Pilgrims of Christ’s Mission

Jesuits

Pelayanan Gereja

Sejahtera Bersama dalam Pesta Paskah

Waktu menunjukkan hampir jam 10 pagi. Misa kedua pagi itu baru saja usai. Umat berbondong menuju area sekolah Strada yang persis berada di sebelah Gereja Santa Anna. Suara musik mulai berkumandang dan MC bersahutan menyambut umat yang memasuki gedung SD Strada van Lith 2. Dua orang muda tampak menunggu di area parkir motor sekolah yang digunakan sebagai lokasi salah satu acara lomba. Mereka adalah OMK Wilayah Klender dan pendaftar lomba memasak nasi goreng yang diadakan oleh panitia paskah. “Ingin ikut berpartisipasi saja, meramaikan. Lagipula, OMK harus aktif lagi di Gereja Santa Anna,” kata Intan dan Eva bergantian. Masuk ke dalam gedung sekolah, di dalam beberapa kelas sudah bersiap anak-anak TK, SD, hingga orang muda lainnya untuk mengikuti lomba mewarnai, menggambar, dan menggambar digital dengan aplikasi Canva. Sementara itu, riuh anak-anak playgroup mulai terdengar saat lomba mencari telur paskah di lapangan olah raga. “Sukacita Paskah hendaknya dapat dirayakan bersama keluarga dalam satu moment yang sama. Oleh karena itu, kami adakan lomba yang melibatkan dari anak-anak hingga orang tua,” ujar Veronika Andrianti, Ketua Panitia acara Lomba Paskah pada Minggu, 16 April 2023. Selain kegiatan lomba, ada pula bazar UMKM Padusa yang bekerja sama dengan Seksi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Paroki Duren Sawit. Hal ini sejalan dengan tema paskah, yaitu Mewujudkan Kesejahteraan Bersama. Kristin, salah satu anggota UMKM Paroki Duren Sawit, merasa senang terlibat dalam acara bazar yang diadakan oleh panitia paskah. “Saya senang, semoga ada kesempatan seperti ini lagi di lain waktu,” kata umat Lingkungan Tarsisius ini. Meski mengalami kendala dan tantangan dalam persiapan, panitia paskah selalu berupaya untuk dapat mengakomodasi kebutuhan setiap acara. “Sulit juga mengajak OMK untuk mengikuti lomba. Namun kami tetap bersyukur karena akhirnya banyak juga yang berpartisipasi dan respon umat cukup baik,” ungkap Andrianti. Perempuan yang akrab disapa Ria itu juga menambahkan, semoga lomba-lomba yang diadakan dapat menjadi wadah bagi anak-anak untuk belajar lebih percaya diri dan kreatif. “Bisa bertemu dengan teman-teman sebaya dan seiman, bukan sekadar mencari hadiah dan juara,” tambahnya. Kontributor: Amadea Pranastiti – KOMSOS St Anna

Pelayanan Gereja

Bakti Sosial untuk Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah

Minggu, 12 Maret 2023, lektor Gereja Santo Yusup, Gedangan, Semarang mengadakan bakti sosial (baksos). Program baksos merupakan program tahunan. Di tahun ini, baksos dilakukan dengan tidak biasa. Baksos yang out of the box ini dilaksanakan dalam rangka berjalan bersama orang miskin, terbuang dan yang martabatnya teraniaya (UAP 2). Ada dua tempat tujuan baksos, yaitu SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah. Dalam rangka menggalang dana untuk kegiatan baksos ini, para anggota lektor berjualan makanan di depan gereja. Kami berjualan nasi goreng, siomay, nasi ayam, susu, dan sebagainya. Bahkan, ada anggota yang mengedarkan jualannya di halaman parkir luar gereja dengan bersemangat. Selain itu, kami juga dibantu oleh banyak donatur. Ternyata, tidak mudah mencari donatur untuk baksos edisi spesial ini. Tidak sedikit dari para calon donatur yang tidak setuju jika baksos dilakukan di pesantren dan untuk waria. Syukurlah bahwa pada akhirnya, dengan rahmat Tuhan, kami berhasil mendapatkan donasi yang kami butuhkan bahkan jumlahnya melebihi dari target. Kami dapat membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah. Destinasi pertama baksos adalah SLB G-AB Helen Keller Indonesia. SLB G-AB Helen Keller Indonesia, Yogyakarta berdiri sejak tanggal 25 Juni 1996. SLB ini didirikan oleh para Suster Putri Maria dan Yosef (PMY) dan merupakan pengembangan dari SLB B Dena Upakara Wonosobo. SLB G-AB Helen Keller Indonesia adalah sekolah berasrama yang melayani anak berkebutuhan khusus ganda tunarungu-netra. Baksos di SLB G-AB Helen Keller Indonesia diisi dengan acara bernyanyi, menari, dan bermain games bersama. Dalam segala keterbatasannya, anak-anak tunarungu-netra dibantu oleh para pendamping mengikuti acara yang telah disiapkan oleh anggota lektor. Anak-anak tunarungu-netra ikut hanyut dalam kebahagiaan dan sukacita bersama anggota lektor. Acara ditutup dengan makan siang bersama. Dalam kesempatan ini pula, kami belajar berkomunikasi dengan anak tunarungu-netra dibantu oleh para pendamping. Destinasi kedua adalah Pesantren Waria Al-fatah. Pesantren Waria Al-fatah yang berada di Kotagede, Yogyakarta, berdiri pada 28 Juli 2008. Pesantren ini hadir untuk memberi kesempatan bagi para waria atau yang lebih akrab disapa dengan transpuan untuk beribadah dan memperdalam agama secara nyaman. Para transpuan terkadang merasa tidak nyaman dan seringkali mendapat penolakan dari warga. Acara baksos diisi dengan perkenalan singkat dengan beberapa transpuan, pengenalan profil pesantren, dan diskusi. Kami dapat memahami beberapa keunikan yang ada di Pesantren Waria Al-fatah. Salah satu dari keunikan itu adalah santri tidak tinggal dan menetap seperti pesantren-pesantren pada umumnya. Para santri transpuan tinggal di rumah masing-masing. Mereka datang ke pesantren biasanya pada weekend untuk memperdalam nilai-nilai keagamaan. Dalam acara diskusi singkat, para santri transpuan menceritakan kisah hidupnya, terutama tentang memperdalam agama dan kehidupan hariannya. Ada banyak pertanyaan yang terlontar saat pertemuan dan diskusi dengan para santri. Belajar dari sumber secara langsung membantu pemahaman kami, komunitas lektor, tentang kehidupan para santri transpuan dan terlepas dari prasangka-prasangka. SLB G-AB Helen Keller Indonesia dan Pesantren Waria Al-fatah adalah tempat yang tepat bagi kami, lektor St. Yusup Gedangan, untuk belajar memahami arti dari sesama manusia. Anak-anak tuna rungu-netra dan transpuan adalah orang-orang lemah, terbuang, dan yang martabatnya teraniaya. Anak-anak tersebut memiliki keterbatasan secara fisik. Mereka miskin secara bahasa. Sedangkan transpuan adalah kaum marjinal, mereka ditolak kehadirannya. Secara khusus, transpuan menjadi sasaran empuk bagi banyak orang untuk disingkirkan. Transpuan dianggap berdosa besar, melanggar kodrat, perilaku menyimpang, dilaknat Tuhan, dan sebagainya. Ada begitu banyak hujatan yang ditujukan kepada mereka. Sebagian orang lebih suka menghujat daripada menemani, lebih suka membenci daripada mencintai, dan lebih suka mengucilkan daripada merangkul. Reni, Steven, dan Santi sebagai anggota lektor Gereja Santo Yusup Gedangan mengatakan bahwa pengalaman baksos kali ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Pengalaman berharga yang mampu mengubah sudut pandang terhadap orang-orang miskin, tersingkir dan yang martabatnya teraniaya. Reni secara khusus mengatakan bahwa kaum transpuan butuh dihargai, dihormati, dibantu, terlebih diterima oleh kita sesamanya. Mereka manusia biasa yang juga membutuhkan teman untuk berbagi cerita, teman untuk berkeluh kesah, teman yang mau membantu saat mereka dalam kesulitan. Melalui perjumpaan dengan anak-anak tunarungu-netra dan transpuan, kami belajar bahwa hidup harus diisi dengan rasa syukur dan dijalani dengan gembira. Perjumpaan selalu saja memberikan banyak rahmat. Perjumpaan tersebut adalah undangan pertobatan secara personal. Tidak hanya rasa syukur, kami juga belajar untuk tidak menghujat orang lain dan, yang paling penting, belajar untuk memahami arti menjadi sesama manusia. Menjadi sesama manusia berarti mengasihi dan memperhatikan orang lain tidak hanya terbatas pada hubungan antar anggota sekeluarga, sebangsa, sesuku, segolongan, atau seagama. Kasih bersifat universal, melampaui batas-batas yang ada. Kasih mendekatkan yang jauh, menyembuhkan yang terluka, dan menemani yang kesepian. Dalam dokumen Fratelli Tuti dikatakan bahwa kasih ditujukan kepada semua manusia, tanpa terkecuali. Kasih tidak memanggil kita untuk bertanya siapa yang dekat dengan kita tetapi untuk menjadikan diri kita dekat, menjadi sesama manusia. Kontributor: S. Wahyu Mega, SJ – Pendamping Lektor St. Yusup Gedangan

Kuria Roma

Menuju Loyola – Kongregasi Prokurator ke-71

Bulan Mei 2023 ini para Jesuit dari setiap Provinsi dan Regio di mana Serikat Jesus berkarya akan bersidang di Sanctuario de Loyola Spanyol untuk melaksanakan Kongregasi Prokurator (KP) ke-71. Melalui surat kepada seluruh Superior Mayor bulan Januari 2021, Pater Jenderal Arturo Sosa mengeluarkan konvokasi untuk mengadakan Kongregasi Prokurator. Dalam suasana doa, setiap Provinsi, Regio, dan Misi merefleksikan tentang “status atau keadaan Serikat” di tempat mereka masing-masing dan kemudian memilih satu delegat sebagai wakil yang akan hadir dalam KP. Bagi para Jesuit, KP adalah hal biasa dalam “cara bertindak Serikat.” Akan tetapi bagi mereka yang tidak begitu mengenal tata kelola Serikat, KP mungkin tampak misterius. Apa sebenarnya “Kongregasi Prokurator” itu dan apa yang dapat dihasilkan dari sidang semacam itu? Tidak seperti banyak bagian lain yang merinci cara hidup Jesuit, KP bukanlah bagian dari Konstitusi Serikat Jesus. Sebaliknya, Kongregasi Jenderal ke-2 (tahun 1565) menyadari perlunya sidang yang lebih sering selain 36 Kongregasi Jenderal yang telah diadakan dalam sejarah Serikat Jesus selama hampir 500 tahun ini. KP dapat diadakan setiap beberapa tahun sekali, selain terutama untuk merekomendasikan kepada Pater Jenderal apakah Kongregasi Jenderal perlu diadakan atau tidak, tetapi juga sebagai cara untuk membawa ke hadapan tubuh global Serikat mengenai masalah mendesak yang muncul dalam karya, hidup, dan doa para Jesuit di seluruh dunia. Setelah setiap Provinsi, Regio, dan Misi memilih seorang delegat, maka Jesuit tersebut bertanggung jawab untuk mengunjungi semua komunitas yang ada dalam lingkupnya, yaitu demi mendengarkan tantangan dan peluang, serta mengumpulkan informasi yang nantinya akan disampaikan kepada Pater Jenderal dan delegat lainnya. Dengan demikian, KP menjadi representasi akar rumput yang sangat besar dalam Serikat, yaitu bagian penting dari kehidupan Jesuit seperti yang dilihat oleh banyak orang yang hidup dan bekerja di lapangan. Tahun ini, para delegat diminta memfokuskan laporan mereka pada tema melihat segala sesuatu secara baru di dalam Kristus. Secara khusus, Pater Jenderal telah menugaskan para delegat untuk memberikan laporan bagaimana UAP (Preferensi Kerasulan Universal) – yang diserahkan kepada Serikat Jesus oleh Paus Fransiskus pada tahun 2019 – telah mengubah hidup dan pelayanan di seluruh tubuh universal Serikat. KP 71 akan segera dimulai dengan doa sebagaimana setiap Jesuit mengawali hari mereka. Pada 5 Mei 2023, para delegat bersama Pater Jenderal akan memulai retret Ignasian selama 8 hari. Latihan Rohani digunakan sebagai upaya untuk memberi fokus pada pertanyaan-pertanyaan mereka, memperjelas pemahaman tentang gerak Roh Kudus di wilayah karya mereka, dan bergerak menuju pertobatan yang akan membuat KP menjadi wujud pertemuan hati dan pikiran kita semua. Sidang agung ini akan berlangsung pada 15-21 Mei 2023. Mohon doa bagi Pater Jenderal dan para delegat KP 71 sehingga mereka dapat menemukan cara terbaik untuk menempatkan Serikat Jesus dalam pelayanan Gereja dan semua orang. Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel Towards Loyola the 71st Congregation of Procurators dalam https://www.jesuits.global/2023/04/18/towards-loyola-the-71st-congregation-of-procurators/ Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo, pada tanggal 27 April 2023

Kuria Roma

Paus Fransiskus dan Sepuluh Tahun Perjalanannya bersama Para Pengungsi (Bagian 2)

Seksi Migran dan Pengungsi Segera setelah kunjungannya ke Lesbos, Bapa Suci membuat sebuah seksi baru yaitu Seksi Migran dan Pengungsi (Seksi M&P) yang terkait dengan Dicastery untuk Promosi Pengembangan Keutuhan Manusia (Dicastery for Promoting Integral Human Development). Seksi ini didirikan agar “punya kemampuan menyangkut isu migran, mereka yang membutuhkan, mereka yang sakit, tersingkir dan terpinggirkan, mereka yang dipenjara dan tanpa pekerjaan, dan korban konflik bersenjata, bencana alam dan segala bentuk perbudakan dan penyiksaan.”9 Secara pribadi Paus Fransiskus langsung memimpin Seksi M&P dan secara khusus diarahkan untuk mencapai visi Paus: “Di Lampedusa dan Lesbos, titik utama transit ke Italia dan Yunani, Paus Fransiskus menangis bersama migran dan pengungsi yang berkerumun di sana. Di dalam pesawat ke Lesbos, dia membawa beberapa keluarga pengungsi dari Syria untuk tinggal di Vatikan. ‘Ketika kita menyembuhkan luka para pengungsi, mereka yang terusir dan korban-korban perdagangan manusia,’ katanya ‘kita menjalankan perintah cinta kasih yang diwariskan Yesus bagi kita… Tubuh mereka ialah Kristus.’10 Apa yang Paus ingin ajar dan lakukan, dia ingin agar Seksi M&P membantu orang lain untuk mengatakan dan melakukan di seluruh dunia.”11 Sejak itu, misi seksi M&P ialah membantu Gereja (yaitu para uskup, umat, para klerus, organisasi-organisasi Gereja) dan setiap orang yang berkehendak baik untuk “menemani” mereka yang pergi dan melarikan diri, mereka yang di tempat transit atau menunggu, mereka yang menderita dan berusaha untuk berintegrasi, dan mereka yang kembali. Salah satu capaian utama ialah membantu memelihara dan menumbuhkan bibit yang disemai oleh Paus dalam campur tangannya di Lampedusa. Seksi ini secara khusus amat erat terlibat dalam upaya menolong mengembangkan lebih lanjut basis intelektual dan teologis bagi sebuah pendekatan Katolik yang lebih jelas atas isu-isu pengungsian. Tahun 2020, seksi ini menerbitkan koleksi lengkap ajaran Paus Fransiskus terkait perhatian pastoral untuk migran, pengungsi dan korban perdagangan manusia berjudul Lights on the Ways of Hope. Di tataran lebih praktis, seksi ini terlibat dalam mewujudkan usulan Bapa Suci yaitu Dua Puluh Pokok Aksi untuk Global Compact untuk Migrasi dan Pengungsi dan Orientasi Pastoral mengenai Perdagangan Manusia. Program bagi Bangsa dan Masyarakat Sipil Seperti pendahulu-pendahulunya, Paus Fransiskus menyerap unsur-unsur pokok dari iman Kristiani dan ajaran sosial Katolik untuk mengembangkan sebuah pendekatan alternatif dan lebih manusiawi atas tantangan-tantangan migrasi paksa. Bulan Februari 2017, Bapa Suci menyapa para peserta Forum Internasional mengenai Migrasi dan Perdamaian di Roma. Dia menyatakan bahwa respons atas tantangan migrasi kontemporer harus dibagi di antara komunitas politik, masyarakat sipil dan Gereja, dan harus diartikulasikan dalam empat tindakan yang saling terkait: menyambut, melindungi, mempromosikan, dan mengintegrasikan.12 Seksi M&P selanjutnya menerbitkan Dua Puluh Pokok Aksi yang sudah disebut di atas sebagai sumbangan dalam menyusun draft, negosiasi dan adopsi Global Compact mengenai Migran dan Pengungsi pada akhir tahun 2018. Konsultasi ini dilakukan dengan mendengarkan Konferensi Para Uskup dan organisasi-organisasi Katolik yang bekerja di bidang ini, dan memasukkan refleksi mendalam mengenai praktik-praktik baik Gereja yang telah dikembangkan selama tahun-tahun belakangan. Dua Puluh Pokok Aksi ini didasarkan pada empat aksi – menyambut, melindungi, mempromosikan, dan mengintegrasikan – yang mendukung visi Paus Fransiskus bagi sebuah perbaikan pendekatan yang lebih manusiawi atas pengungsian manusia. Bapa Suci mengelompokkan rekomendasinya untuk Global Compact 2018 sebagai berikut: “Menyapa merupakan seruan untuk memperluas jalur legal bagi pintu masuk dan tidak lagi memaksa para migran dan pengungsi pergi ke negara-negara di mana mereka akan menghadapi bahaya penganiayaan dan kekerasan. Hal ini juga menuntut keseimbangan perhatian kita terhadap masalah keamanan nasional dan keprihatinan atas hak-hak asasi fundamental. Kitab Suci mengingatkan kita: ‘Jangan lupa menunjukkan keramahtamahan kepada orang asing, beberapa dari kita sudah memperlihatkan sikap ramah tamah kepada para malaikat tanpa mengetahuinya.’ Melindungi terkait dengan tugas untuk mengenali dan membela martabat yang tidak bisa diganggu gugat dari orang-orang yang melarikan diri dari bahaya yang nyata, mencari suaka dan keamanan, dan mencegah mereka dari eksploitasi. Saya secara khusus melihat perempuan dan anak-anak yang berada dalam situasi yang membuat mereka terpapar pada resiko dan pelecehan yang bahkan bisa sampai pada perbudakan. Allah tidak mendiskriminasi manusia: ‘Allah menjaga orang-orang asing dan menopang anak yatim dan janda.’ Mempromosikan mencakup dukungan pengembangan manusiawi yang utuh dari para migran dan pengungsi. Diantara cara-cara yang mungkin dilakukan, saya menekankan pentingnya menjamin akses di semua tingkat pendidikan bagi anak-anak dan orang muda. Hal ini akan membuat mereka tidak hanya mampu mengolah dan mewujudkan potensi mereka, tapi juga melengkapi diri mereka untuk bertemu orang lain dan memupuk semangat dialog daripada mengalami penolakan atau konfrontasi. Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah mencintai orang asing yang tinggal diantara kalian, memberi makanan dan pakaian. Dan kalian akan mencintai mereka yang menjadi orang asing karena kalian sendiri dulu adalah orang asing di Mesir.’ Akhirnya mengintegrasikan berarti membiarkan pengungsi dan migran untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan masyarakat yang menyambut mereka, sebagai bagian dari proses saling memperkaya dan kerjasama yang berbuah dalam pelayanan pengembangan manusia yang utuh di komunitas lokal. Santo Paulus mengatakan: ‘Kalian bukan lagi orang asing tetapi sesama warga negara bersama dengan umat Allah’.13 Perdagangan Manusia, Pengungsi Internal dan Pengungsi karena Perubahan Lingkungan Sebuah evolusi yang jelas terlihat dalam pendekatan Bapa Suci terhadap migrasi ialah pengakuannya bahwa perdagangan manusia adalah kejahatan dan perlunya menangani isu ini saat berurusan dengan isu migrasi. Para migran sangatlah rentan karena mereka melarikan diri dari situasi yang berbahaya; mereka seringkali mengambil resiko untuk mencoba masuk ke sebuah negara tujuan dan takut dipulangkan (deportasi). Pada tahun 2014, Bapa Suci menggambarkan perdagangan manusia sebagai “sebuah luka yang menganga di tubuh masyarakat kontemporer, bencana bagi tubuh Kristus.”14 Pada tahun 2018, Paus Fransiskus menekankan bahwa “jalur migrasi juga sering dipakai oleh para pedagang manusia dan orang-orang yang suka mengeksploitasi untuk merekrut korban-korban baru.”15 Paus Fransiskus juga mengenali sesuatu yang lebih dalam, sebagaimana dilihat dalam ekshortasi apostolik Evangelii Gaudium. Dia berbicara mengenai budaya “mencampakkan” di mana manusia lebih dilihat sebagai “pemakai barang-barang” yang dapat digunakan dan dibuang (cf. EG 53). “Jejaring kejahatan yang bejat ini sekarang terbentuk rapi di kota-kota kita, dan banyak yang ikut punya andil dalam kejahatan ini sebagai akibat dari keterlibatan senyap dan yang menyenangkan buat mereka.” (EG 211). Pada awal tahun 2015, Paus Fransiskus mendedikasikan Pesan Hari Perdamaian Dunia bagi perdagangan manusia, sambil menekankan bahwa “Kita sedang menghadapi fenomena

Penjelajahan dengan Orang Muda

Be a Blessing for Others

Menjadi berkat bagi orang lain… Ya, itulah yang ada di pikiran saya selama beberapa tahun belakangan ini. Mungkin ini bukanlah suatu hal yang umum bagi teman-teman seangkatan saya di Polin ATMI Cikarang saat ini. Bagaimana caranya saya bisa memberi dampak positif bagi orang lain? Apa yang bisa saya lakukan supaya hidup orang lain terbantu? Apa sebenarnya tujuan hidup saya di dunia ini? Sampai saat ini saya masih belum menemukan jawabannya. Yang terpikir di benak saya adalah saya harus menjadi mapan secara finansial terlebih dahulu untuk bisa membantu orang lain karena menurut saya, banyak hal akan menjadi lebih mudah apabila kita punya uang. Namun, benarkah begitu…? Adakah sesuatu yang bisa saya lakukan saat ini di usia muda untuk dapat menjadi berkat bagi orang lain? Setelah beberapa hari merefleksikan hal ini, saya mendapatkan pencerahan bahwa ternyata ada banyak hal yang dapat saya lakukan sebagai kaum muda untuk bisa menjadi berkat bagi orang lain. Dimulai dari hal kecil seperti membantu teman dalam melakukan cleaning (membereskan perlengkapan pembelajaran dan praktek), membantu teman memahami materi perkuliahan, dan sebagainya. Saya merasa kesadaran seperti ini perlu dibiasakan sejak usia muda supaya kesadaran diri terlatih dan siap untuk menghadapi zaman yang terus berubah. Karena menurut saya, masa muda adalah masa yang menentukan arah tujuan hidup seseorang ke depan. Akan menjadi apakah seseorang di masa depan dan karakter seperti apa yang akan dimilikinya, ditentukan oleh masa muda. Masa muda merupakan masa di mana kita harus banyak belajar terutama belajar dari pengalaman diri sendiri dan dari pengalaman orang lain. Namun permasalahannya adalah banyak dari kaum muda yang masih malas untuk belajar. Tantangan terbesar yang kami hadapi adalah diri kami sendiri. Seringkali kami teralihkan pada hal-hal atau kebiasaan negatif yang menguras waktu dan energi sehingga hilang fokus dalam mencapai tujuan. Seperti misalnya nongkrong hingga larut malam bersama teman-teman, menunda pekerjaan, menonton film biru, dan sebagainya. Bahkan banyak di antara kaum muda yang masih belum tahu arah hidupnya mau ke mana. Hal seperti ini yang harus dijadikan perhatian utama agar para kaum muda dapat lebih terarahkan hidupnya. Saya bersyukur karena jawaban dari problema tersebut perlahan-lahan mulai saya temukan setelah saya masuk ke Polin ATMI Cikarang, salah satu politeknik yang dinaungi oleh Serikat Jesus (Jesuit). Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada banyak orang baik yang sudah membantu proses kuliah saya di sini. Sungguh, tanpa campur tangan Tuhan dan orang-orang baik tersebut, mungkin saat ini saya masih bekerja sebagai staff audit di salah satu perusahaan smartphone di Jakarta dengan kegiatan yang monoton dan melelahkan. Saya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Saya berasal dari keluarga yang tidak utuh (broken home) dan saat ini tinggal bersama Ibu dan kedua adik saya. Latar belakang khusus ini membuat saya tumbuh menjadi pribadi yang khas pula. Dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya tentu bukanlah hal yang mudah untuk saya. Pikiran untuk mengakhiri hidup pun sempat menghampiri tetapi untungnya saya bisa mengusirnya. Itu semua berkat dukungan dan semangat dari orang-orang yang saya cintai serta keyakinan bahwa broken home bukan berarti broken future. Saya juga bersyukur dapat menjadi bagian keluarga besar ATMI. Saya mendapatkan banyak sudut pandang baru dari civitas ATMI, terutama Pater Kristiono Puspo, S.J. yang mengajarkan betapa pentingnya melakukan refleksi diri setiap hari. Beliau mengatakan bahwa hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dijalankan (begitu kira-kira pernyataan beliau). Maka dari itu, selama enam bulan pertama para mahasiswa tingkat satu diwajibkan untuk menulis refleksi di sebuah buku setiap hari. Tujuannya sederhana, yaitu agar dapat mengevaluasi kembali aktivitas hari ini, melihat kejadian-kejadian yang memberikan pelajaran berharga pada hari tersebut, dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan sebelumnya. Sejauh ini, pengalaman refleksi ini merupakan pengalaman yang paling berkesan selama berdinamika dengan para Jesuit. Kelihatannya sepele, namun dengan melakukan refleksi setiap hari, kita bisa tahu berapa banyak waktu yang kita hemat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan menjadi lebih kenal dengan diri sendiri. Sayangnya, banyak di antara kami yang masih malas untuk melakukan hal tersebut karena masih menganggap sepele kekuatan refleksi. Saya berharap para Jesuit dapat menemukan cara yang semakin kreatif dan tepat dengan perkembangan zaman sekarang dalam mengajarkan betapa pentingnya refleksi harian. Saya juga berharap para Jesuit terus membantu para mahasiswa dalam menemukan arah hidup atau passion masing-masing karena banyak di antara teman-teman (termasuk saya) yang belum sadar apa passion-nya. Dengan mengetahui passion kami, kami akan menjadi lebih terarah dalam melangkah ke depan karena sudah tahu ke mana arah yang dituju dan tentu saja, akan merasa lebih senang dalam menjalani prosesnya. Yang terakhir, sebagai orang muda saya berharap agar 5-10 tahun ke depan Jesuit dapat menjadi berkat yang lebih banyak bagi orang lain melalui karya-karyanya, terutama di bidang pendidikan. Kontributor: Theodorus Nino Alfianto – Mahasiswa Polin ATMI Cikarang