Pilgrims of Christ’s Mission

immersion

Penjelajahan dengan Orang Muda

Saling Bersinergi untuk Menemukan yang “Magis” dalam Sebuah Keterbatasan

Ignatian exercise is becoming aware in growing inner freedom of God’s personal design or plan for me.” The Personal Vocation – Herbert Alphonso, S.J. Masih melekat di ingatan kami saat itu, sesi pembekalan terakhir di Kolese Hermanum Unit Johar Baru. Kami dibekali materi panggilan raja, meditasi dua panji, dan tiga golongan orang. Selama berdinamika dalam Formasi Magis 2023, kami menerima banyak bekal berupa latihan doa dasar, meditasi, eksamen maupun doa praktis yang membantu sampai pada perubahan, mengalami konsolasi, dan cinta pada Allah. Melalui Immersion Experiment inilah kami diajak menemukan yang “magis” sebagai sarana mencapai tujuan. Tema To Serve as You Deserve, kami maknai sebagai cara melibatkan diri seutuhnya dalam menjalankan peran sebagai manusia sebagaimana penjelmaan Allah untuk kami. Sebelum memulai segala sesuatu, kami mohonkan rahmat jiwa besar dan hati rela untuk bisa masuk ke dalam MAGIS Immersion Experiment dengan sungguh. Saat itu, secara personal kami memohon rahmat untuk bisa lepas bebas dan tidak terpaku dengan kegelisahan kami sendiri. Memohon rahmat supaya terus menyadari dan percaya bahwa Tuhan akan selalu menuntun langkah dan memegang tangan kami selama berdinamika di Lovely Hands Gardens, Sunter, Jakarta Utara.   Komunitas tempat kami immersion bernama Lovely Hands Gardens. Komunitas ini awalnya didirikan atas inisiatif Ibu Maria Lanneke Alexander bersama suaminya. Mereka terpanggil untuk memberikan pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, terutama dari keluarga yang kurang mampu. Lovely Hands Gardens melayani tanpa memandang latar belakang agama meskipun berada di tempat yang identik dengan agama Katolik. Tak hanya menangani berbagai kondisi disabilitas, Lovely Hands Gardens juga merupakan ruang untuk belajar dan terapi. Di Lovely Hands Gardens ini para guru, pendamping, dan orang tua saling bersinergi untuk mengupayakan dan mengusahakan yang terbaik bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Di Lovely Hands Gardens, latihan kemandirian diutamakan. Anak-anak diajarkan untuk setara dan berdaya dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti menanam, menyiram, memanen, memasak, membuat kompos, & air lindi. Bu Lanneke mengungkapkan bahwa anak-anak diajarkan untuk bisa menemukan jati diri dan tidak hanya mengandalkan belas kasih. Sebagaimana anak-anak dipersiapkan untuk mampu hidup mandiri dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat, anak-anak sangat ditekankan untuk disiplin dan tidak diperkenankan untuk mendahului antrian karena kondisi fisik atau keterbatasan lainnya. Anak-anak juga diminta untuk bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah untuk memandang mereka setara, bersikap normal seperti layaknya bertemu anak-anak, memperlakukan seperti biasa dan tidak terlalu berlebihan.     Tibalah hari itu. Hujan cukup lama tak berhenti dari pagi hingga menjelang siang. Kondisi ini tak menghentikan semangat agere contra kami untuk melawan kelekatan dengan perasaan aman dan nyaman berdiam di rumah. Bersamaan dengan harapan dan intensi baik, ternyata kami masih membawa kebingungan masing-masing. Muncul pertanyaan bagaimana memposisikan diri agar bisa masuk ke dalam dunia mereka dan membuat mereka nyaman atas kehadiran kami. Pertanyaan ini pada akhirnya secara tak sadar menghantar pada suatu permenungan singkat, bahwa ternyata hal yang lebih krusial sedang terjadi dalam diri kami. Ya, moment dimana kami dihadapkan dengan diri kami sendiri dan keraguan yang kami bawa dalam diri hingga akhirnya tuntunan Roh Kudus-lah yang memampukan untuk bisa melawan keraguan dan mengubah rasa itu menjadi tindakan nyata dalam bentuk sapaan hangat yang kami berikan.   Dalam immersion ini, kami (Ditha, Herian, Marie, Mary, Rakhas, dan Alexa) menjadi satu kelompok circle. Kami saling bersinergi untuk hadir sepenuhnya, menyediakan diri, dan melawan ragu untuk terus berkomitmen menjaga api semangat tetap menyala. Sebagaimana Spiritualitas Ignasian selalu membawa misi, melakukan sesuatu dengan berkarya, tidak diam dan selalu bergerak atau dinamis, hari ini kami membawa kerelaan hati untuk memberikan waktu dan tenaga yang kami miliki. Menanggapi panggilan Raja Abadi dalam aksi nyata, kami memberanikan diri untuk mengambil bagian dalam karya Allah bagi sesama. Kami menemani Dylan, Dimas, Raka, Ezar, William, Rifki, Marvel, Ansel, Kefas, Chika, Iin, Sasa, Kim, Gracia, dan Fajar. Kami berdinamika dalam beberapa aktivitas yaitu membuat puding, membuat jus timun suri, menanam semaian terong, dan menyiram tanaman di kebun.   Setelah makan siang, kami semua beraktivitas bersama. Kami melukis pohon cinta dan harapan, dimana setiap anak menempelkan sidik jari mereka ke ranting-ranting pohon. Ilustrasi ini mengingatkan kami pada kisah pokok anggur. Kami hanya dapat memberi dari apa yang kami miliki. Kami rasa saat itulah waktu yang paling tepat untuk kami semakin berakar, bertumbuh, dan berbuah dengan berbagi kasih. Kegiatan ini juga mengingatkan kami pada pengalaman Bu Lanneke. Ia bercerita bahwa ia hampir tidak menemukan kendala berarti. Hati tulus yang selalu ia bawa telah mengantarkannya pada banyak sukacita dan keajaiban. Ia tidak merasa terbebani karena melibatkan Tuhan sepenuhnya. Kesaksian Bu Lanneke begitu berkesan dan mengena bagi kami hingga saat ini.   Tanpa kami sadari, dengan terlibat sepenuhnya bersama mereka, segala pikiran dan prasangka negatif yang sempat ada hilang. Kami berhasil memposisikan diri sebagai anak-anak untuk bisa sepenuhnya hadir di sini dan saat ini. Percaya bahwa kami bisa terus bersandar pada-Nya membuat kami semakin yakin untuk mengabaikan bisikan roh jahat yang menggoda. Menyadari bahwa kami dilimpahi begitu banyak rahmat, mengetahui bahwa apapun yang kami lakukan hanya tertuju pada-Nya, melakukan segala sesuatu tidak untuk manusia melainkan untuk-Nya telah menuntun kami untuk bisa lepas bebas. Tanpa ragu dan percaya akan penyelenggaraan-Nya yang menjadi keutamaan pengharapan, kita semua Ia pelihara dan kasihi, begitu juga dengan kami dan anak-anak yang kami jumpai. Kami mengalami perjumpaan personal dengan Tuhan melalui anak-anak yang teramat istimewa ini. Kami “menemukan Tuhan” dalam diri mereka. Perwujudan cinta dalam aksi ini mengantar kami untuk mengalami sendiri menjadi men and women for others, bagaimana cinta Tuhan begitu tidak terbatas dalam keseharian di Lovely Hands. Sepulang dari Lovely Hands, hati kami begitu penuh dan banyak rahmat yang mengalir deras. Kami merasakan bentuk kasih yang begitu nyata dari sorot mata mereka. Rasa-rasanya, seperti ada surga kecil dengan malaikat-Nya hadir di sini. Dalam konsolasi itu, kami semakin percaya akan kehadiran Tuhan yang amat dekat, sebagaimana diungkapkan St. Ignatius sendiri, “You may be sure that the progress you make in spiritual things will be in proportion to the degree of your withdrawal from self-love and concern for your own welfare.”   Kontributor: Alexandra Yovina dan Patricia Editha – Magis Indonesia

Penjelajahan dengan Orang Muda

Faith in Action: Transforming Lives Through Volunteering with LP4Y Indonesia

Magis Immersion Experiment 2024: LP4Y (Life Project for Youth) adalah sebuah lembaga sosial yang bergerak untuk menemani dan melayani teman-teman muda yang memiliki keterbatasan dalam mengakses pendidikan maupun ekonomi. Hari pertama saya mengikuti kegiatan Magis Immersion Experiment ini sudah panik dan bingung, apa yang bisa kami berikan kepada teman-teman muda ini? Begitu celetuk saya kepada beberapa teman circle yang mengambil bagian dalam Magis immersion experiment ini. Pada waktu itu kami ada setengah hari untuk mempersiapkan program apa yang dapat kami berikan kepada teman-teman muda. Kami berdiskusi untuk membuat program dengan tujuan meningkatkan kapasitas teman-teman muda yang menjadi dampingan LP4Y. Akhirnya kami memutuskan untuk memberikan training terkait dengan proses interview bagi teman-teman muda supaya mereka dapat memahami bagaimana proses interview pekerjaan yang baik karena tujuan mereka mengikuti pendampingan di LP4Y adalah menemukan pekerjaan yang lebih baik.           Perjalanan persiapan batin menuju Immersion Experiment akan berbeda bagi kami masing-masing yang berpartisipasi. Namun, malam pembekalan pada 22 Mei 2024 itu menjadi malam yang penuh dengan pergolakan batin bagi kami semua. Saat proses circle-sharing di malam pembekalan, rata-rata dari kami memiliki perasaan dominan yang sama terkait rasa tidak siap dan ketakutan. Lantas, kami bertanya, “Apakah kami akan mampu memberikan yang terbaik dalam waktu yang singkat di LP4Y?”   Perjalanan menuju LP4Y masih diwarnai kekhawatiran, keraguan, dan ketakutan. Ketika memasuki area Kampung Sawah ternyata area itu memiliki gambaran yang cukup bertolak belakang dengan kawasan yang biasa kami lihat setiap hari. Permukiman yang cukup padat di pinggir area jalan tol dengan tumpukan sampah menjadi pemandangan yang biasa. Ada proses pembakaran sampah di beberapa tempat dan menimbulkan bau yang kurang sedap dan juga sungai yang berwarna hitam dengan bau yang khas.   Dalam kondisi lingkungan seperti itu dan keadaan ekonomi yang terbatas membuat kami bertanya-tanya seperti apa youth (sebutan orang muda yang dididik oleh LP4Y) yang akan kami temui. Akan tetapi, sejak awal tiba pertemuan kami dengan satu per satu para youth mengubah segalanya. Sosok demi sosok Youth yang kami temui seakan menampar kami tentang pentingnya mensyukuri apa yang telah kami miliki dan kami jalani. Para Youth memiliki mimpi yang luar biasa di tengah kondisi kehidupan yang mereka jalani. Tidak berhenti hanya dengan memiliki mimpi, tetapi keikutsertaan mereka dalam program LP4Y menggambarkan semangat juang untuk bisa mendapatkan sesuatu yang bermakna yang mereka yakini akan membawa mereka untuk menggapai mimpi yang mereka inginkan.     Pada malam pertama, saya tinggal bersama dengan orang muda yang kedua orangtua sudah berpisah. Dia tinggal sendiri dan dibantu oleh saudara untuk kebutuhan sehari-hari. Saya tinggal berdua dengan orang muda yang tempat tidurnya berukuran 2×2 Meter. Bagi saya, ini adalah tempat pertama saya tidur dengan ukuran kamar kecil. Saya mencoba merefleksikan apa yang Tuhan inginkan dari saya dengan mengikuti kegiatan Magis Immersion Experiment ini. Saya mengambil sikap doa untuk memohon rahmat Tuhan agar Tuhan membantu dan melancarkan semua kegiatan yang esok akan dijalankan. Ada perasaan gelisah dan ketakutan dengan kegiatan ini karena takut saya tidak dapat mengikuti sampai selesai kegiatan Magis Immersion Experiment ini. Hingga tiba waktunya untuk berinteraksi dengan teman-teman muda dan ternyata apa yang saya takutkan di malam sebelumnya sangat berbeda 180° dengan apa yang saya jumpai. Teman-teman muda yang menyenangkan dan sangat antusias mengikuti setiap kegiatan di LP4Y dan kegiatan yang diberikan oleh teman-teman Magis.   Program di hari Jumat adalah Micro Company Support di mana kami ikut terlibat dalam proses aktivitas persiapan dan penjualan galon air mineral serta program citizenship yaitu melakukan survei terhadap masyarakat di area Center LP4Y. Sedangkan untuk program di hari Sabtu adalah mock interview yaitu melakukan simulasi interview kerja sebagai HRD, job discovery yaitu membuat seperti job fair kecil-kecilan di mana para youth akan secara bergantian mengunjungi booth yang memperkenalkan profil singkat perusahaan kami. Proses pembekalan tambahan ini cukup membantu kami untuk memberikan gambaran terkait apa yang akan kami lakukan di LP4Y.   Di akhir sesi, saat mendengar satu per satu dari mereka menyampaikan kesan berproses bersama, sungguh ini menjadi kado yang memberi kehangatan bagi kami di formasi Magis. Ucapan terima kasih dengan raut wajah malu-malu dan mendengar mereka menyampaikan insight yang mereka dapatkan sungguh di luar ekspektasi kami. Sebagian besar dari kami awalnya berpikir bahwa apa yang kami berikan adalah hal yang “biasa saja” atau hanya “sedikit” dari apa yang dimiliki, namun ternyata berbeda untuk teman-teman Youth. Dampak yang diberikan sangat luar biasa karena kami bisa merasakan bahwa mereka yang sangat membutuhkan hal tersebut.   Banyak canda dan tawa selama sesi. Ketakutan dan kegelisahan yang selama ini saya pikirkan sirna begitu saja karena melihat teman-teman muda yang sangat menyenangkan. Tidak terasa waktu cepat berlalu dan kami menuju Kolese Kanisius untuk mengikuti acara selanjutnya yaitu pengendapan pengalaman, perasaan, dan rahmat Tuhan yang ditemukan. Dalam dinamika pengendapan ini kami merasakan bahwa rahmat Tuhan benar-benar hadir dalam peristiwa-peristiwa Magis Immersion Experiment ini. Tuhan menunjukkan kasih-Nya dengan luar biasa dan Ia mengajarkan arti kehidupan yang sesungguhnya.     Dengan pengalaman, pertemuan, penemanan, dan keterikatan dengan teman-teman muda, ada satu kata yang dapat menggambarkan akan pengalaman ini yaitu “hope.” Teman-teman muda itu bersemangat tinggi, antusias, dan mau belajar. Walaupun itu semua ada keterbatasan tetapi di sini hope memiliki pengaruh krusial bagi teman-teman muda, yaitu membuat orang menjadi optimistis, memiliki motivasi untuk untuk melakukan sesuatu, mampu melihat potensi untuk mengejar cita-cita sesuai kata hatinya.   Sebagai pribadi yang masih belajar dan terus belajar, ada harapan-harapan kecil dari hati kami, yaitu bahwa suatu saat kami dapat kembali lagi ke LP4Y untuk memberikan dan berbagi sesuatu kepada teman-teman muda. Kami bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang sudah menunjukkan jalan yang baik dan mencecap kata hati. Hanya dengan menjadi pribadi bagi orang lain, maka disaat itulah kita bisa menjadi manusia sejati.   “Bukan tentang berapa lama tetapi tentang seberapa dalam.” Kalimat itu menjadi kalimat yang bisa menggambar-kan Immersion Experiment kami di LP4Y. Ketakutan kami tentang keterbatasan waktu yang berakibat akan tidak bisa memberikan yang terbaik ternyata memberikan makna yang sebaliknya. Rahmat yang kami inginkan di awal memulai Immersion Experiment ini berbeda-beda. Namun, di akhir kami menyadari bahwa kami memperoleh rahmat yang sama untuk bisa lebih bersyukur dengan apa yang kami miliki dan apa

Penjelajahan dengan Orang Muda

Aku Melayani-Mu

Magis Immersion Experiment 2024: Saat berjalan memasuki Kolese Hermanum, tempat pembekalan sebelum terjun ke tempat Immersion, berbagai perasaan muncul dan memenuhi diri. Ada rasa takut, khawatir, tertantang, dan setengah hati karena long weekend ini mestinya bisa dipakai untuk liburan. Wajar apabila berbagai perasaan itu muncul karena ruang bernama zona nyaman harus ditinggalkan untuk melakukan immersion, masuk ke dalam pengalaman orang-orang kecil, lemah, dan miskin di kota Jakarta. Sejenak hiruk-pikuk kehidupan ditinggalkan untuk ikut melihat, merasakan, memahami, dan berpikir seperti orang-orang yang menjadi induk semang (istilah bagi keluarga tempat peserta immersion tinggal). Tidak tahu apakah kami -yang orang-orang asing ini- akan diterima dengan baik atau tidak. Meskipun diliputi berbagai perasaan itu, ada kepercayaan bahwa rahmat-Nya akan bekerja dan menyertai selama perjalanan immersion ini. Beberapa rahmat yang kami mohonkan antara lain: rela berkorban, kerendahan hati, keterbukaan, kesabaran, dan kejujuran.   Immersion kali ini dilaksanakan di beberapa tempat yang merupakan lokasi warga binaan Lembaga Daya Dharma (LDD), yaitu Muara Baru, Muara Angke Blok Eceng, Marunda, dan Muara Angke Blok Empang. Tempat-tempat ini mungkin tidak asing di telinga namun asing untuk dikunjungi. Boleh dikatakan bahwa tempat-tempat ini adalah ‘batas wilayah’ terluar dari Kota Jakarta. Dari tempat kami melakukan immersion, terlihatlah bagaimana kesenjangan yang terjadi di Kota Jakarta: gedung pencakar langit berlomba-lomba ditegakkan, pabrik-pabrik industri yang berdiri kokoh disertai dengan berbagai polusinya, pembangunan rumah layak huni di antara rumah kumuh di sekitarnya. Di tempat ini pula mereka harus berdamai dengan keadaan lingkungan sekitar: tumpukan sampah, bau amis menyengat, tikus-tikus yang berkeliaran, sulitnya akses air bersih, dan kondisi jalanan yang hampir setiap hari banjir bahkan airnya sampai masuk ke dalam rumah. Tidak hanya dari bangunan-bangunan yang berdiri namun juga dari pekerjaan yang dihidupi induk semang kami. Mulai dari penjual kopi keliling, pengupas kerang, nelayan, sopir angkot, jasa antar pemancing, pembersih botol dan gelas plastik, penjual nasi uduk, penjual jajanan pasar, hingga pekerja serabutan. Mereka menjadi figur nyata orang-orang kecil yang mungkin selama ini hanya kami lihat dari kejauhan. Kini kami harus immerse dengan kehidupan mereka dan melayani dengan apa yang kami bisa. Belajar mewujudkan perbuatan kasih untuk meneladan Sang Guru yang terus dikenangkan dalam Ekaristi Kudus.     Induk semang kami memang bukan siapa-siapa. Pekerjaan mereka seringkali dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Kata anak-anak muda, pekerjaan mereka tidak ‘seksi’ sama sekali. Namun mereka yang dianggap kecil, terpinggirkan, dan miskin ini justru yang menguapkan berbagai perasaan negatif kami. Perasaan takut, khawatir, dan tidak nyaman yang muncul akibat sudah berprasangka terlebih dahulu, hilang. Kami yang asing ini justru diterima dengan baik oleh induk semang kami. Bahkan kami justru dianggap sebagai anak sendiri oleh mereka. Kami masih diberi makan dengan cukup, masih bisa tidur di tempat yang aman dan nyaman. Padahal mungkin untuk memenuhi makan sehari-hari anggota keluarganya mereka kesulitan. Akan tetapi, kami dapat makan secara cukup bahkan kadang diada-adakan. Kami tidak pernah bertemu dan tidak pernah melakukan perbuatan baik untuk mereka ini sebelumnya, tetapi kami diberikan sampai sebegitunya. Sungguh makanan yang kami makan selama Immersion itu menjadi makanan yang sangat enak justru karena diberikan dari kesederhanaan yang mereka punya. Merefleksikan hal ini membuat kami merasa malu. Seperti ditampar rasanya. Kadang untuk memberi saja kami masih berpikir-pikir tetapi justru mereka memberikan dari hatinya yang terdalam bagi kami orang asing ini.   Di dalam setiap hal yang kami terima dari induk semang, kami merasakan ketulusan dan keikhlasan mereka. Kami merasa bahwa induk semang kami telah begitu mengasihi kami sehingga hati kami tergerak untuk meneruskan rantai kasih ini kepada sesama yang lainnya, melayani dengan tulus dan ikhlas. Benar kata pepatah bahwa kebaikan itu menular. Ajaibnya ketergerakkan untuk melakukan kebaikan itu tidak hanya kepada orang-orang yang telah terlebih dahulu mengasihi kita tetapi juga kepada orang-orang yang tidak kita kenal sebelumnya.   Tidak hanya itu, kami juga merasa bahwa Allah sedang menyapa kami melalui orang-orang di lingkungan sekitar induk semang kami. Mereka menyapa dan memberikan senyuman yang seolah-olah memberi pesan bahwa semua akan baik-baik saja dan tidak ada yang perlu ditakutkan. Senyum ramah inilah yang menjadi salah satu penyemangat kami dalam menjalani pekerjaan di sana.     Melalui immersion ini, kiranya ada beberapa hal yang layak untuk direfleksikan. Pertama, soal melayani atau dikenal dalam pilar Service dalam Magis. Kiranya hal-hal yang kami lakukan selama immersion ini bukanlah hal-hal besar. Cenderung entah dilarang oleh induk semang karena nanti kami kelelahan atau karena membutuhkan keahlian khusus. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan kecil yang kami lakukan itu kiranya menjadi bentuk pelayanan yang dapat kami berikan. Sebab melayani -yang adalah suatu bentuk perbuatan kasih itu- tidak diukur dari besar dan kecilnya tetapi berawal dari niat dan ketergerakan bahwa aku ingin memberikan dari apa yang aku punya.   Kedua, kami juga merasakan bagaimana Allah itu sungguh hadir dan terus berkarya dalam kehidupan kami. Sosok-Nya itu kami temukan melalui kebaikan orang-orang yang dalam perjalanan pergi-pulang maupun selama immersion kami temui,terutama dari induk semang kami masing-masing. Bagaimana kami diterima, boleh mempunyai tempat berteduh dan tidur, boleh makan secara berkecukupan yang semuanya itu dalam suasana kesederhanaan menjadi bukti cinta-Nya untuk kami. Coba saja kami tidak diterima, mana bisa kami berteduh dan tidur di malam hari ketika badan sudah lelah. Mana bisa kami makan dengan berkecukupan untuk mengisi tenaga lagi. Kehadiran orang-orang ini menjadi wujud kehadiran Allah sendiri yang menyapa dan mengasihi kami.    Menutup kisah perjalanan immersion bersama orang-orang yang miskin, kecil, dan terpinggirkan di Jakarta ini kiranya bisa direfleksikan satu pertanyaan untuk melangkah ke depan: apa yang ingin dan bisa kulakukan untuk mereka yang KLMTD di Jakarta ini? Perbuatan kasih apa yang bisa kubagikan untuk sesamaku itu? Dalam gerak inilah kiranya spiritualitas Ignatian itu justru hidup. Sebab spiritualitas Ignatian tidak pernah berhenti hanya pada doa dan teori saja. Ia harus mewujud dalam tindakan-tindakan kasih bagi sesama.   Kontributor: Ancella Trilegio, Flaviantius Iko Marpaung, Basilius Kevin, Fransisca, Stepanus Igo Kewa – MAGIS Indonesia

Penjelajahan dengan Orang Muda

Teach Us to Serve as You Deserve

Dalam rentang waktu 22-26 Mei 2024, Komunitas Magis Jakarta mengadakan Magis Immersion Experiment, terdiri atas pembekalan (persiapan), pelaksanaan (aksi), dan pengendapan (refleksi). Pada 22-23 Mei 2024, setelah jam pulang kantor, para peserta immersion mengikuti pembekalan di Kolese Hermanum Unit Johar Baru. Selain hal-hal teknis, mereka juga dibekali pendalaman materi mengenai tema utama Immersion “Teach us to serve as you deserve” dan lanjutan materi mengenai Kontemplasi Penjelmaan, Meditasi Dua Panji, dan Tiga Golongan Orang. Pada 23-25 Mei 2024, para peserta disebar per kelompok ke beberapa tempat layanan Lembaga Daya Dharma (LDD) KAJ, antara lain ke Muara Angke Blok Eceng, Muara Angke Blok Empang, Muara Baru, dan Marunda. Selain itu, mereka juga disebar untuk melakukan Immersion di rumah orang-orang muda layanan LP4Y (Life Project for Youth), lembaga sosial yang berdomisili di Cilincing, Jakarta Utara. Immersion ini dilakukan di komunitas Lovely Hands Garden di Sunter, Jakarta Utara. Pada dua hari terakhir, para peserta melakukan pengendapan di Kolese Kanisius Menteng dalam bentuk refleksi personal dan komunal, serta ditutup misa bersama di Kapel Kolese Kanisius itu.     Kegiatan Immersion Experiment ini merupakan salah satu program pokok formasi Magis yang baru kembali diadakan setelah lima tahun vakum karena beragam kendala. Immersion ini merupakan sarana menginternalisasi dan mengintegrasikan Spiritualitas Ignasian bagi anggota Magis Jakarta. Konteks kota Jakarta memperlihatkan dengan kentara jurang kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini menjadi sebuah konteks refleksi yang bagus bagi Magis Jakarta setelah dibekali dan berlatih dalam enam kali pertemuan bulanan dengan pokok-pokok spiritualitas itu. Pada tahun 2024, immersion diikuti sekitar 33 peserta. Dalam kesempatan ini Komunitas Magis Jakarta berkolaborasi dengan Lembaga Daya Dharma (LDD) KAJ, Life Project for Youth (LP4Y), dan Komunitas Lovely Hands Garden. Selain mempertemukan para anggota Magis dengan mereka yang terpinggirkan, immersion menjadi kesempatan berharga dalam membangun kolaborasi sebagai Gereja yang berjalan bersama dengan mereka semua yang berkehendak baik.    Kontributor: S Alfian Ferry, S.J. – Magis Indonesia