranya menjadi semangat dan gairah baru bagi keluarga besar Kolese Le Cocq sehingga mampu menghadirkan pelayanan pendidikan yang bermutu di Papua secara umum dan Papua Tengah secara khusus. Bangunan yang sedemikian megah dan kokoh ini diharapkan mampu digunakan semaksimal mungkin dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam segala bidang.   Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua Tengah, Ibu Rita Dessy Fauziah Ananda, S.T. selaku perwakilan Pj. Gubernur Papua Tengah dalam sambutannya menyampaikan bahwa peresmian Gedung Induk ini menjadi bukti keseriusan Kolese Le Cocq sebagai salah satu sekolah Katolik terbaik di Papua untuk ikut memberikan akses pendidikan yang bermutu bagi putra-putri Papua.   Bu Dessy mengapresiasi aneka usaha dan kerja keras para Jesuit dan tenaga pengajar di Kolese Le Cocq yang terus berusaha menghadirkan pendidikan yang berkualitas di kota ini. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan selalu mendukung berbagai usaha dan niat baik para pengelola dan pelaksana sekolah ini, baik dalam bentuk dukungan moril dan materil sehingga semakin berkembang dan menghasilkan lulusan bermutu.     Tari Kolosal Acara puncak Peresmian Gedung Induk dan AKAL 2024 ditutup dengan tari kolosal. Sekitar 95 penari menyajikan enam tarian berbeda. Pertama, tarian Hati Su Tatinggal di Papua. Ini menggambarkan betapa indahnya keberagaman yang ada di Nabire dan juga ucapan syukur atas keindahan tanah leluhur mulai dari pegunungan sampai pesisir pantai. Kedua, Orsa Modao. Ini merupakan suatu lagu yang berasal dari Napan yang berarti “Hari yang Baik”. Ketiga adalah Waita, melalui prosesi bakar batu dalam tarian ini, kita menghaturkan ucapan syukur atas damai. Keempat, tari Kecak Sanghyang Dedari, di mana tarian ini terinspirasi dari kisah pertemuan antara Hanoman dan Arjuna. Melalui tarian ini, kita berharap bahwa dengan selalu melibatkan Tuhan terutama dalam acara ini, gedung baru Kolese Le Cocq di Papua ini menjadi gedung yang kokoh dan kuat serta bermanfaat baik.   Yang kelima, tarian Pangkur Sagu, menggambarkan kegiatan masyarakat Papua ketika bersiap memanen Sagu. Tarian ini menggambarkan niat para siswa untuk datang dan memasuki dunia pendidikan untuk menemukan sumber penghidupan. Terakhir, tarian Pergaulan Wi Sisi. Tarian ini dibawakan secara massal di wilayah pegunungan dan berasal dari suku Dani. Tarian ini adalah suatu ungkapan harapan agar rasa syukur dan niat mengumpulkan bekal masa depan bagi generasi muda dapat menular bagi semua orang.   Bertumbuh Bersama Pada akhirnya, acara ini kiranya mampu menjadi gairah baru bagi seluruh keluarga besar Kolese Le Cocq d’Armandville. Aneka ketekunan, kerja keras, dan pengorbanan semua pihak, termasuk panitia, para penari, dan para pendukung, kiranya membuat setiap pribadi di dalamnya bertumbuh.   Kontributor: Tim Dokumentasi AKAL 2024

Karya Pendidikan

Kemah Budaya Wujudkan Budaya Baik

Pendidikan Pramuka adalah salah satu proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup dan akhlak mulia sesuai dengan Tri Satya dan Dasa Dharma. Hal tersebut senada dengan Misi Yayasan Kanisius yaitu menyelenggarakan pendidikan yang unggul agar peserta didik berkembang menjadi pribadi yang pancasilais, cerdas, dan berkarakter.   Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta dalam rangkaian kegiatan HUT ke-106 tahun mengadakan kegiatan Jambore Penggalang Kanisius di Bumi Perkemahan Prambanan. Kegiatan ini dilaksanakan pada 16-18 Oktober 2024 dan diikuti oleh 1.008 peserta dari seluruh sekolah Kanisius di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepanitiaan Jambore Penggalang ini melibatkan 102 pembina dari semua sekolah tersebut. Sekolah Kanisius di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi dalam 6 KSK (Komunitas Sekolah Kanisius), yaitu Kulon Progo, Sleman Barat, Sleman Timur, Kota Yogyakarta, Bantul, dan Gunungkidul.     Jambore Penggalang Kanisius tahun ini bertajuk Kemah Budaya. Hal tersebut yang melatarbelakangi terpilihnya Bumi Perkemahan Candi Prambanan sebagai tempat diadakannya acara. Adik-adik penggalang dikenalkan berbagai peninggalan bersejarah yang ada di komplek Candi Prambanan dengan melakukan jelajah candi. Selain itu, mereka juga diajak untuk menyaksikan Sendratari Ramayana sebagai salah satu peninggalan budaya Indonesia. Lebih luas lagi, pengenalan kebudayaan nasional dilakukan melalui kegiatan Defile Nusantara yang diperankan oleh adik-adik dari 6 KSK tersebut. Pembagian wilayah Defile Nusantara sebagai berikut:  KSK Kulon Progo mengusung budaya Sulawesi KSK Sleman Barat mengusung budaya Bali KSK Kota Yogyakarta mengusung budaya Papua KSK Bantul mengusung budaya Kalimantan KSK Sleman Timur mengusung budaya Sumatera KSK Gunung Kidul mengusung budaya DIY   Pada saat defile adik-adik penggalang masing-masing KSK menampilkan berbagai pertunjukan kesenian daerah sesuai dengan pembagian yang sudah diberikan. Tari-tarian dan nyanyian daerah menyemarakkan Defile Nusantara siang itu.     Jambore Penggalang Kanisius tahun ini juga mengusung kearifan lokal Yogyakarta melalui kegiatan wisata kuliner tradisional khas Yogyakarta, seperti peyek belut, jadah tempe, slondok, madu mangsa, manggleng, marning, dan sebagainya.   Rangkaian kegiatan Jambore Penggalang Kanisius ini diawali dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater J. Heru Hendarto, S.J. sebagai selebran utama dengan konselebran PP Aria Dewanto, S.J., Thomas Surya Awangga, S.J., Azismardopo Subroto, S.J., Rm. Herman Yoseph SS, Pr, dan Rm. AR. Yudono Suwondo, Pr. Setelah perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan upacara pembukaan.   Kepala Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta Ibu Nur Sukapti, S.Pd. melakukan pemukulan gong yang diikuti dua kali tepuk pramuka oleh seluruh peserta menjadi tanda dibukanya kegiatan. Upacara pembukaan diakhiri dengan laporan persiapan pelaksanaan kegiatan Jambore Penggalang Kanisius oleh Kak Yanuar Setyarso dan Kak Kensi Jati Hananingrum selaku Ketua 1 dan 2.   Jambore Penggalang Kanisius kali ini mengusung tema “Penggalang Kanisius Tak Gentar” : Penggalang Kanisius Terlibat Aktif, Generasi Tangguh, dan Reflektif. Dengan tema tersebut, adik-adik penggalang Kanisius diharapkan semakin terlibat aktif, tangguh, dan reflektif dalam menghadapi tantangan zaman saat ini. Perkemahan ini dikemas dengan dinamika kampung, di mana setiap kampung dipimpin oleh lurah dan carik. Dalam dinamika kampung ini dilakukan banyak kegiatan yang diharapkan dapat menumbuhkan karakter tangguh, pantang menyerah, tidak rapuh, dan selalu gembira. Selain itu, adik-adik penggalang dilatih menjadi Generasi Reflektif sebagai salah satu penguatan nilai dasar Kanisius (Kedisiplinan, Keunggulan, Kepedulian, Kejujuran, dan Kemerdekaan). Dalam kegiatan perkemahan Jambore Penggalang Kanisius ini, adik-adik diajak untuk berefleksi dan merumuskan aksi sebagai tindak lanjutnya. Harapannya, kegiatan refleksi dan aksi ini menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.     Dalam Jambore Penggalang Kanisius para pembina pendamping menemani adik-adik penggalang untuk berpetualang selama tiga hari dua malam. Kakak-kakak pembina memfasilitasi adik-adik dalam bekerja sama dan peduli terhadap teman serta lingkungan. Kepedulian lingkungan diwujudkan dengan menjaga kebersihan dan kerapian tenda serta pemilahan sampah di kampung masing-masing. Selain itu, adik-adik penggalang juga diajak bergembira melalui fun game dan dinamika keterampilan kepramukaan.   Kegiatan Jambore Penggalang Kanisius ini juga memperhatikan keamanan dan keselamatan bagi para peserta kemah maupun pembina pendamping (Budaya Aman). Panitia bekerja sama dengan Rumah Sakit Panti Rini dalam rangka mengantisipasi keadaan darurat yang dapat terjadi selama kegiatan. Selain itu, tim P3K dari kepanitiaan juga siap memberikan pertolongan pertama sesuai prosedur keselamatan. Budaya aman juga diciptakan dengan membedakan lokasi tenda putra dan putri. Untuk tenda putra di kampung Tangguh dan Aktif sedangkan tenda putri di kampung Reflektif dan Integritas.   Jambore Penggalang 106 tahun Kanisius ini diharapkan menjadi fondasi yang kuat dalam membentuk pribadi yang cerdas dan berkarakter. Pembelajaran-pembelajaran baik dalam kegiatan ini, harapannya, dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga, sekolah, gereja, maupun masyarakat. Semua dinamika ini juga menjadi usaha dalam mengimplementasikan UAP (Universal Apostolic Preferences) pokok menemani kaum muda menciptakan masa depan yang penuh harapan dan bekerjasama dalam merawat bumi rumah kita bersama.   Kontributor: Panitia Jambore Penggalang Yayasan Kanisius

Karya Pendidikan

Kemerdekaan di Puncak Merbabu

Sebuah Refleksi Diri untuk Negeri Merbabu, Sang Penjaga Langit Jawa Tengah, adalah salah satu anugerah terindah dari Tuhan yang diberikan pada negeri ini. Keindahan alamnya yang menakjubkan membuat kami semakin mencintai Indonesia. Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-79, organisasi pecinta alam SMK Mikael Surakarta atau biasa disebut PASTELLO (Pecinta Alam STM Mikael Solo) mengajak siswa SMK Mikael untuk bersama-sama memperingati hari kemerdekaan Indonesia di Puncak Merbabu. Dengan semangat kemerdekaan, kami berencana untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Gunung Merbabu. Kami mulai merencanakan kegiatan ini sejak 2 minggu sebelum pendakian. Banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari pemilihan perlengkapan yang tepat hingga aklimatisasi. Dengan persiapan yang matang, pendakian akan menjadi lebih aman dan menyenangkan.   Jumat, 16 Agustus 2024, pukul 14.30 WIB, 11 siswa SMK Mikael dan 3 guru pendamping mulai berangkat menuju salah satu basecamp di kaki Gunung Merbabu. Gunung Merbabu memiliki beberapa pilihan jalur pendakian dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Kami memilih jalur Wekas karena kuota pendakian untuk jalur lain sudah penuh. Jalur Wekas merupakan jalur pendakian tersulit di Gunung Merbabu. Meski begitu, hal itu tidak membuat semangat kami goyah. Kami malah semakin termotivasi dan bersemangat untuk menjalani misi kami.   Setelah makan malam di basecamp, sekitar pukul 18.00, kami memulai pendakian. Pada pendakian ini, kami berencana membangun tenda di pos 2 dan beristirahat sejenak di sana. Agar pendakian lebih efisien, kami membentuk dua tim pendaki. Tim 1 bertugas sebagai porter yang membawa tenda dan berangkat lebih dulu. Dengan begitu, tim 1 akan sampai lebih cepat dan dapat mendirikan tenda terlebih dahulu. Tim 2 bertugas membawa logistik dan peralatan masak. Sepanjang perjalanan pendakian, kami saling membantu satu sama lain. Kami telah berkomitmen untuk saling menjaga dan tidak meninggalkan teman di belakang. Sebagai siswa Kolese Mikael, kami sangat memegang teguh nilai komitmen yang merupakan bagian dari core values SMK Mikael. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, terjal, dan menantang, kami bersyukur karena seluruh anggota tim berhasil mencapai Pos 2. Kami beristirahat di pos ini selama sekitar lima jam.   Sabtu, 17 Agustus 2024, sekitar pukul 04.30, suara burung berkicau mulai menyambut pagi di Pos 2. Petualangan baru pun dimulai. Setelah bersiap, kami pun melanjutkan pendakian menuju puncak. Tantangan demi tantangan kami hadapi, seperti jalur yang sangat terjal, cuaca yang tak menentu, dan kelelahan fisik. Namun, setiap kesulitan yang kami hadapi mengajarkan kami untuk semakin gigih, sabar, dan membangun kerja sama tim. Meski kami seringkali merasa lelah dan pegal, kami tidak pernah berpikir untuk menyerah. Bagi kami, pendakian ini merupakan sebuah perjalanan spiritual untuk menemukan kedamaian dan keharmonisan dengan alam. Dengan penuh semangat, kami terus mendaki menuju puncak sembari menikmati keindahan alam yang disuguhkan oleh Tuhan. Setiap langkah yang kami tapaki membawa kami lebih dekat dengan awan. Pemandangan matahari terbit adalah hadiah terindah yang tak terlupakan. Kabut yang menyelimuti lembah, hamparan sabana yang luas, dan mata air yang segar, semuanya menyatu menjadi sebuah lukisan alam yang sempurna.     Dengan napas tersengal-sengal, kami akhirnya mencapai puncak Merbabu. Kami pun langsung membentangkan bendera kebangsaan Indonesia, Merah Putih. Tak lupa kami juga membentangkan bendera CTE atau bendera SMK St. Mikael Surakarta. Lelah dan keringat yang bercucuran terbayar lunas saat bendera berkibar gagah di atas awan. Pemandangan sinar matahari yang menyinari Sang Saka Merah Putih dan bersanding dengan bendera CTE adalah momen yang tak terlupakan. Ini adalah persembahan kami untuk para pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan. Mendaki Gunung Merbabu adalah sebuah perjalanan spiritual yang mengingatkan kami pada perjuangan para pahlawan. Jalur pendakian yang terjal dan cuaca yang tak menentu mengajarkan kami arti kegigihan dan pantang menyerah. Sama seperti para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan, kami juga harus terus berjuang untuk mencapai tujuan hidup kami. Merbabu mengajarkan kami arti perjuangan.   Misi kami untuk mengibarkan bendera Merah Putih dan bendera CTE di puncak Gunung Merbabu telah tercapai. Namun sayangnya, kami tidak dapat mengikuti upacara bendera peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-79 bersama para pendaki lainnya karena adanya miskomunikasi. Kami pun memutuskan untuk kembali ke Pos 2 dan melaksanakan upacara di sana.   Di tengah keindahan alam merbabu, kami merenungkan arti kemerdekaan dan nilai-nilai apa yang kami dapat selama pendakian. Kemerdekaan dalam konteks pendakian bukan hanya sekedar mencapai puncak, tetapi juga tentang proses perjalanan. Setiap langkah pendakian adalah sebuah tantangan. Menaklukkan setiap tanjakan, melewati medan yang sulit, dan menghadapi cuaca ekstrem adalah simbol perjuangan untuk mencapai tujuan. Dalam sebuah kelompok pendakian, pasti ada perbedaan karakter dan kemampuan. Mampu menghargai perbedaan adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Mendaki gunung adalah upaya melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari, dari zona nyaman, dan dari segala keterbatasan yang mengikat. Ini adalah bentuk kebebasan untuk mengeksplorasi diri dan potensi yang lebih besar. Dalam kesunyian alam pegunungan, kami memiliki banyak waktu untuk merenung dan memahami diri secara lebih dalam. Ini adalah kesempatan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, serta menggali potensi yang selama ini terpendam. Nilai-nilai dan semangat kemerdekaan yang kami rasakan saat mendaki gunung dapat kami terapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai tujuan yang lebih besar. MERDEKA!   Kontributor: Raditya Dhamar Alfikri – PASTELLO SMK St. Mikael Surakarta

Karya Pendidikan

Perayaan Ekaristi Pembukaan Tahun Ajaran 2024/2025 dan Pelantikan Kepala Sekolah

Kamis, 25 Juli 2024 bertempat di SD Kanisius Serengan, yang sekarang ini menempati gedung SMP Kanisius 2 Surakarta di Jalan Honggowongso No. 7 Surakarta, berlangsung Perayaan Ekaristi Pembukaan Tahun Ajaran 2024/2025 Yayasan Kanisius Cabang Surakarta. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pater Joseph M.M.T. Situmorang, S.J. sebagai selebran utama didampingi Pater Clemens Budiarta S.J., (Vikaris Parokial Paroki Purbayan) dan Romo Maternus Minarto, Pr (Pastor Kepala Paroki Aloysius Mojosongo sekaligus Ketua Komisi Pendidikan Kevikepan Surakarta). Perayaan Ekaristi dibuka dengan lagu “Dengan Gembira Bersama Melangkah” yang dinyanyikan siswa-siswi SD Kanisius Serengan Surakarta diiringi musik angklung siswa-siswi TK Kanisius Serengan Surakarta.   Hadir dalam perayaan Ekaristi ini seluruh guru, karyawan, siswa-siswi SD Kanisius Serengan, para kepala sekolah di Yayasan Kanisius Cabang Surakarta, orangtua murid, komite sekolah, dan pemerhati Kanisius. Perayaan Ekaristi juga dilaksanakan secara live streaming.   Setelah perayaan Ekaristi ada penyerahan Surat Keputusan penetapan kepala sekolah dan pelantikan delapan kepala sekolah baru di lingkungan Yayasan Kanisius Cabang Surakarta. Dilanjutkan dengan pentas karya seni siswa-siswi berupa tarian, gerak lagu, dan penyajian musik angklung dari SD Kanisius Serengan serta penampilan band siswa SMP Kanisius 1 Surakarta.   Pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Kanisius Dalam homilinya, Pater Joseph mengambil renungan dari bacaan Injil bahwa Yesus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. “Pelayanan pendidikan sekolah-sekolah yang didirikan Kanisius bertujuan sebagai tempat melakukan pendidikan karakter dan mengusahakan kebaikan bersama. Dan juga memastikan para tenaga pendidik, guru dan staf karyawan memiliki semangat pelayanan agar hasil pendidikan yang baik dapat diterima, dinikmati, dan dialami oleh para peserta didik. Para peserta didik didampingi dan dibantu untuk bertumbuh menjadi orang-orang yang berkarakter melayani dan berguna untuk orang lain. Para peserta didik diharapkan memiliki pengetahuan dan punya hati. Bisa merasakan hal-hal yang ada di sekelilingnya dengan baik,” kata Pater Joseph.   Lebih lanjut Pater Joseph menyampaikan bahwa pendidikan Kanisius selalu mengarah pada pengolahan hati dan bukan hanya mengolah akal budi. Membentuk hati yang tergerak oleh belas kasih seperti teladan Sang Guru. Hati yang punya passion terhadap orang lain dan lingkungan di mana mereka tinggal, punya empati yang bisa merasakan, dan turut bergerak menanggapi hal-hal yang ada di sekelilingnya “Tujuan yang ketiga pendidikan Kanisius adalah mengajak peserta didik menjadi orang-orang yang memiliki kehendak baik. Harapannya peserta didik yang memiliki banyak pengetahuan, hatinya merasakan dan peduli dengan orang lain, perilaku dan gerak-geriknya serta kehendaknya menggerakkan untuk berbuat baik. Tidak hanya berhenti pada otak, tetapi turun ke hati dan tangannya digerakkan oleh kehendak yang baik, berbuat kebaikan dalam kebersamaan melayani,” kata Pater Joseph.   Pelantikan Kepala Sekolah Mengawali tahun ajaran baru, Yayasan Kanisius melantik delapan kepala sekolah baru. Pelantikan dilakukan oleh Kepala Yayasan Kanisius Cabang Surakarta, Pater Joseph MMT Situmorang, S.J. dengan penyerahan Surat Keputusan sebagai kepala sekolah. Dalam pelantikan ini kepala sekolah mengucapkan sumpah jabatan sebagai kepala sekolah. Adapun yang menerima Surat Keputusan sebagai kepala sekolah yaitu: Ibu Sophya Yunitasari, S.Pd. (TK Kanisius Serengan), Ibu Yosephin Dian Dwi Martanti, S.Pd. (TK Kanisius Mlese), Ibu Yuliana Suwantini, S.Pd. (TK Kanisius Delanggu), Ibu Eri Retno Apsari, S.Pd. (TK Kanisius Sidowayah), Ibu Lilik Hartini, S.Pd. (TK Kanisius Purbayan), Bapak Albertus Deny Kristiawan, S.Pd. (SD Kanisius Mlese), Ibu Gabriella Elsa, S.Pd., (SD Kanisius Delanggu), dan Ibu Perdana Wulan Sari, S.Pd. (SD Kanisius Pucangsawit).   Lebih senang belajar di sekolah yang baru Sementara itu, para siswa SD Kanisius Serengan Surakarta yang pindah tempat belajar, awalnya berada di jalan Veteran Surakarta ke jalan Honggowongso, mengatakan bahwa mereka lebih senang karena sekolahnya lebih luas, bersih, dan nyaman untuk belajar.   Kontributor: FX Juli Pramana – YKC Surakarta

Karya Pendidikan

Audiensi dengan Paus Fransiskus dalam Building Bridge Across Asia Pacific

Kamis, 20 Juni 2024, Maria Anita, mahasiswa Magister Psikologi USD dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta) berkesempatan mewakili Indonesia untuk melakukan audiensi dengan Paus Fransiskus dalam program Building Bridges Across Asia Pacific. Program yang diinisiasi oleh Loyola University Chicago ini mempertemukan Paus Fransiskus dengan para mahasiswa di Asia Pasifik secara daring untuk membicarakan tantangan yang dihadapi orang muda dan Gereja di dunia modern.   Acara dialog ini berlangsung pada Kamis, 20 Juni 2024 pukul 19.00 WIB dan merupakan bagian dari serangkaian kegiatan Building Bridges Initiative. Dialog ini pertama kali diinisiasi oleh Loyola University Chicago pada tahun 2022 sebagai respons terhadap panggilan sinodal Paus untuk sinodalitas yang mempromosikan dialog lintas budaya dan lintas iman.   Mahasiswa dari berbagai universitas di Filipina, Australia, Selandia Baru, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia berkesempatan melakukan dialog dengan Bapa Suci. Paus juga menyambut partisipasi dari mahasiswa-mahasiswa dari Singapura, Timor Leste, dan Papua Nugini, negara-negara yang akan dikunjunginya September mendatang.   Persiapan audiensi dengan Paus Fransiskus dilakukan selama satu bulan. Indonesia masuk dalam satu regio bersama dengan Timor Leste dan Singapura. Dua mahasiswa di regio ini diwakili oleh Maria Anita (Magister Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) dan Helen Vyanessa Ribca Oroh (Mekatronika ATMI Surakarta). Dalam persiapan audiensi ini, keduanya dibimbing para fasilitator Indonesia, yaitu Pater Heri Setyawan, S.J., (dosen Sejarah USD) dan Pater Lucianus Suharjanto, S.J. (dosen Pendidikan Bahasa Inggris USD).   Dalam kesempatan audiensi bersama Paus Fransiskus pada Kamis yang lalu, Maria Anita menyampaikan masalah interfaith relationship yang terjadi di Indonesia.   ”Generasi muda di Indonesia menghadapi dilema interfaith relationship, antara meninggalkan Gereja atau membangun keluarga dengan latar belakang agama berbeda. Oleh karenanya, dibutuhkan bimbingan Gereja untuk pembentukan iman yang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan konteks interfaith dan interreligious,” ungkapnya.   Sementara Helen Vyanessa Ribca Oroh menyampaikan keprihatinan bagaimana teknologi dan sosial media bisa menjadi tempat yang aman untuk berbagi dan saling mendukung dalam masyarakat.   “Orang muda mempunyai keprihatinan bagaimana membangun teknologi yang mampu mendorong mereka untuk tetap aktif dan bertumbuh dalam iman di komunitas basis Gereja yang terbuka. Selain itu orang muda berharap media sosial dapat menjadi wadah komunikasi antar masyarakat untuk membangun rasa kebersamaan dan menguatkan masyarakat,” tuturnya.     Maria dan Helen juga mengungkapkan keprihatinan tentang masalah kesehatan mental orang muda. Mereka berharap Gereja dapat merespons dan memberikan dukungan untuk menjaga kesehatan mental generasi muda.   ”Masalah kesehatan mental sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang muda. Hal ini terkait dengan masalah komunikasi dan masalah ekonomi dalam keluarga. Keduanya berdampak besar pada kehidupan kaum muda, terutama dalam akses pendidikan dan fasilitas kesehatan yang memadai,” tutur Maria.   “Bagaimana media sosial dapat mendukung kesehatan mental orang muda dan bisa menjadi tempat yang aman untuk saling untuk berbagi dan bertanya. Penting untuk merefleksikan bagaimana kita dapat membangun platform interaktif dan informatif bagi generasi muda agar bisa bertumbuh bersama di dalam masyarakat yang saling mendukung,” ungkap Helen.   Setelah mendengar ungkapan dari keduanya, Paus Fransiskus memberikan tanggapan hangatnya dan menyadari betapa sulitnya kaum muda Katolik untuk berpartisipasi dan memiliki sense of belonging di masyarakat. Bapa Suci mendorong kaum muda untuk berpegang teguh pada iman dan menjaga hati mereka tetap terhubung dengan doa. Dengan melakukan hal ini, kata Paus, akan membantu dialog antar iman dan memungkinkan orang muda untuk selalu berinteraksi dengan orang lain secara lebih efektif.   Bapa Suci juga menekankan pentingnya mempertahankan keyakinan yang teguh meskipun menghadapi tekanan lingkungan serta menjaga rasa memiliki untuk melindungi dari kerentanan. Beliau menyoroti isu identitas, martabat manusia, kesehatan mental, diskriminasi, dan stigma sosial yang menghambat inklusivitas sambil menegaskan bahwa perempuan memiliki peran unik dan tidak boleh dianggap sebagai warga kelas dua.   Di hadapan para mahasiswa Asia Pasifik, Paus Fransiskus membahas pentingnya pendidikan yang holistik. Beliau mengajak semua pihak untuk menolak ideologi konflik dan perang, serta membangun harmoni dan dialog antarbudaya demi perdamaian di dunia yang penuh ketidakpastian.   Paus Fransiskus mengakhiri acara ini dengan mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa atas partisipasi dan refleksi mereka yang telah membantu beliau memahami lebih dalam situasi kaum muda Katolik, terutama dalam persiapan beliau untuk perjalanan apostolik ke Asia dan Oseania pada bulan September 2024 mendatang.   Kontributor: Antonius Febri Harsanto – Kepala Humas Universitas Sanata Dharma

Karya Pendidikan

Jendela Toleransi: Bakti Sosial PIKA ke Pondok Pesantren

Pada hari Rabu, 27 Maret 2024, kami para Pengurus ORSIKA (OSIS SMK PIKA) mewakili sekolah melakukan kegiatan bakti sosial. Kami mengunjungi lokasi yang terdampak banjir di area Demak dengan didampingi oleh Staf Kesiswaan yaitu Pak Divo dan Frater Septian. Lokasi yang akan kami jadikan kegiatan aksi bakti sosial adalah di Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin, Jl. KH. Noer, Loireng, Kecamatan Sayung, Demak.   Dalam kegiatan Bakti Sosial ini, kami membawa beras, gula pasir, mie instan, dan sejumlah uang yang diserahkan kepada pengurus Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin. Barang-barang tersebut merupakan hasil kegiatan Aksi Puasa Pembangunan di sekolah setiap hari Rabu selama masa Prapaskah.   Sesampainya di Pondok, kami disambut oleh Frater Wahyu, S.J. dan Gus Khodir. Gus Khodir merupakan kyai/guru penanggung jawab pondok. Frater Wahyu tinggal di pondok selama dua tahun. Saat ini ia sedang menjalankan tugas perutusan di pondok pesantren tersebut dalam rangka mendalami dialog lintas agama. Frater Wahyu juga menjadi guru di SMP Roudlotus Sholihin. Di sana kami mendapatkan cerita-cerita menarik tentang kehidupan para santri pondok.     Salah satu cerita yang menarik bagi kami pada saat itu adalah saat Gus Khodir berbagi cerita mengenai radikalisme di lingkungan sekitar dan toleransi terhadap sesama. Misi yang mereka sedang jalankan adalah menjunjung tinggi toleransi dan mengurangi sikap radikal terhadap agama lain. Gus Khodir pun memberi pembelajaran kepada para santrinya tentang toleransi. Beliau mengajak para santri untuk membuka hati dan mau menerima orang walaupun berbeda agama. Apalagi di sekitar kita masih banyak remaja dan orang tua yang masih bersikap ‘radikal’ terhadap agama lain dan mereka ini juga memiliki paham-paham tersendiri. Cara yang mereka lakukan ialah mengunjungi tempat ibadah agama lain seperti pura, wihara, gereja Kristen, dan gereja Katolik. Bahkan dengan agama lokal pun mereka sering melakukan sharing antaragama.   Namun, di balik kerukunan itu, mereka juga merasakan adanya gejala radikalisme yang mencoba merayap di tengah-tengah masyarakat. Pesan-pesan yang bertujuan untuk memecah belah, menghasut, dan menciptakan konflik seringkali tersebar dengan cepat, terutama di era digital ini. Ketika radikalisme merasuki bahkan tempat yang seharusnya dianggap sebagai oase kedamaian seperti pesantren, kesadaran akan urgensi toleransi semakin menonjol. Aksi bakti sosial di pesantren mengajarkan kepada kami bahwa kegiatan sosial bukan hanya tentang memberi bantuan materi, tetapi juga membangun hubungan yang kokoh antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Dalam menghadapi maraknya radikalisme, kita perlu bersama-sama menyadari bahwa pendekatan pendidikan, dialog, dan kolaborasi adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan berbudaya damai.   Pengalaman ini telah mengingatkan kami bahwa kegiatan bakti sosial bukan hanya sekadar memberi tetapi juga belajar dan membawa perubahan. Dalam melangkah maju, mari kita terus menjadi agen-agen perdamaian yang gigih, membawa terang di tengah gelapnya kebencian, dan meneguhkan komitmen kita untuk menjaga keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.   Kontributor: Rayyan dan Ansel – PIKA 51

Karya Pendidikan

“Cahaya bagi Sesama Menuju Masa Depan Keselamatan Jiwa-jiwa Generasi Muda”

PUNCAK LUSTRUM XV SMA KOLESE DE BRITTO Menyambut ulang tahun yang ke-75, SMA Kolese de Britto mengadakan beberapa kegiatan acara yang dimulai dari hari Kamis, 17 Agustus 2023 hingga Sabtu, 19 Agustus 2023. Rangkaian kegiatan ini diawali dengan upacara Kemerdekaan Indonesia, bakti sosial, kenduri, misa akbar, peluncuran buku, dan ditutup dengan malam ekspresi. Tema acara Lustrum XV SMA Kolese de Britto kali ini adalah Fiat Lux “Jadilah Terang”. Dasar tema ini yaitu ungkapan syukur bahwa di usianya yang ke 75 tahun ini SMA Kolese de Britto masih bisa berbagi dan merefleksikan diri sehingga menjadi terang untuk sekitarnya. Rangkaian kegiatan Lustrum XV dimulai tanggal 17 Agustus 2023 ditandai dengan upacara HUT RI yang ke-78 tahun. Upacara dilaksanakan menggunakan baju profesi dan dihadiri oleh seluruh Civitas Academica SMA Kolese de Britto dan dipimpin oleh Bapak F.X. Catur Supatmono, selaku kepala sekolah. Dalam upacara ini dibacakan pula amanat berupa sambutan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan refleksi Sejarah de Britto oleh Bapak J. Sumardianta. Beliau adalah penulis buku sejarah SMA Kolese de Britto yang berjudul “Masa Lalu Yang Mencahayai Masa Depan: Sejarah SMA Kolese de Britto Tahun 1948-1958”. SMA Kolese de Britto berdiri untuk memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia, hal ini ditekankan oleh Bapak Sumardianta dalam refleksinya. Ketika masa itu sudah ada 3 siswa dan seorang gugur yang ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Bapak Sumardianta mengingatkan kami kembali bahwa kebesaran nama SMA Kolese de Britto tidak lepas dari peran para Pater Serikat Jesus. Salah satunya peran founding father SMA Kolese de Britto yaitu Pater Rudolphus Willem van Thiel, SJ. Bukan hal yang mudah untuk mendirikan sekolahan ini karena membutuhkan dana yang besar. Pater van Thiel, SJ ikut mencari dana bahkan beliau sampai dihina dan dicaci maki oleh orang-orang sebangsanya. Bahkan Kardinal De Jong menuliskan dalam St. Claverbond tahun 1957 untuk membedakan kepentingan politik dengan kepentingan misi. Mengenang sejarah SMA Kolese de Britto merupakan bagian dari mengingat masa lalu yang mampu membawanya bagi masa yang akan datang. Kegiatan selanjutnya adalah pawai budaya di mana para siswa mengenakan pakaian profesi dan berjalan dari Jalan Laksda Adisucipto 161 menuju Jalan Demangan. Yang unik ialah bahwa para siswa mengenakan pakaian profesi sesuai dengan impiannya kelak di masa depan, Ada yang ingin menjadi romo, tentara dan dokter. Ini adalah bukti bahwa para siswa juga turut hadir dalam mewarnai rangkaian puncak lustrum kali ini. Pawai ini ingin mengingatkan kembali kepada para siswa bahwa SMA Kolese de Britto ini lahir untuk memperjuangkan bangsa Indonesia dan menumbuhkan jiwa nasionalis. Di umur yang tidak lagi muda, SMA Kolese de Britto berusaha untuk hadir di tengah masyarakat, yang ditunjukkan dengan kegiatan bakti sosial. Kegiatan ini mengikutsertakan para guru, karyawan, siswa dan masyarakat sekitar SMA Kolese de Britto. Bakti sosial ini terbuka secara umum didukung kehadiran orang tua siswa. Rangkaian kegiatan bakti sosial meliputi donor darah, berbagi sembako, pelayanan cek kesehatan gratis dan kenduri. Kegiatan ini menjadi bukti konkrit bahwa para siswa-siswa de Britto bisa menjadi terang bagi orang-orang sekitarnya, serta mengobarkan semangat dan spirit untuk membantu sesama. Puncak kegiatan ini ditutup dengan misa akbar dan malam ekspresi. Perayaan ekaristi misa akbar dipimpin oleh R.D. Yohanes Rasul Edy Purwanto, Pr. dengan konselebran R.P. Benedictus Hari Juliawan, SJ. , R.D. FX. Alip Suwito, Pr dan seluruh imam alumni dan imam yang pernah berkarya di SMA Kolese de Britto. Misa dihadiri oleh seluruh civitas akademika SMA Kolese de Britto beserta para tamu undangan dari SD, SMP, dan SMA swasta Katolik yang berada di wilayah Yogyakarta. Perayaan Ekaristi lustrum ke-XV SMA Kolese de Britto diselenggarakan secara kolaboratif bersama SMA Santa Maria Yogyakarta dan SMP Kanisius cabang Yogyakarta. Harapannya SMA Kolese de Britto ingin berbagi berkat dan menjadi cahaya lembaga pendidikan swasta Katolik di Yogyakarta. Sejalan dengan homili Romo Alip Suwito, Pr, alumni SMA Kolese de Britto, pentinglah menjadi terang bagi generasi mendatang dan sesama di sekitar kita, tidak hanya untuk lembaga sendiri saja. Semoga di usianya sekarang ini diharapkan SMA Kolese de Britto mampu bertransformasi di tengah situasi zaman yang semakin maju. Sebuah pengantar dari Pater Benedictus Hari Juliawan, SJ memberikan daya tarik mengenai bagaimana terjunnya Jesuit ke dunia pendidikan adalah sebuah “kecelakaan”. Fokus awal pelayanan Jesuit bukanlah pendidikan melainkan karya kerasulan paroki dan pewartaan. Namun kembali lagi bahwa pendidikan menjadi bagian dari spirit Ayudar de las Almas atau demi keselamatan jiwa-jiwa yang menjadi dasar pelayanan Serikat Jesus. SMA Kolese de Britto menjadi bagian dari pelayanan keselamatan jiwa-jiwa dalam bentuk rumah formasi pribadi-pribadi yang siap dibentuk, ditempa, dan akhirnya terbang ke tempat perutusan yang adalah cita-citanya. Tujuh puluh lima tahun SMA Kolese de Britto telah menghasilkan buah dari benih yang disemaikan oleh para founding fathers untuk bertumbuh bagi masa depan bangsa yang lebih baik. Maka tidak jarang banyak alumni memiliki kiprah yang besar bagi bangsa dan Gereja saat ini. Selain itu SMA Kolese de Britto telah menghasilkan benih-benih panggilan imamat di dalam murid-muridnya. Perayaan misa akbar ini menjadi sangat istimewa karena yang hadir mendapatkan berkat perdana dari Romo Mateus Seto Dwiadityo, Pr. Beliau salah satu alumni SMA Kolese de Britto 2012 yang baru ditahbiskan menjadi imam 15 Agustus 2023. Rangkaian perayaan Ekaristi diakhiri dengan pelepasan lima belas ekor merpati putih oleh para imam sebagai bentuk ungkapan syukur. Seusai misa dilanjutkan dengan pentas seni dari sekolah swasta Katolik di Kabupaten Sleman dan sekitarnya. Rangkaian puncak lustrum ditutup dengan malam ekspresi yang dibuka untuk umum. Para siswa menunjukan bakatnya dalam bermusik serta para artis undangan ikut memeriahkan suasana. Mulai dari band Langit Sore bersama Anas Glasean, Nidji, kemudian ditutup oleh Guyon Waton. Penonton sangat antusias dengan penampilan para artis dan band yang menambah semarak lustrum-XV SMA Kolese de Britto. Tak hanya para siswa, para guru pun menunjukan bakatnya dalam bermusik. Penonton sangat senang dan antusias dengan penampilan yang diberikan oleh guru. Puncak lustrum ialah kemeriahan yang disuguhkan oleh para artis undangan hingga membuat penonton sukaria berdendang. Penampilan band Langit Sore bersama Anas Glasean, menghibur penonton dengan melodi indah mereka. Kemudian, Nidji mengambil alih panggung dengan energi yang memukau, menggetarkan seluruh ruangan dengan lagu-lagu hits mereka. Tak kalah pentingnya, Guyon Waton yang membuat suasana semakin pecah dengan lagu bergenre dangdut akustik.