Pilgrims of Christ’s Mission

Pelayanan Gereja

Pelayanan Gereja

Bersukacita Karena Allah Memberi Sukacita

Misa Natal Anak 2023 Paroki Tangerang Natal selalu membawa sukacita bagi umat Paroki Tangerang, terutama anak-anak, karena dirayakan secara khusus di dalam Misa Natal Anak yang jatuh pada Senin, 25 Desember 2023. Sekitar 2500 anak hadir merayakan misa kelahiran Yesus Kristus yang dikoordinasi oleh kakak-kakak pembina Bina Iman Anak (BIA) dan Bina Iman Remaja (BIR). Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pater Yosef Andi Purwono, S.J. Dalam homili, Pater Andi bersama tiga kakak Bina Iman, selain berinteraksi dengan anak-anak, juga mengajak bergembira dan bernyanyi bersamadisertai permainan kecil. “Kita bersukacita karena Allah memberi sukacita,” kata Pater Andi yang baru pertama kali memimpin misa Natal di Paroki Tangerang. Di hari istimewa ini suasana dalam gereja meriah dan menyenangkan. Saat perayaan Ekaristi berlangsung, mereka tampak tenang dan mampu mengikutinya sampai selesai. Setelah misa, anak-anak dengan tertib keluar dan satu per satu mendapatkan bingkisan Natal yang telah disediakan panitia. Kontributor: Redy – Paroki Tangerang

Pelayanan Gereja

Kelahiran Tuhan Membawa Terang Bagi Dunia

Perayaan Natal tahun ini di Gereja St. Antonius Padua Kotabaru dirayakan dengan penuh sukacita dan lebih ramai daripada tahun sebelumnya. Tahun 2022, jumlah umat dalam Perayaan Natal masih dibatasi karena masih dalam masa peralihan dari pandemi covid. Tahun ini, umat sudah lebih bebas untuk datang ke gereja. Gereja Kotabaru pun juga menyediakan tenda di jalan utara Gereja untuk digunakan umat. Pada hari Minggu, 24 Desember 2023, Gereja Kotabaru mengadakan tiga kali Perayaan Ekaristi Malam Natal, yakni pada pukul 17.00 WIB, 20.00 WIB, dan 22.30 WIB (EKM). Juga ada tiga kali Perayaan Ekaristi Natal pada hari Senin, 25 Desember 2023, yakni pada pukul 06.30 WIB, 09.00 WIB (EKA), dan 17.00 WIB (EKR). Mengangkat tema dari Injil Yohanes “Terang Itu Bercahaya di Dalam Kegelapan tetapi Kegelapan Tidak Menguasainya”, Perayaan Natal kali ini mengajak umat untuk menyadari bahwa dalam situasi apapun, Allah akan selalu hadir sebagai cahaya yang membawa harapan dan kedamaian. Ada banyak tantangan dari berbagai macam iklim, kita hadapi dengan jalan kita sendiri sebagaimana telah dituntun oleh terang Tuhan,” ucap Pater Mahar, SJ dalam homilinya pada Perayaan I Malam Natal. Poin yang selaras juga disampaikan Pater Hasto, SJ pada Perayaan II Malam Natal yakni, “Kita diundang untuk terus membangun persaudaraan, kita harus bergandeng tangan dalam menghadapi tantangan dan permasalah dunia.” Pada Perayaan I dan II Malam Natal, Gereja Kotabaru mendapat kehormatan kehadiran Kanjeng Pangeran Haryo Purbodiningrat mewakili Kraton Yogyakarta dan Bapak Singgih Raharjo, Penjabat Walikota Yogyakarta. Hal ini juga menambah sukacita umat Kotabaru karena merupakan dukungan dari pemerintah untuk Perayaan Natal. Perayaan III Malam Natal (EKM) sudah tidak seramai perayaan sebelumnya tetapi tetap dipadati umat terutama kaum muda. EKM dengan penuh kreativitas menawarkan refleksi yang sesuai dengan kaum muda, begitu juga dengan EKA dengan refleksi untuk anak-anak, EKR dengan refleksi untuk para remaja. Perayaan Natal pagi dikhususkan bagi umat lansia. Kontributor: Jessica Juliani – Kotabaru Digital Service

Pelayanan Gereja

Menjadi Kaum Muda yang 100% Katolik 100% Indonesia

Pada 14 Februari 2024 nanti, negara kita akan mengadakan Pemilu untuk menentukan pemimpin negara yang baru. Dalam rangka menyambut Pemilu ini, Gereja St. Yusup, Gedangan menyelenggarakan Talkshow Kebangsaan dengan tema “Terlibat dan Mewarnai Pemilu 2024”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Jumat, 13 Oktober 2023 dengan menghadirkan empat narasumber, yaitu P. Benedictus Cahyo Christanto, S.J., Mas Erasmus, Mas Wempy, dan Mas Indra. Sasaran utama dalam Talkshow Kebangsaan ini adalah kaum muda Katolik dengan rentang usia 17-21 tahun atau biasa disebut dengan pemilih pemula. Pemilih pemula adalah pemilih yang pada pemilu sebelumnya (tahun 2019) belum bisa menggunakan hak pilihnya karena belum terkategori sebagai pemilih. Pengetahuan mereka masih kurang mendalam dan sebagian besar belum memahami pentingnya hak pilih yang dimiliki demi nasib bangsa dan negara Indonesia untuk lima tahun ke depan. Selain itu menjadi keprihatinan dan kekhawatiran bahwa akhirnya para pemilih pemula memutuskan untuk golput (golongan putih) karena kurangnya informasi dan tidak peduli dengan masa depan Indonesia. Tak jarang para pemilih pemula pun menjadi sasaran untuk dipolitisi para calon demi mendongkrak popularitas dan mengikuti kampanye yang dilakukan. Bisa juga menjadi sasaran dalam politik uang yang terkadang masih terjadi. Dalam talkshow ini, ada 49 peserta yang datang. Secara khusus mereka diajak agar mau terlibat dan mewarnai Pemilu 2024 nanti. Dalam talkshow Kebangsaan ini, Pater Cahyo, S.J. memaparkan tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG). Pater Cahyo menegaskan bahwa ASG merupakan ungkapan keprihatinan Gereja Katolik atas persoalan sosial kemasyarakatan. “Kita tidak dapat disebut sebagai orang Katolik sejati kecuali kalau kita mendengarkan dan melaksanakan panggilan gereja untuk melayani mereka yang membutuhkan dan untuk bekerja demi keadilan dan perdamaian,” ujarnya. Mas Erasmus dari Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) memberikan wawasan kepada peserta mengenai Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Merdeka berarti menjunjung nilai kebebasan, bersatu dalam arti bersatunya seluruh rakyat Indonesia, adil dalam nilai kesetaraan, serta makmur yang artinya setiap orang harus dapat mencapai hidup sejahtera. Mas Wempy dan Mas Indra perwakilan dari Kevikepan Semarang mengajak kaum muda Katolik mau terlibat dalam kegiatan politik dengan ikut serta dalam Pemilu dan menggunakan hak pilihnya. Mgr. Soegijapranata, Uskup pribumi yang pertama, mencetuskan tentang “100% Katolik, 100% Indonesia”. 100% Katolik berarti kita ikut terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan menggereja dan 100% Indonesia berarti terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan berbangsa dan bernegara. Mereka berdua mengatakan kaum muda yang menggunakan hak pilihnya adalah kaum muda yang 100% Katolik 100% Indonesia. Talkshow Kebangsaan membawa angin segar bagi kaum muda. Kaum muda bukan hanya diajak untuk menggunakan hak pilihnya tetapi juga diajak secara sadar menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia. Dengan berbagai materi dari narasumber, kaum muda diharapkan dapat melek politik sehingga mereka menjadi pemilih pemula yang cerdas dan berkualitas. Valen sebagai pengurus misdinar yang mengikuti Talkshow Kebangsaan merasa mendapatkan banyak informasi dan termotivasi untuk ikut serta dalam Pemilu. “Saya harus menggunakan hak pilih saya karena saya mau menjadi 100% Katolik 100% Indonesia,” tegasnya. Kontributor: Fr. Wahyu Mega, S.J.

Pelayanan Gereja

Global Peace Youth Indonesia – Semarang di Gereja St. Yusup Gedangan

Global Peace Youth Indonesia Semarang (GPYI Semarang) adalah kegiatan berkumpulnya pemuda dan pemudi lintas iman untuk bersilaturahmi, mengenal, dan memahami sesuatu hal di luar komunitasnya seperti agama, suku, budaya, dan rumah ibadah. GPYI – Semarang secara umum memiliki tiga nilai yang nantinya akan diimplementasikan dalam setiap kegiatan. Nilai-nilai tersebut adalah kolaborasi lintas agama, penguatan kekeluargaan, dan budaya melayani. GPYI Semarang menamakan kegiatan ini dengan sebutan Peace Project. Peace Project akan dilakukan secara berkesinambungan di berbagai tempat. Gereja St. Yusup Gedangan menjadi tempat pertama yang dipilih oleh GPYI Semarang untuk melaksanakan kegiatan tersebut. GPYI Semarang ingin bersilaturahmi dan mengenal Gereja Katolik pertama di Keuskupan Agung Semarang. Para peserta Peace Project hadir dari bermacam komunitas, antara lain GPYI Semarang, SMA Kolese Loyola, Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, dan Misdinar St. Yusup, Gedangan. Total peserta berjumlah 48 orang. Para peserta didominasi para pelajar SMA dan mahasiswa. Namun ada juga beberapa peserta yang masih duduk di bangku SMP dan yang sudah bekerja. Peace project yang dilaksanakan pada Sabtu, 23 September 2023, dikemas secara menyenangkan, hangat, dan penuh semangat kekeluargaan. Peace project diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya lalu sambutan oleh Pastor Kepala Gereja Santo Yusup, Gedangan, Pater Benedictus Cahyo Christanto, S.J. Pater Cahyo sangat mendukung diadakannya kegiatan ini. “Melalui Peace Project kaum muda akan belajar mengembangkan toleransi dan menjalin persaudaraan dengan sesama manusia,” ujarnya. Jingga dari misdinar St. Yusup, Gedangan dan Sri dari GPYI Semarang memandu acara dengan sangat baik. Mereka memberikan aneka games menarik yang membuat peserta tertawa, bersemangat, dan saling mengenal satu dengan lainnya. Para pemandu acara ini mampu membuat acara semakin hidup dan meriah dan tentu saja, hal ini sudah menjadi bentuk nyata dialog lintas iman. Acara inti Peace Project adalah mengenal sejarah singkat Gereja St. Yusup, Gedangan. Frater Wahyu Mega, S.J. memaparkan secara singkat sejarah Gereja St. Yusup, Gedangan. Setelah presentasi selesai lalu diadakan tanya jawab. Sejarah Gereja Gedangan ternyata menarik perhatian peserta. Ketertarikan mereka ditandai dengan banyaknya peserta yang bertanya mengenai Gereja Gedangan dan seputar kekatolikan. Sesi tanya jawab menjadi sesi yang sangat penting karena peserta di luar agama Katolik dapat mengenal katolisisme secara lebih dekat. Para peserta juga diajak masuk ke dalam gereja dan melakukan tour. Ternyata masuk ke dalam gereja menjadi sesuatu yang wow banget bagi peserta. Mereka dapat melihat secara langsung dan berfoto dengan benda-benda antik misalnya organ pipa dan batu nisan Mgr. Lijnen. Namun ada juga peserta yang belum pernah masuk Gereja Katolik manapun dan Gereja St. Yusup, Gedangan menjadi gereja perdana yang mereka kunjungi. Setelah tour gereja, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama yang dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas maksimal enam peserta. Mereka makan sambil memberikan kesan dan pesan di dalam kelompok. Yoga, koordinator GPYI Semarang mengungkapkan rasa senangnya karena bisa melaksanakan Peace Project pertama di gereja tertua di Jawa Tengah. “Banyak sekali hal yang saya peroleh ketika berkunjung ke tempat ini, mulai dari sejarah, arsitektur, ilmu, jejaring, pengalaman, dan sebagainya. Saya berharap, ke depan Gereja St. Yusup, Gedangan bisa menjadi salah satu pelopor perdamaian dan toleransi di Jawa Tengah. Gereja St. Yusup, Gedangan dengan sejarahnya yang menarik sangat cocok menjadi tempat generasi muda lintas iman untuk srawung (bersosialisasi) dan saling mengenal,” tegasnya. Peace Project ditutup dengan doa lintas agama kaum muda. Kaum muda dari Katolik, Kristen, Islam, Budha, Konghucu, dan aliran kepercayaan Kabudayaan Jawi Tunggul Sabda Jati berdoa bersama untuk perdamaian dan persaudaraan bagi sesama. Mereka merupakan generasi penerus toleransi dan perdamaian bagi agamanya masing-masing dan negaranya. Mereka akan menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk menyebarkan cinta kepada sesama tanpa perlu membeda-bedakan latar belakang agamanya. Jalaluddin Rumi, mistikus sufisme abad XIII dari Iran, mengatakan bahwa cintalah yang mengubah pahit menjadi manis, tanah menjadi biji emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, dan penjara menjadi taman. Cinta pula yang melunakkan besi dan menghancurkan batu, yang menghidupkan, dan menggairahkan kehidupan. Kontributor: S. Yohanes Crissostomus Wahyu Mega, S.J. – Gereja St. Yusup, Gedangan

Pelayanan Gereja

Siap Diutus menjadi Saksi-Nya

Sabtu, 19 Agustus 2023, sebanyak 126 orang menerima sakramen Krisma dari tangan Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko di Gereja St. Yusup Gedangan, Semarang. Dalam perayaan Ekaristi ini Bapa Uskup Robertus Rubiyatmoko didampingi oleh Pater Benedictus Cahyo Kristanto, S.J. dan Pater Martinus Hadisiswoyo, S.J. Peserta penerima sakramen Krisma berasal dari beragam usia. Mereka dikelompokkan menjadi dua kelompok usia yakni remaja dan dewasa. Peserta remaja dengan rentang usia 13 – 17 tahun sebanyak 85 orang dan dewasa dengan rentang usia 18 – 71 tahun sebanyak 41 orang. Peserta yang akan menerima Sakramen Krisma harus mengikuti proses pembelajaran selama enam bulan. Proses pembelajaran diawali dari bulan Februari hingga Agustus. Setiap hari minggu siang, para katekis paroki dengan setia dan murah hati mendampingi peserta Krisma. Mereka memberikan banyak bahan pembelajaran agar peserta Krisma dapat memahami dengan baik tentang Sakramen Krisma dan setelahnya siap diutus menjadi saksi Kristus. Selama mendampingi para peserta Krisma, Bapak FX. Rudy, selaku kepala bidang pewartaan dan tim merasa sangat bersyukur. Mereka mampu mendampingi peserta dari awal hingga hari penerimaan Sakramen Krisma meskipun mereka kekurangan jumlah pendamping. Mereka berharap agar materi-materi yang diberikan dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan berani menjadi saksi-Nya. Ada sesuatu yang menarik selama proses pembelajaran tersebut. Salah satunya pada bulan April yang lalu, peserta krisma diajak anjangsana sekaligus berbuka puasa bersama di Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, Demak. Mereka bertemu dengan para santri dan menjadi saksi Kristus yang mampu mengasihi siapapun tanpa terkecuali. Perjumpaan para peserta krisma dengan para santri menjadi wujud mengembangkan toleransi dan menghayati kasih kepada sesama. KH. Abdul Qodir selaku pengasuh Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin menyambut dengan ramah dan terbuka. “Kunjungan yang dilakukan oleh Gereja St. Yusup, Gedangan adalah kunjungan muhibah. Muhibah artinya adalah cinta kasih. Dengan cinta kasih, perbedaan bukan masalah. Justru perbedaan menambah warna-warni kehidupan,” ujarnya. Bapak F.X. Rudy mengatakan bahwa kunjungan ke pesantren adalah wujud dari menghidupi iman katolik dan menjadi saksi Kristus. “Iman tanpa perbuatan hakikatnya adalah mati,” pungkasnya. Iman harus teraktualisasi dalam tindakan sehari-hari dan terwujud secara konkret dalam cinta kasih kepada sesama manusia. Nora sebagai salah seorang peserta mengatakan bahwa krisma berarti menerima Roh Kudus yang lebih menguatkan diri sehingga menjadi lebih dewasa secara iman dan dengan begitu menjadi lebih sadar untuk memiliki kewajiban menjadi saksi Kristus. “Materi-materi yang diberikan oleh para katekis membuat saya sadar untuk menerapkan kasih dalam hidup sehari-hari. Bersaksi sama juga dengan memberikan kasih,” ujarnya. Sakramen Krisma merupakan tanda kedewasaan iman seseorang. Penerimaan sakramen krisma melengkapi rahmat pembaptisan dan menyempurnakan inisiasi. Melalui sakramen krisma, seseorang diikat secara lebih kuat dan sempurna dengan Gereja serta diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus. Konsekuensi dari sakramen krisma adalah tanggung jawab iman dan semakin wajib untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus. Kontributor: S Yohanes Chrisostomus Wahyu Mega, S.J. – Gereja St. Yusup Gedangan

Pelayanan Gereja

Mewujudkan Mimpi melalui Konser Rohani

Memiliki gedung pusat pelayanan paroki serta penunjang aktivitas menjadi impian para umat Paroki Santa Theresia Bongsari. Selang setahun setelah penggempuran aula lama, proses ini senantiasa masih berjalan. Rabu, 16 Agustus 2023, konser rohani untuk menggalang dana bertajuk Maria Bunda Pemersatu digelar di Gumaya Tower Hotel Semarang dengan menampilkan Edward Chen, Grezia Epiphania, Maria Priscilla, dan Vanessa Axelia. Keempat penyanyi tersebut melantunkan pujian-pujian rohani dengan alunan musik dari CBC Band. Sebelumnya, konser dibuka dengan penampilan talenta-talenta suara dan musik dari Paroki Santa Theresia Bongsari yang tergabung dalam komunitas Bongsari Music Ministry. Konser yang dihadiri oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang (KAS), Bapa Uskup Robertus Rubiyatmoko, menjadi simbol merajut mimpi terwujudnya Gedung Pelayanan Pastoral. “Keringat” panitia pembangunan dan panitia konser diusap oleh perolehan dana melalui penjualan tiket, pelelangan ruangan dan lukisan, serta donasi dari para donatur. Satu hal yang unik adalah bahwa konser rohani ini menunjukkan wajah Paroki Santa Theresia Bongsari sebagai paroki yang inklusif melalui keterlibatan pelukis disabilitas dalam pelelangan lukisan. Tak hanya itu, sebuah kejutan bagi semua pihak ketika Kardinal Julius Darmaatmadja melelang cincin imamatnya sebagai bantuan dana pembangunan gedung. Perjuangan belum usai. Langkah demi langkah, bergerak dan bersinergi. Melalui Bunda Sang Pemersatu – seperti tema konser Maria Bunda Pemersatu – mimpi untuk memiliki Gedung Pelayanan Pastoral disatukan melalui kolaborasi berbagai pihak sebagai wujud kehidupan paroki. Kontributor: Adeane Yuna – Paroki Santa Theresia Bongsari

Pelayanan Gereja

Menjadi Santa Claus Sejenak

Dua hari sebelum Idul Adha, beberapa perwakilan Gereja Katolik St. Yusup Gedangan melakukan aksi bakti sosial ke Demak. Kegiatan ini sebagai tanggapan dari Gereja untuk membantu beberapa warga yang berkekurangan. Hanya dalam waktu 1 minggu, Gereja menawarkan kepada komunitas lektor dan PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) untuk menggalang dana dengan mengajak para anggota berdonasi. Dana yang terkumpul digunakan untuk membeli sembako berupa beras, minyak, gula dan kebutuhan pokok lainnya. Sekitar pukul 17.00 WIB, perwakilan komunitas lektor dan PSE berkumpul membawa sembako. Kami berangkat bersama naik mobil menuju Demak dan baru tiba di Demak jam 18.00 WIB karena jalanan yang ramai dan macet. Di sana, kami disambut hangat oleh KH. Abdul Qodir. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin. Kami diajak bertamu ke rumahnya sambil perkenalan singkat karena sebelumnya belum pernah bertemu. KH. Abdul Qodir menjelaskan tempat tujuan baksos kami yaitu dua rumah keluarga miskin. Rumah pertama yang kami kunjungi berisikan dua kepala keluarga. Kalau dilihat sepintas, memang rumahnya layak huni. Mereka sudah mendapatkan bantuan dari kegiatan bedah rumah. Namun, kondisi depan rumah masih memprihatinkan. Akses pintu masuk depan rumah tergenang air. Ketika masuk rumah harus lewat tetangga sebelahnya supaya tidak terkena banjir. Setelah kunjungan yang pertama, kami diajak menuju rumah warga lain untuk beristirahat. Disana kami bersantap malam bersama. Niat awal kami adalah memberikan donasi kepada warga yang kurang mampu. Kenyataannya justru kami merasa mendapatkan donasi. Kami dijamu dengan ikan bakar dan beberapa lauk lainnya. Ikan yang disajikan ukurannya sangat besar dibanding ikan sejenis yang saya temui di pasar. Kami makan kenyang dan makanan masih sisa banyak. Ketika kami ditawari untuk membawa pulang, ada rasa sungkan tetapi saya menerimanya dengan senang hati. Prinsip saya, rezeki tidak boleh ditolak. Sembari santap malam, kami mengobrol santai dengan KH. Abdul Qodir. Pada dasarnya semua agama mengajarkan kebaikan. Akan tetapi, masih banyak orang yang membeda – bedakan agama. “Ada beberapa sejarah kelam yang membuat orang tidak menyukai agama lain dan kita tidak perlu terpengaruh,” ujarnya. Bagi saya, kegiatan bakti sosial ini adalah jalan untuk kerukunan umat beragama karena membantu sesama manusia tanpa mempermasalahkan identitas. Sesama manusia adalah semua orang tanpa memandang golongan, agama dan ras. Sebagai pemuda gereja, tentu saja baksos ini bukan baksos pertama yang saya ikuti. Baksos ini sangat unik karena kami tidak menginfokan kepada penerima baksos sebelumnya. Tiba-tiba kami datang malam hari seperti “Santa Claus” dan mengetuk pintu rumah sambil membawa bingkisan. Saya melihat nenek yang membuka pintu bingung dan kaget karena tiba-tiba mendapat bantuan. Pada kunjungan yang kedua, kami mengunjungi seorang nenek yang tinggal sebatang kara dalam rumah kecilnya. Rumahnya terbuat dari kayu yang beberapa bagiannya sudah lapuk. Dapur dan tempat tidur menjadi satu ruangan. Halaman di sekitar rumah tergenang air. Sebenarnya rumah ini bisa dikatakan kurang layak untuk ditinggali. Perjuangan hidup nenek yang keras dan berat memberi inspirasi bagi kami. Raut mukanya terlihat tegar dan tabah menghadapi hidup ini. Tidak tersirat keluhan sama sekali. Saya belajar untuk lebih peka terhadap sesama dalam memahami makna kehidupan. Sebaik–baiknya semua makhluk, adalah makhluk yang bermanfaat dan berguna untuk makhluk lainnya. Hidup terasa hampa jika hanya fokus memikirkan diri sendiri. Kasih adalah rahmat yang Tuhan berikan dan membuat kita bahagia. Dengan mengasihi sesama manusia dan terlibat dalam aksi baksos, hidup tidak terasa kering dan hampa. Dalam peziarahan hidup ini, inilah sukacita yang ditemukan ketika berjalan bersama kaum lemah, miskin dan tersingkir. Kontributor: Steven Sugiarto Wijaya – Koordinator Lektor St. Yusup Gedangan

Pelayanan Gereja

Adorasi kepada Sakramen Maha Kudus bagi Calon Komuni Pertama

Ada sebuah tradisi menarik di Gereja St. Yusup Gedangan sebelum misa penerimaan komuni pertama, yaitu tirakatan. Dalam tirakatan ini calon penerima komuni pertama diajak untuk melakukan adorasi kepada Sakramen Mahakudus. “Tirakatan bagi calon penerima komuni pertama sudah ada sejak lama. Ini merupakan kegiatan positif yang menjadi ciri khas dari Gereja Gedangan. Menurut saya, ini baik untuk selalu diteruskan setiap tahunnya, meskipun sempat berhenti di masa pandemi,” ujar Pastor Kepala Benedictus Cahyo Christanto, S.J. Tirakatan atau adorasi ini diselenggarakan sebagai penutup misa Sabtu sore, 10 Juni 2023, sekaligus menjadi persiapan bagi calon penerima komuni pertama keesokkan harinya. Pater Cahyo memimpin tirakatan ini. Setelah misa berkat penutup, Sakramen Maha Kudus dibawa Pater Cahyo dengan penuh khidmat dari Gereja St. Yusup Gedangan menuju Gedung Pertemuan Bintang Laut di lantai 2. Kegiatan ini diperuntukkan secara khusus bagi calon penerima komuni pertama, namun banyak umat yang antusias hadir mengikuti tirakatan ini. Umat ingin merasakan kedekatan secara personal dengan Allah. Musik taize yang mengiringi tirakatan ini, membawa para calon penerima komuni pertama dan umat yang hadir dalam suasana tenang, hening, dan damai. Selama satu jam, calon penerima komuni pertama dan umat diajak menikmati keheningan bersama dengan Allah yang hadir dalam Sakramen Mahakudus serta merenungkan misteri Ekaristi. Semoga dengan tirakatan ini, para calon penerima komuni pertama semakin siap menyambut Ekaristi dan semakin mencintai Allah di dalam Ekaristi. Umat yang hadir juga diharapkan memiliki kegairahan kembali ke gereja dan merayakan Ekaristi mingguan atau harian secara offline, terutama dalam masa pasca pandemi ini. Kontributor: Fr. Wahyu Mega, S.J. – Paroki St. Yusup, Gedangan