Perayaan Lustrum VII
Tepat pada 3 November 2022, SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti memperingati Lustrum VII. Kedua institusi yang berada di bawah naungan Yayasan Wacana Bhakti ini terus membuktikan diri sebagai tempat jiwa-jiwa muda ditempa dan didampingi untuk menemukan jati diri. SMA Kolese Gonzaga konsisten mengamalkan cita-cita luhur untuk menemani dan menempa kaum muda agar dapat menjadi “manusia-manusia susila terpelajar”. Di sisi lain, Seminari Wacana Bhakti pun konsisten mengamalkan cita-cita luhur untuk mendampingi orang-orang muda yang hendak “menanggapi panggilan suci” dan “menjadi abdi di ladang Ilahi”. Kiprah selama 35 tahun inilah yang layak disyukuri melalui rangkaian perayaan Lustrum VII yang diadakan di kompleks Jalan Pejaten Barat 10 A ini.
Staying Apart, Always Together
Tema yang dipilih untuk membingkai Perayaan Lustrum VII ini ialah “Staying Apart, Always Together”. Tema ini tidak lepas dari konteks pandemi yang lekat dengan Perayaan Lustrum SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Menengah Wacana Bhakti. Kebijakan physical distancing di masa pandemi membatasi interaksi antar manusia secara langsung. Walaupun segenap komunitas Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti sedang terpisah (staying apart), hal tersebut tidak selamanya buruk. Pandemi Covid-19 pun memberi arti baru dari kebersamaan (togetherness). Alih-alih mengutamakan kebersamaan secara fisik, kebersamaan dapat dihadirkan di tengah masyarakat dengan cara berbeda. Esensi kebersamaan tidak lagi mengutamakan kontak fisik, melainkan solidaritas dan persahabatan.
Selain rasa syukur dan suka cita, perayaan Lustrum VII SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti juga berangkat dari keprihatinan yang masih melekat dalam diri setiap orang, terutama sebagai dampak pandemi. Masih membekas dalam benak mereka rasanya kehilangan orang-orang yang dikasihi karena Covid-19 ini. Masih terasa dalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia dampak ekonomi yang belum kian pulih setelah porak poranda diterjang badai pandemi. Maka dari itu, alih-alih berpusat pada selebrasi dan perayaannya semata, Lustrum VII diperingati secara sederhana namun sarat makna. Alih-alih tenggelam dalam selebrasi, Lustrum VII hendak dirayakan dengan pertama-tama memperhitungkan dampaknya bagi sesama yang membutuhkan.
Compassion Month
Rangkaian kegiatan Lustrum VII SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti dimulai dengan kegiatan Compassion Month. Intensinya, siswa/i diundang untuk dapat memberikan diri. Ada tiga rangkaian kegiatan yang terdapat di dalamnya, yaitu Gonzcare, Gonzgive, dan Gonzteach. Melalui Gonzcare, siswa/i diundang untuk dapat merawat tempat yang mereka sebut sebagai “rumah kedua” dengan membersihkan kompleks SMA Kolese Gonzaga. Melalui Gonzgive, siswa/i diajak untuk melakukan bakti sosial bagi orang-orang sederhana yang mereka temui di jalanan. Akhirnya, melalui Gonzteach, siswa/i diundang untuk memberikan sekaligus melatih diri menyalurkan ilmu mereka dengan mengajar murid-murid Sekolah Dasar di Perhimpunan Vincentius Jakarta dan Yayasan Kanisius Cabang Surakarta.
Gonzaga Lustrum Festival
Berbeda dengan Gonzaga Festival yang lazimnya diadakan setiap tahun, Gonzaga Festival tahun ini diadakan dalam rangka perayaan Lustrum. Selain ada tambahan kata “Lustrum” pada nama acara ini, Gonzaga Lustrum Festival GLF) juga mengangkat narasi 35 tahun berdirinya SMA Kolese Gonzaga. Hal inilah yang tampak dalam rangkaian terakhir acara GLF, yaitu performing arts. Selain menjadi ajang menunjukkan bakat serta kebolehan yang dimiliki, siswa/i juga diundang untuk mengenal, mencecap, sembari merefleksikan sejarah serta jatuh-bangun berdirinya SMA Kolese Gonzaga. Melalui kegiatan ini, harapannya, rasa cinta siswa/i Kolese Gonzaga atas almamaternya semakin mengakar.
Gonzaga Lustrum Care
Selain berorientasi pada selebrasi, acara Lustrum VII juga menjadi ajang untuk bersyukur, pertama-tama atas kesehatan yang dimiliki. Konteks inilah yang membuat Gonzaga Lustrum Care diadakan. Dua tahun ada dalam masa pandemi menyadarkan betapa pentingnya merawat kesehatan, khususnya seluruh anggota komunitas SMA Kolese Gonzaga. Terdapat dua bentuk acara yang diadakan di dalamnya, yaitu fun bike/fun walk dan donor darah.
Parade Budaya Indonesia
Rangkaian perayaan Lustrum juga menjadi kesempatan berharga untuk mensyukuri kebudayaan Indonesia. Acara ini diadakan bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Acara khusus dalam parade Budaya Indonesia ini adalah parade busana. Seluruh anggota Komunitas Gonzaga wajib mengenakan busana daerah yang berasal dari berbagai provinsi yang ada di Indonesia. Pemakaian pakaian daerah ini pun dilombakan. Semakin unik pakaian yang digunakan akan semakin besar peluang yang bersangkutan untuk meraih juara.
Penerbitan Buku “Puspadanta Gonzaga” dan Seminar Pendidikan
Selain kegiatan dalam bidang humaniora, Lustrum ini juga dirayakan dengan kegiatan dalam bidang akademik. Setelah mengalami pendampingan intensif selama beberapa bulan, siswa/i SMA Kolese Gonzaga berhasil membuat bunga rampai tulisan dan menjadikannya sebuah buku. Judul buku tersebut ialah “Puspadanta Gonzaga”—Gading Berukir Gonzaga. Dalam buku ini tertuang pemikiran kritis, ketajaman argumentasi, dan kedalaman refleksi kawula muda Gonzaga. Selain menulis buku, perayaan Lustrum dalam bidang akademik juga diisi dengan Seminar Kebangsaan dan Seminar Pendidikan.
Misa Puncak Lustrum VII
Perayaan Lustrum VII ditutup dengan Ekaristi Puncak Lustrum VII. Perayaan Ekaristi ini dipimpin oleh Bapak Kardinal Ignatius Suharyo. Adapun, para imam yang menjadi konselebran ialah Pater Provinsial, Benedictus Hari Juliawan, SJ, Pater Rektor Seminari Wacana Bhakti, B. Ardi Dharmawan, dan Pater Kepala SMA Gonzaga, Paulus Andri Astanto, SJ. Rangkaian perayaan Lustrum VII ini juga menjadi kesempatan untuk bersyukur atas 35 tahun penyertaan Tuhan atas institusi sembari memohon rahmat agar Tuhan senantiasa menyertai dalam perjalanan tahun-tahun ke depan.
Api yang Membawa Terang
Akhirnya, rangkaian Perayaan Lustrum VII, ini menjadi kesempatan bagi SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti untuk kembali kepada raison d’etre berdirinya kedua institusi tersebut. Seperti St.Aloysius Gonzaga yang tidak tinggal diam di hadapan krisis sosial yang ada di sekitarnya, semoga SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti juga dapat menjadi penyuluh lilin harapan, yang nyalanya berpendar di tengah dunia dan siap dibagikan kepada sesama.
Dalam sebuah dokumen berjudul Ignatian Pedagogy: A Practical Approach, Pater Peter Hans-Kolvenbach pernah menulis demikian, “…our goal as educators [is] to form men and women of competence, conscience, and compassionate commitment…..” Sekalipun konteks dunia sarat perubahan, semoga semangat untuk mengedepankan terbentuknya pemimpin-pemimpin masa depan yang berhati nurani, berbela rasa, dapat diandalkan, dan berkomitmen tetap menjadi roh yang menggerakkan perjalanan sejarah SMA Kolese Gonzaga dan Seminari Wacana Bhakti.
Kontributor: Fr. Gregorius Agung Satriyo Wibisono, S.J. – Sub Moderator SMA Kolese Gonzaga