capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

SBC 2021: Ignatian Pedagogical Paradigm di Tengah Pandemi

Date

Setelah Scholastics and Brothers Circle (SBC) tahun 2020 yang mestinya diselenggarakan di Provinsi kita dibatalkan karena pandemi, SBC tahun 2021 kembali hadir pada bulan Desember secara daring. Perwakilan 54 skolastik dari semua wilayah JCAP bertemu via Zoom selama lima hari pada 26-30 Desember 2021. Provinsi Indonesia sendiri mengirimkan lima skolastik perwakilan filosofan, TOKer, dan teologan ditambah dua skolastik Indonesia yang sedang TOK di Kamboja dan studi di Manila. Selain para skolastik dari Asia Pasifik, juga bergabung dua skolastik dari Afrika yang sedang menjalani studi di Jepang.  SBC kali ini dapat berjalan berkat kerja keras tim panitia dari komunitas Arrupe International Residence Manila (AIR) yang dikoordinasi oleh Skolastik Damo Chour dari Kamboja. Rangkaian acara dibuka oleh P Tony Moreno, S.J., Presiden JCAP, dan ditutup oleh P Riyo Mursanto, S.J.,  Rektor AIR dan Delegat Formasi JCAP. Setiap hari selama lima hari tersebut, para skolastik menjalani tiga sesi, di mana sesi pertama adalah percakapan rohani tiga putaran dalam kelompok kecil (4-5 orang) dan sesi-sesi berikutnya diisi pemaparan materi dan diskusi dengan para narasumber. Oleh karena itu, selain mendengarkan pemaparan dalam ruang besar, para skolastik juga mendapat kesempatan untuk mengenal kelompok percakapan rohaninya secara lebih personal dengan saling berbagi refleksi atas topik terkait. 

Para narasumber yang dihadirkan pun sangat beragam, mulai dari para Jesuit sendiri, kebanyakan dari Provinsi Filipina dan pengajar di Ateneo de Manila dan Zamboanga, guru-guru awam, hingga para murid dari beberapa sekolah Jesuit dalam wilayah JCAP. Hal ini sejalan dengan tema yang diusung, yaitu pendidikan khas Jesuit sebagaimana dirumuskan dalam Ignatian Pedagogical Paradigm (IPP) dan penerapannya selama pandemi. Setelah mendapat penjelasan umum mengenai IPP, tema tersebut dibedah lagi dalam topik-topik lebih rinci, misalnya landasan alkitabiah bagi pendidikan Kristiani, kepemimpinan dan visi sekolah Jesuit dalam masa pandemi, penggunaan teknologi untuk membantu penerapan IPP, pentingnya kesehatan mental di sekolah-sekolah Jesuit, posisi pendidikan daring dalam UAP, dan tak ketinggalan adalah kesaksian langsung para guru dan murid dari sekolah-sekolah Jesuit dari aneka penjuru Asia Pasifik. Para peserta SBC dapat mendengarkan berbagai pengalaman untuk menerapkan IPP dalam aneka konteks dan memahami IPP sebagai Latihan Rohani yang diterjemahkan ke dalam dunia pendidikan.

Ragam peserta SBC dan narasumber yang membagikan pengalaman mereka menunjukkan ragam konteks wilayah penerapan IPP yang mewujud dalam perbedaan perjuangan guru dan murid di wilayah yang berbeda-beda. Di Australia guru berjuang agar para murid tidak banyak terdistraksi oleh media sosial atau online gaming. Di Kamboja guru berjuang agar murid dan orang tua bisa menggunakan platform daring yang ada di tengah kesulitan ekonomi di sana. Di Jepang para murid mengalami tekanan karena budaya tuntutan pendidikan yang keras. Di Myanmar tekanan keras junta militer tidak menciptakan harapan cerah bagi generasi muda. Juga menjadi tantangan bahwa di negara seperti Filipina yang mayoritas Katolik dan memiliki banyak sekolah Jesuit masih banyak terjadi ketidakadilan. Konteks yang berbeda menuntut penerapan yang berbeda-beda pula. Ragam penerapan ini juga memberi inspirasi dan dorongan bagi kami untuk semakin mengenali konteks Indonesia. 

Selain itu, IPP dari kacamata spiritual lebih dari sekadar sepaket prosedur atau sebuah kurikulum, melainkan Latihan Rohani yang diterjemahkan ke dalam dunia pendidikan secara sistematis. Dalam IPP, proses pendidikan harus mencakup pemahaman konteks, adanya pengalaman, refleksi atas pengalaman, tindakan yang muncul setelah refleksi, dan pada akhirnya evaluasi atas seluruh proses. Tujuan dari IPP pada akhirnya adalah menghasilkan murid-murid yang mampu berdiskresi. Br. Jeff Pioquinto, SJ dari Ateneo de Zamboanga bercerita bahwa dalam menerapkan IPP, atau bisa juga dikatakan sebagai proses mengajarkan para muridnya berdiskresi, kebanyakan murid tidak langsung memahaminya pada masa sekolahnya tersebut. Akan tetapi, setelah beberapa tahun lulus mereka menyadari dan sungguh berterima kasih atas pendidikannya selama di sekolah tersebut karena mereka dapat berdiskresi untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang magis dalam hidup mereka. Oleh karena itu, mempelajari bersama IPP dalam SBC kemarin sesungguhnya adalah undangan juga bagi para skolastik untuk kembali pada Latihan Rohani itu sendiri. Hal ini dikarenakan pedagogi Latihan Rohani inilah yang akan menjadi hal yang dibagikan dalam bentuknya sebagai IPP dalam perutusan kelak dalam dunia pendidikan khas Jesuit. 

Kontributor: Frater Daud Kefas Raditya, SJ & Frater Teilhard A. Soesilo, SJ

Dokumentasi: Panitia SBC 2021

More
articles

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *