Pengajuan beasiswa Suryani ditolak karena foto-foto dirinya sedang berpesta tersebar di dunia maya. Sementara Bima dan Dara menghadapi banyak masalah di masa remajanya menjelang Ujian Akhir Sekolah karena mereka berpacaran melewati batas sehingga Dara hamil di luar nikah. Demikian penggalan kisah dalam film Photocopier dan film Dua Garis Biru yang merupakan dua di antara film lain yang direkomendasikan sekolah untuk memulai Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga, yang bertema Antara Tabu tapi Perlu Tahu.
Pekan Seksualitas bagi Gen-Z ini diselenggarakan dengan tujuan agar siswa-siswi SMA Kolese Gonzaga mampu memahami isu-isu seksualitas diri, sesama, dan lingkungan mereka dari berbagai perspektif lintas ilmu. Selanjutnya, mereka diharapkan dapat melakukan pencegahan atas hal-hal negatif dari isu seksualitas yang dapat menimpa diri mereka maupun sesamanya. Mereka diharapkan dapat mempersuasi diri dan orang lain untuk menghargai serta memperjuangkan seksualitas yang sehat.
Duo Jesuit P. Okta dan Fr. Wibi, memulai Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga dengan bincang-bincang ringan dan kocak. “Gas tipis-tipis” menjadi istilah kocak yang mengesan saat keduanya memberi panduan menonton beberapa film yang direkomendasikan untuk menyiapkan diri mengikuti pekan seksualitas. Harapannya, para siswa terpantik untuk berpikir kritis tentang seksualitas.
Berbekal refleksi setelah menonton film-film itu, dengan pendampingan wali kelas pada Senin, 14 Februari 2022, para siswa berdiskusi dan mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang ingin disampaikan dalam diskusi panel. Pada hari Kamis, 17 Februari 2022, para siswa dengan antusias memasuki Diskusi Panel melalui Zoom. Diskusi Panel bersama narasumber dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas aspek psikologis bersama Dr. Imelda Ika Dian Oriza, M.Psi. dan aspek medis-fisik bersama dr. Noviyani Sugiarto, SpOG. Bagian kedua mendiskusikan aspek hukum bersama Ibu Ratna Batara Munti, S.H., M.Si. dan etika komunikasi digital bersama Kak Oviani Fathul Jannah. Bagian ketiga membahas aspek rohani-spiritualitas dari tradisi kekatolikan bersama Pater Imanuel Eko Anggun Sugiyono, SJ. dan aspek rohani-spiritualitas dari tradisi keislaman bersama Prof. Dr. Musdah Mulia.
Pertanyaan dari para siswa cukup beragam dan memberi kesan tentang pentingnya pemahaman seksualitas yang benar dan sehat. Seksualitas tidak untuk ditabukan atau malah dijadikan misteri yang tidak bisa dibicarakan. “Belajar tentang seksualitas itu perlu, karena kita perlu tahu hak atas tubuh dan hak atas reproduksi agar dapat menghargai orang lain. Belajar tentang sistem nilai terkait seksualitas akan membantu kita membuat keputusan-keputusan terkait seksualitas.” kata psikolog Dr. Dian Oriza yang akrab dipanggil Mbak Dior.
Para siswa juga diperkenalkan pada pemahaman tentang ketidaksetaraan gender yang dapat berakibat pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), mengobjekkan perempuan, dan perlakuan-perlakuan yang melecehkan perempuan. Ibu Ratna Batara Munti, S.H., M.Si memperlihatkan aspek hukum yang belum mengatur pelecehan seksual atau kekerasan seksual yang terjadi dalam perkawinan. Yang diatur baru sebatas yang terjadi di luar perkawinan. Para siswa juga mendapat masukan tentang penyimpangan seksual dan kata kunci seperti sistem nilai dan penerimaan diri dalam membangun sikap yang sehat dalam perilaku seksual.
Kak Oviani Fathul Jannah mengajak para siswa melihat seksualitas dan bagaimana berselancar di dunia digital secara aman dengan memperhatikan etika berkomunikasi.. Selama pandemi Covid-19, ternyata kasus eksploitasi seksual anak secara online justru meningkat pesat. Ada banyak konten seksual tak sehat di dunia maya, bahkan ada streaming aktivitas seksual, juga ada konten pelecehan yang dijadikan lelucon di media sosial. Pendekatan korban pelecehan melalui dunia digital banyak terjadi dengan metode grooming online. Pelaku seakan-akan mencitrakan diri sebagai orang yang sangat mengapresiasi orang lain, sehingga ia mendapat trust dari korban. Hal tersebut kemudian dapat berlanjut dengan sexting (sex texting). Pelaku selanjutnya meminta foto telanjang kepada korban. Korban yang sudah memiliki rasa percaya pada pelaku akan memberikan foto-foto dirinya. Apabila hal ini terjadi, maka dengan mudah akan terjadi tindakan selanjutnya, yaitu sextortion. Selanjutnya, korban akan terus diminta memberikan foto-foto berikutnya dengan ancaman fotonya akan disebarkan.
Pater Anggun, S.J., dosen STF Driyarkara, melihat pandangan Gereja Katolik mengenai aborsi dan kontrasepsi. Ia menegaskan untuk tidak melihat dari sisi apa yang dilarang namun lebih memperhatikan apa yang dibela. Sedangkan Prof. Musdah (ketua Indonesian Conference on Religion and Peace – ICRP), melihat dari pandangan Islam, membicarakan mengenai hakikat penciptaan manusia sebagai khalifah, yang berarti pemimpin, setidaknya bagi dirinya sendiri, sehingga setiap insan seharusnya mampu mengatur pikiran, kalbu, dan hasrat termasuk hasrat seksual.
Kegiatan ketiga dalam Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga adalah sesi diskusi commitment dan pembuatan media campaign. Sesi ini berlangsung pada Jumat, 18 Februari 2022. Ada forum keputrian dan forum keputraan untuk membuat komitmen berdasarkan pengalaman yang telah mereka dapatkan selama mengikuti Pekan Seksualitas sebagai penentuan aksi dan tindak lanjut yang dapat dilakukan di dalam komunitas siswa-siswi SMA Kolese Gonzaga. Setelah pembuatan komitmen, mereka kemudian masuk dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyusun media campaign yang akan diunggah di media sosial. Ada banyak variasi media campaign yang dihasilkan dari Pekan Seksualitas ini seperti poster, lagu, presentasi, video, dan podcast.
Kegiatan Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga ditutup dengan eksamen yang dipimpin oleh Pater Okta, S.J. Dalam pengantar eksamen, Pater Okta menyebut dokumen Christus Vivit (Kristus yang hidup) yang merupakan seruan dari Bapa Paus Fransiskus mengenai orang muda. Bapa Paus Fransiskus menggambarkan masa muda sebagai karunia Allah. Menjadi muda adalah sebuah rahmat dan berkat. Masa muda adalah sebuah masa yang penuh sukacita dan harapan. Kasih Allah tidak menghalangi orang untuk bermimpi, tetapi justru memicu mereka menuju hidup yang lebih baik dan indah. Paus Fransiskus mengundang orang muda untuk bersikap bijaksana di era globalisasi ini, yaitu dengan mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak lupa dari mana mereka berasal, terutama dalam menjaga hubungan dengan orang tua, keluarga, dan orang yang sudah lanjut usia sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari pengalaman mereka. Sebagaimana Daud menyatakan dalam Mazmur “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman Tuhan.”
Semoga Pekan Seksualitas Kolese Gonzaga dapat menjadi sebuah sarana untuk menemani orang-orang muda membangun masa depan yang berpengharapan. AMDG.
Kontributor: Gabriella Kristalinawati, S.Pd., M.Si. – Humas Kolese Gonzaga