Pilgrims of Christ’s Mission

JCAP

JCAP

Agen Pengharapan di Medan Perdamaian

Bruder Jesuit: “Ada lima imam diculik pada awal hingga pertengahan tahun 2000-an di Semenanjung Selatan Kota Zamboanga. Mereka adalah Pater Luciano Benedetti, Pater Giuseppe Pierantoni, Pater Giancarlo Bossi, Pater Michael Sinnott, dan Pater Rolando Del Torchio. Mereka diculik oleh Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf demi mendapatkan tebusan uang sebagai ganti pembebasan.”   Zamboanga: Kota dengan Dua Wajah Kisah pilu ini menjadi pintu masuk saya untuk memahami Zamboanga. Pada 23-28 Oktober 2025, saya dan Bruder Yohanes Sarju, S.J. diutus Provinsial untuk menghadiri JCAP Brothers Circle Meeting, pertemuan para Bruder Jesuit se-Asia Pasifik, di Ateneo de Zamboanga University, Filipina. Di balik wajah kota pesisir yang rapi dengan nuansa khas Spanyol dan devosi kepada Santa Perawan Maria dari Fort Pilar, tersimpan luka sejarah kolonialisme dan konflik yang masih membekas. Fort Pilar sendiri, benteng peninggalan kolonial Spanyol abad ke-17, kini menjadi museum dan saksi bisu kejahatan kemanusiaan masa lalu.   Luka itu masih nyata. Di tengah hembusan angin laut yang sepoi, kami, dua belas Bruder Jesuit, harus dikawal oleh enam anggota Presidential Security Command (semacam Paspampres Filipina) dan sepuluh pasukan elite militer. Keamanan ketat ini menyertai kami bahkan saat berkunjung ke Pulau Basilan. Tata kota yang indah ternyata menyimpan kenangan getir yang mengharuskan kami berada dalam pengawalan ketat.   Sukacita di Bawah Pengawalan Bagaimana reaksi kami? Di tengah protokol layanan tamu kenegaraan itu, kami justru merasa rileks, penuh sukacita, dan saling menguatkan. Fokus pertemuan kami adalah merenungkan panggilan Bruder Jesuit sebagai agen pengharapan.     Pater Ernald, S.J., President of Ateneo de Zamboanga University, menjadi pembimbing rohani kami. Ia mengingatkan bahwa Jesuit adalah peziarah pengharapan. Ia mengutip Yohanes 1:14, “Sabda itu menjadi daging dan tinggal di antara kita” (The Word Pitched His Tent Among Us).   Pater Ernald memperkenalkan dua konsep kunci dari kosakata Tagalog: “Kuya” dan “Utol” “Kuya” melambangkan tanggung jawab dan kepercayaan dalam ikatan keluarga, di mana yang lebih dewasa memberikan bimbingan dan menciptakan lingkungan untuk bertumbuh. “Utol” menekankan kekeluargaan dan asal-usul yang sama (shared origin and kinship), yang bermakna bahwa kita semua berasal dari satu pohon keluarga yang sama. Hal ini yang memupuk solidaritas, kolaborasi, rasa memiliki, dan akhirnya, pengharapan. Melalui kisahnya ditemani Bruder Jim, S.J. selama Retret 30 Hari, Pater Ernald menyimpulkan dua keutamaan Bruder Jesuit. Pertama, menemani orang lain untuk terhubung dengan diri, sesama, dan Tuhan. Kedua, hadir sepenuhnya, bukan hanya melihat tetapi sungguh-sungguh mendengarkan.   “Perutusan Gereja dan Serikat Jesus,” tegasnya, “dimulai bukan dengan otoritas, melainkan dengan rasa memiliki (mission begins not with authority, but belonging).” Ia mengajak kami menjadi prophecy of simplicity, nabi kesederhanaan yang membuka pintu optimisme dan pengharapan.     Membedakan Panggilan di Tengah Kolaborasi Sebagai agen pengharapan, kami juga diajak berefleksi oleh Bruder Raymund Bellezza, S.J., anggota Komisi Internasional Bruder Jesuit. Dalam karya dan misi Serikat Jesus kini, makin banyak awam yang terlibat, termasuk yang bukan Jesuit, bahkan yang bukan Katolik atau tidak beragama. Karisma misi Serikat Jesus tidak hanya “berinkarnasi” dalam diri Jesuit, tetapi juga dalam para kolaborator.   Lalu, apa yang membedakan Bruder Jesuit dengan para rekan awam yang hebat ini? Pertanyaan inilah yang menjadi bahan percakapan rohani kami. Di area frontier seperti Zamboanga, Jesuit hadir dan melayani. Identitas kejesuitan adalah berada dalam perutusan, menemani orang lain untuk terhubung dan memiliki kesatuan hati dan budi. Dari sini, mungkin kita mendapat secercah jawaban: Bruder Jesuit diutus menjadi gembala yang “berbau domba,” membantu Sang Gembala Utama agar domba-domba-Nya, yang berjalan di lembah kekelaman, tidak merasa takut karena Tuhan menyertai.   Singkatnya, para Jesuit menghadirkan keutamaan “Kuya” dan “Utol”. Yang membedakan adalah rasa aman dan percaya yang tumbuh dalam diri para kolaborator, serta dorongan dalam hati mereka untuk turut menjadi gembala (Alter Christi) bersama para Jesuit. Ini bukan soal otoritas, melainkan soal saling memiliki dalam satu misi yang sama di dalam Kristus.   Kontributor: F. Nicolaus David Kristianto, S.J.

JCAP

Satu Tubuh Apostolik dengan Hati yang Mendengarkan

Setiap tahun, Dewan Konsultor yang Diperluas berkumpul untuk mengenali gerakan Roh Kudus dalam karya dan pelayanan Serikat di seluruh konferensi kita. Bersama para konsultor presiden konferensi, sekretaris, dan koordinator karya apostolik, Dewan Konsultor yang Diperluas berfungsi sebagai instrumen penting untuk melakukan discernment bersama dalam Serikat kita ini.   Doa dan percakapan rohani menjadi inti setiap konsultasi. Tema sentral pada pertemuan tahun ini, yang diadakan dari 6 hingga 8 Oktober di EAPI Manila, adalah mendengarkan. Poin-poin doa yang diberikan oleh Pater Chris Dumadag, S.J. menetapkan suasana mendengarkan pada momen dua setengah hari tersebut dan menyoroti bagaimana kolaborasi dimulai dengan mendengarkan yang mendalam dalam suasana doa. Hal ini senada seperti dikatakan Presiden JCAP Pater Jun Viray, S.J., “Mendengarkan adalah prasyarat untuk discernment.”   Fokus pada mendengarkan ini secara alami berlanjut menjadi input penting dalam proses penyusunan rencana apostolik berikutnya. Para provinsial memulai proses ini dengan bimbingan konsultan perencanaan J.P. Villanueva selama pertemuan mereka di Palau pada Februari dan Tokyo pada bulan Juli. Bagian dari proses ini melibatkan imajinasi seperti apakah konferensi kolaboratif akan nampak pada tahun 2035. Dari refleksi ini, Villanueva menggambarkan visi tentang “konferensi yang kokoh berakar pada discernment bersama, rasa tanggung jawab bersama dalam karya perutusan, dan kolaborasi penuh kasih, terutama bagi orang miskin.”   Perencanaan apostolik akan menjadi perjalanan selama tiga tahun. Prioritas tahun 2026 adalah melakukan discernment di mana Roh Kudus telah berkarya—melihat dengan seksama realitas kita, mendengarkan dengan mendalam di mana hati kita berada, dan merasakan bersama ke mana Tuhan membimbing kita sebagai konferensi. Fase mendengarkan ini akan melibatkan penilaian terhadap apa yang terjadi di lapangan; memutuskan program mana yang akan dihentikan, dimulai, atau dilanjutkan; mengidentifikasi tema-tema bersama dan ketegangan yang muncul; serta mengenali benih-benih yang menjanjikan untuk masa depan.   Untuk memberikan konteks, Villanueva mengajukan pertanyaan, di dunia seperti apakah perutusan kita berlangsung saat ini? Ia memperkenalkan konsep BANI untuk menggambarkan sifat era modern kita. BANI adalah kepanjangan dari Ekosistem yang rapuh, Manusia yang cemas, Perubahan yang tidak linier, dan Logika yang sulit dipahami (Brittle ecosystems, Anxious people, Nonlinear changes, and Incomprehensible logic). “Kita hidup di dunia dimana begitu satu masalah teratasi, masalah lainnya muncul,” jelasnya, sambil mencatat bahwa transformasi telah menjadi hal yang biasa dalam bisnis. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana leadership Ignatian merespons BANI? Ditegaskan bahwa spiritualitas Ignatian menjadi karunia abadi dalam pelaksanaan kepemimpinan dan perawatan perutusan kita. Dr. Achoot Cuyegkeng, profesor di Universitas Ateneo de Manila dan co-author buku Leading with Depth: A Practitioner’s Guide to 21st-Century Ignatian Leadership, membahas empat dimensi kepemimpinan, yaitu: refleksi, mendengarkan, discernment, dan perutusan. Seorang pemimpin Ignatian adalah orang yang penuh dengan kesadaran, mendengarkan secara mendalam agar bisa memahami bukan sekadar merespons, menentukan keputusan bukan hanya berdasar efektivitas tetapi juga berdasar bimbingan rohani, moral, dan komunal, serta menginspirasi orang lain untuk merespons panggilan kerasulan.   Contoh nyata kepemimpinan dan tata kelola demi perutusan adalah karya apostolik di Pakistan. Update melalui Zoom dari P Noel Jayanathan, S.J., acting superior lokal, dan P Riyo Mursanto, S.J., delegat formasi, mengungkapkan pencapaian yang sederhana dari kehadiran Jesuit di negara tersebut. Umat kristiani di sini adalah minoritas kecil dan terpinggirkan. Serikat kita berfokus pada pendidikan, yaitu mengelola dua sekolah menengah dan sebuah taman kanak-kanak yang melayani sekitar 1.120 anak didik, serta sebuah rumah formasi bagi calon anggota dan promosi panggilan. Kehadiran kita, meskipun kecil, sangat dihargai oleh Gereja lokal atas kontribusinya dalam karya formasi dan pendidikan. Pusat Riset dan Pusat Spiritualitas Loyola Hall telah menjadi lembaga terkemuka di negara tersebut untuk penelitian, pelatihan, dan seminar, bahkan Serikat Jesus dipercaya     oleh komunitas non-Kristen. Namun bagaimanapun, tantangan utamanya adalah kekurangan tenaga kerja dan kebutuhan akan lebih banyak formator, pembimbing rohani, guru, dan administrator. Dengan demikian, pentinglah untuk mengelola ekspektasi di tengah sumber daya yang sangat terbatas dan realitas saat ini. Perkembangan signifikan adalah bahwa Pater Viray telah mengumumkan bahwa Fakultas Keguruan Ateneo de Manila University tertarik menawarkan sesi pelatihan guru bagi sekolah-sekolah Jesuit di Pakistan.   Safeguarding juga dibahas oleh Pater Hans Zollner, S.J. secara daring. Ia menekankan bahwa safeguarding harus melampaui konsep atau pedoman keamanan. “Bukti komitmen kita terdapat dalam setiap karya kerasulan dan komunitas.” Safeguarding mungkin memiliki prinsip-prinsip umum, tetapi pendekatan harus tetap disesuaikan dengan konteks lokal. Ke depannya, cara-cara Ignatian akan melibatkan discernment, pengambilan keputusan, dan kerendahan hati.   Konsultasi ditutup dengan tanggapan terhadap seruan Presiden JCAP terkait ragam isu yang muncul dari anggota Konsultor yang Diperluas. Julie Edwards, sekretaris kerasulan sosial, bertanya bagaimana badan tersebut dapat bekerja sama untuk menjadikan kerasulan sosial sebagai prioritas di seluruh konferensi. Ia merujuk pada pesan Pater Jenderal Arturo Sosa di pertemuan yang diadakan oleh Sekretariat bagi Keadilan Sosial dan Ekologi pada Juni lalu di Roma, di mana ia berbicara tentang “kebutuhan mendesak untuk memperkuat kerasulan sosial dan membuat komitmen yang sulit untuk mempertahankan dan memperdalam demokrasi di semua tingkatan, di semua benua, dan dalam sistem dunia.” Pater Jenderal menggambarkan dimensi politik kerasulan sosial sebagai “bentuk tertinggi dari kasih sayang.” Terkait hal ini, diperlukan penyertaan partisipasi orang miskin dan kolaborasi di dalam dan di luar Gereja untuk menciptakan kondisi sosial dan politik yang meningkatkan martabat bagi semua orang. Penekanan bukan pada kepemimpinan, melainkan pada pembentukan kemitraan dengan pihak lain.   COP31, yang kemungkinan besar akan diadakan di Australia, diusulkan sebagai kesempatan bagi JCAP untuk membangun aliansi di kalangan Gereja dan masyarakat sipil, melanjutkan semangat kolaboratif yang ditunjukkan oleh Serikat dalam COP30. Meskipun peran kita mungkin terbatas, partisipasi ini akan menandai langkah penting dalam mengintegrasikan ekologi integral ke dalam setiap aspek kehidupan apostolik kita. Kelompok tersebut tampak terbuka terhadap kemungkinan ini, yang dapat dibahas oleh para konsultor presiden konferensi dalam pertemuan mereka setelah Konsultasi yang Diperluas.   Kontributor: Konferensi Jesuit Asia Pasifik

JCAP

Sent to Collaborate in the Mission of Christ

Jesuit Brother Pada tanggal 23 Oktober – 1 November 2024, Serikat Jesus Provinsi Indonesia berbahagia atas kehadiran para perwakilan bruder asistensi Jesuit Conference Asia-Pacific (JCAP). Kami, berempat belas; yaitu: Br. Raymund Belleza, S.J. (PHI), Br. Paul Pok, S.J. (THA), Br. Augustine Tino, S.J. (MYN), Br. Pae Song-Mun (KOR), Br. Tha, S.J. (TLS), Br. Tran Tien Kinh, S.J. (VIE), Br. Tu Howard (CHN), Br. Luong Quoc, SJ (VIE), Br. Jeff Pioquinto, S.J. (PHI), Br. John Melad, S.J. (PHI), Br. Jeric Madelo, S.J. (PHI), Br. Juan Pablo Socrates, S.J. (PHI), Br. Dieng Karnaedi, S.J. (IDN), dan Br. Nicolaus David Kristianto, S.J. (IDN); mendapatkan rahmat berjalan bersama Tuhan dalam Retret Bruder JCAP di Rumah Retret Kristus Raja, Girisonta. Dalam kesatuan hati dan budi, kami menjalani retret dengan beberapa tema yang disesuaikan dengan Dokumen De Statu Societatis dan Kisah Hidup dan Refleksi atas teladan St. Alfonsus Rodriguez, S.J.: Tema I: An Open Heart to Listen to Where the Holy Spirit is Leading Me Tema II: The Jesuit Brother in A Changing and Challenging World Tema III: Who are We? My Identity as a Jesuit Brother Tema IV: Jesuit Brother: My Identity and My Apostolate Tema V: Collaborators in The Mission of Jesus Tema VI: St. Alphonsus Rodriguez, S.J. Tema VII: Prayerful Thanksgiving to Move Forward Di tengah proses retret tersebut, ada dua momen kebersamaan yang khusyuk dan mendalam. Yang pertama adalah satu jam doa bersama di hadapan Sakramen Mahakudus. Lalu, yang kedua adalah satu jam Sharing Session tentang pengalaman doa yang kami alami di dalam retret. Beberapa kisah rohani yang dibagikan adalah tentang pengalaman panggilan sebagai Bruder Jesuit. Br Pae Song-Mun, S.J. bercerita tentang perjalanan pelayanan apostoliknya ke JRS Uganda dan menghadapi pergulatan batin tentang jumlah Jesuit yang sedikit di Korea Selatan. Br Luong Quoc, S.J. bercerita mengenai kegembiraannya melakukan pelayanan apostolik di Laos dan kegembiraannya mengikuti retret bersama para bruder JCAP untuk pertama kalinya. Br Tha, S.J. dari Vietnam, bercerita mengenai kegembiraannya berpuluh tahun di Timor Leste. Dari desa ke desa, dia banyak berinteraksi dengan penduduk lokal. Br Juan Pablo Socrates, S.J. dan Br Jeric Madelo, S.J. berbagi sukacita bersama para bruder JCAP dan menikmati keramahtamahan bruder Jesuit Indonesia. Br Dieng Karnaedi, S.J. berbagi cerita tentang perjalanan perutusan di KPTT Salatiga dan Br Nicolaus David, S.J. berbagi cerita tentang perjumpaan dengan para bruder JCAP yang hadir dalam retret bersama. Br Paul Pok, S.J. bercerita tentang pergulatan sebagai satu-satunya Bruder Jesuit asal Thailand dan merasakan oase rohani melalui retret ini. Br Kinh, S.J. berbagi sukacita karena mengalami kesatuan hati dan budi dalam retret bersama para Bruder SJ. Br Jeff, S.J. membagikan pergumulan batin di tempat karya dan merasakan oase rohani ketika mengalami kebersamaan dengan para bruder JCAP di masa retret.    Beberapa poin rohani yang juga diteguhkan oleh kehadiran imam Jesuit selama retret adalah: (1) panggilan Jesuit adalah panggilan yang mengakar dan membumi pada cinta Kristus (rooted and grounded in the Christ’s Love) dan (2) keutamaan selflessness, gentleness, dan patience yang terus-menerus dihidupi oleh para Jesuit. Br Raymund Belleza, S.J. sebagai pembimbing retret menggaris bawahi bahwa panggilan Bruder Jesuit terarah langsung pada Yesus yang miskin dan rendah hati.     Menutup retret bersama, kami mengadakan outing ke Candi Borobudur, mengunjungi saudara seserikat di Pastoran Muntilan sembari mini-tour ke Museum Misi Muntilan, dan misa & perayaan St. Alfonsus Rodriguez, S.J. di Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang. Di dalam misa tersebut, Pater Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia memberikan dua poin keutamaan rohani yang menjadi bekal bagi para bruder Jesuit: (1) mengakar pada pengalaman & perjumpaan dengan Allah dan (2) mendengarkan. Pater Provinsial memberikan ilustrasi & refleksi tentang kisah hidup St. Alfonsus Rodriguez; kala kehadirannya selama 46 tahun berkarya sebagai penjaga pintu di Mallorca. Sapaan, perjumpaan, dan percakapan rohani yang ia lakukan mampu menyentuh dan mengobarkan hati orang yang dijumpainya. Salah satu kisah terkenal adalah tentang perjumpaan St. Alfonsus Rodriguez, S.J. (di usia 70-an tahun) dengan St. Petrus Claver, S.J.. Ada harapan bahwa kehadiran kolaboratif para Jesuit bagaikan dua sisi sepasang sayap yang mengepak bersama.    Di dalam misa tersebut, kami turut bersyukur dengan pembaruan kaul empat Bruder Jesuit, yaitu Br Augustine Tino, S.J., Br Tu Howard, S.J., Br. Nicolaus David Kristianto, S.J., dan Br Tran Tien Kinh, S.J.. Kehadiran para bruder Jesuit Indonesia yang lain turut menguatkan dalam doa dan kebersamaan. Kami para bruder berbahagia atas terbentuknya International Commission on the Jesuit Brother. Mari berjalan bersama-sama meneladan Maria de La Strada (Our Lady of The Way) yang berjalan bersama dengan Yesus yang miskin dan rendah hati.   Kontributor: F Nicolaus David Kristianto, S.J.

JCAP

Kegembiraan dalam Perjumpaan Personal di SBC Meeting 2023

Sekitar 50 Pater, Frater, dan Bruder skolastik yang berasal dari 12 negara berkumpul di Yogyakarta pada 19-28 Desember 2023 dalam pertemuan SBC (Scholastics and Brothers Circle) Meeting di Kampoeng Media, Yogyakarta. Dalam pertemuan kali ini, mereka belajar bersama tentang evangelisasi digital di tengah derasnya platform digital saat ini. Pada misa penutupan SBC Meeting, Pater Riyo Mursanto, S.J., sebagai delegat formasi JCAP, menegaskan bahwa pertemuan semacam ini memainkan peran penting dalam kerja sama antarprovinsi dan Regio/ Misi di JCAP. Pertemuan semacam ini tidak hanya meningkatkan dan mengkonsolidasikan persahabatan para Jesuit muda dalam formasi, tetapi juga menciptakan visi misi Serikat Jesus yang terbuka dan lebih universal. Yogyakarta dan Jawa Tengah dipilih menjadi salah satu tempat misi untuk para misionaris Belanda pertama yang datang ke Indonesia untuk mewartakan Injil. Oleh karena itu, Yogyakarta adalah tempat yang sangat cocok bagi peserta untuk merefleksikan metode tradisional dalam mewartakan Injil dan memperbarui upaya evangelisasi digital saat ini. Kita mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan kekayaan tradisi Gereja Katolik dalam mengaktualisasikan undangan Yesus Kristus: “Pergilah ke dunia dan beritakan Injil kepada segala makhluk” (Markus 16:15). Misi evangelisasi ini dilokalisasi dalam konteks Gereja di Indonesia. Dalam pertemuan SBC Meeting kali ini, para peserta diajak untuk merefleksikan cara evangelisasi digital di Gereja Indonesia dan juga Serikat Jesus provinsi masing-masing. Beberapa pembicara lokal dan internasional diundang untuk mengisi dan memberikan input pengetahuan serta pengalaman berkaitan dengan topik yang sedang dibicarakan. Paterno Esmaquel II, editor kantor berita Rappler berbasis di Filipina, hadir sebagai pembicara utama. Rappler merupakan kantor berita yang didirikan oleh Maria Ressa, penerima Nobel Perdamaian 2021. Paterno memberikan input pengetahuan tentang evangelisasi digital dari sudut pandang jurnalistik. Sharingnya dimulai dengan memberikan kesadaran akan fenomena loneliness (kesepian) yang dapat muncul di tengah gempuran teknologi AI dan dunia digital saat ini. Selain pembicara internasional, SBC Meeting kali ini juga diisi oleh pembicara lokal dari Indonesia seperti Mateo Jubileo Singgih, orang muda katolik yang aktif di dunia media sosial dan juga sebagai content creator Katolik. Selain melihat dari perspektif Gereja Katolik Indonesia, peserta juga belajar bagaimana kelompok Muslim Indonesia melakukan penyebaran agama Islam di dunia digital melalui sharing dari Savic Ali, pendiri Islami.co dan NU Online. SBC Meeting biasanya diadakan setiap tahun pada masa Adven dan Natal. Dalam pertemuan tahun ini, peserta mendapat kesempatan untuk melihat dan merasakan langsung perayaan Natal di rumah para Guru SD Yayasan Kanisius yang ada di desa-desa di Yogyakarta. Para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk menyelami tradisi Jawa dalam merayakan Natal di paroki setempat. Kami telah merasakan sukacita Tuhan menyertai kami melalui perjumpaan pribadi dengan masyarakat setempat. Banyak peserta bersaksi bahwa mereka disambut hangat oleh kemurahan hati dan persahabatan orang-orang di sana. Para peserta juga merasakan pengalaman singkat menjadi kelompok minoritas namun tetap merasakan kehangatan dan kerukunan berelasi dengan saudara muslim dan keyakinan lainnya. Mereka juga menimba banyak pelajaran dari kreativitas para Jesuit pertama di Indonesia dalam misi evangelisasi di Jawa Tengah. Selain itu, mereka juga mengagumi semangat inkulturasi evangelisasi di Indonesia yang diwujudkan melalui penggunaan filsafat Jawa dan seni Islam dalam arsitektur gereja yang para peserta kunjungi. Salah satu tujuan penting dari pertemuan SBC Meeting adalah untuk mempererat persahabatan dalam Tuhan di kalangan para muda Jesuit yang berada di wilayah Asia Pasifik. Tuhan selalu memanggil seorang Jesuit dalam suatu komunitas. Bagi Jesuit, komunitas ini adalah komunitas yang menjadi bagian dari tubuh universal, namun terlokalisasi di wilayah tertentu seperti JCAP. Seluruh peserta telah merasakan perjumpaan dengan Tuhan dan sesama sahabat dalam Serikat secara personal dan mendalam. Ini adalah kegembiraan dari perjumpaan pribadi secara langsung, bukan melalui pertemuan zoom seperti yang pernah dirasakan di masa pandemi. Kontributor: SBC Convener

JCAP

Pertemuan Para Pengelola Arsip Serikat Jesus di Asia Pasifik

Untuk pertama kalinya setelah masa pandemi Covid-19, para pengelola arsip atau archivist Serikat Jesus yang berada dalam konferensi Asia Pasifik (Jesuit Conference of Asia Pacific/JCAP) bertemu tatap muka. Agenda besar dalam pertemuan ini ialah belajar dan diskusi bersama mengenai pemeliharaan dan digitalisasi arsip. Pertemuan ini diikuti oleh para Jesuit dan rekan awam dari Vietnam, Filipina, Indonesia, Kamboja, China, Australia, dan didampingi oleh Archivum Romanum Societatis Iesu (ARSI). Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 3 – 5 Juli 2023. Hari pertama dibuka dengan kunjungan ke beberapa tempat penyimpanan arsip, yaitu University Archives of Ateneo de Manila University, Manila Observatory, Archives of the Philippine Province of Society of Jesus, dan Recollect Archives at Recollect Theologate Manila. Di sini para peserta belajar bagaimana katalogisasi arsip yang tepat agar koleksi yang dimiliki dapat diketahui dengan mudah. Selain itu, peserta juga melihat secara langsung bagaimana proses konservasi pada beberapa koleksi yang rapuh. Hampir di setiap tempat arsip dalam kunjungan ini, memiliki laboratorium kecil untuk proses konservasi dan digitalisasi pada dokumen-dokumen arsip yang mereka miliki. Di hari kedua, peserta diajak untuk mendengarkan presentasi dari Dr. Francis Navarro, PhD sebagai archivist dari University Archives of Ateneo de Manila University dan Ian Saulog sebagai archivist dari De la Salle University. Materi yang disampaikan oleh kedua narasumber ini ialah apa saja yang harus dikumpulkan sebagai barang arsip atau koleksi beserta alasan dan kebijakan apa yang harus diterapkan agar dapat bertahan lama; apa yang harus dilakukan untuk melestarikan dokumen dan materi lain; dan yang terakhir bagaimana pengaturan koleksi yang tepat. Selain itu, mereka juga menjelaskan bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi atau digitalisasi untuk bidang kearsipan sekarang ini. Pada hari terakhir, para peserta melakukan kunjungan ke Rizal Library yang terletak di dalam kompleks Ateneo de Manila University. Setelah itu, para peserta berdiskusi bersama dengan staff ARSI dari Roma terkait pelatihan khusus bagi archivarist. Di beberapa provinsi, archivarist sudah berumur lanjut bahkan sudah menjelang pensiun. Sementara itu di tempat lain, ada archivarist muda dan belum berpengalaman. Beberapa kelompok awam telah tergabung dalam pengelolaan arsip tetapi masih memerlukan pelatihan terus menerus. Secara umum para peserta banyak belajar dan mengambil manfaat dari kunjungan ke lima tempat arsip dan pemaparan narasumber. Meskipun Serikat telah menerbitkan beberapa pedoman dan arahan umum, namun pengarsipan harus terus beradaptasi dengan tantangan unik dalam pengumpulan (collection), pelestarian (preservation), dan persebaran arsip di lokasi tertentu (dissemination). Pertemuan seperti ini menjadi kesempatan bagi para archivarist dari berbagai provinsi untuk saling berbagi cerita, pengalaman, kesulitan dalam memelihara arsip yang menjadi memori Serikat Jesus selama ini. Pertemuan ini juga menjadi kesempatan belajar bersama dalam menyimpan dan merawat arsip ataupun koleksi, memberi akses yang lebih luas bagi banyak orang, dan pemanfaatan teknologi.  Kontributor: Antonia Adinda – Arsip Provindo

JCAP, Komunikator

Belajar Seni Bercerita Secara Visual

Akhir Juli lalu, Konferensi Jesuit di Asia Pasifik (JCAP) bekerjasama dengan Kantor Komunikasi Jesuit di Roma mengorganisasi sebuah pelatihan bertajuk “Visual Communication Storytelling Bootcamp”. Peserta yang datang dari berbagai provinsi dan regio Serikat Jesus di Asia Pasifik berkumpul di Rumah Retret Jesuit di Cebu, Filipina. Pelatihan selama enam hari ini merupakan kesempatan berharga bagi para peserta untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam narasi film, fotografi, dan bertutur dari orang-orang yang ahli di bidangnya. Pater Harry Setianto, S.J. dan Frater Septian Marhenanto, S.J. menjadi utusan dari Indonesia. Mikolaj Cempla, pemilik humanstories.studio, adalah koordinator utama pelatihan ini. Humanstories.studio adalah sebuah perusahaan multimedia yang membantu Kantor Komunikasi Kuria Generalat Serikat Jesus di Roma dan beberapa provinsi lain. Selain Mikolaj, Ria Limjap (Konsultan Komunikasi JCAP), Pater Vivian Richard, S.J. (Manajer Sosial Media Jesuits Global) dan Fotografer Filipina Bruder Jeff Pioquinto, S.J. berbagi ilmu kepada para peserta. Para peserta diberi bekal teori mengenai berbagai macam keterampilan di pagi hari. Sisa hari dipakai untuk latihan praktik dengan fokus pada komposisi dan tata bahasa komunikasi visual. Selain itu, para peserta juga mempelajari seni pengembangan plot cerita, memahami pengaturan pencahayaan dan suara untuk wawancara audio visual profesional, dan mengembangkan kemampuan foto esai dari street photography. Kegiatan pelatihan menjadi lebih menarik karena para peserta melakukan praktik proyek photo essay untuk street photography di situs-situs bersejarah di Cebu seperti Basilika Minore del Santo Niño, Museum Nasional Filipina cabang Cebu, dan Jesuit House Museum. Yang terakhir ini ialah, sebuah rumah tua peninggalan Jesuit Spanyol yang dibangun pada tahun 1730. Kegiatan pelatihan ini sangat membantu para komunikator provinsi dan karya Serikat Jesus dalam mengembangkan kemampuan bercerita secara visual. Pater John Dardis, S.J. sebagai Direktur Komunikasi Kuria Generalat, mengatakan bahwa kebanyakan informasi yang disebarkan oleh Serikat Jesus universal masih berupa teks tulisan, sedangkan dunia saat ini sangat menantikan informasi yang menarik, padat, dan ringkas dalam medium visual. Oleh karena itu, kegiatan visual storytelling ini diharapkan dapat memantik para komunikator provinsi, regio, dan karya di Asia Pasifik untuk memproduksi cerita dalam bentuk visual yang menarik dan menyentuh hati orang-orang yang melihatnya. Kontributor: S. Septian Marhenanto, S.J. – Komunikator Provindo

JCAP

Pater Primitivo E. Viray Jr., S.J. Presiden JCAP yang Baru

Pater Primitivo “Jun” E Viray Jr., S.J. ditunjuk sebagai Presiden Konferensi Jesuit Asia Pasifik (JCAP) menggantikan Pater Antonio Moreno, S.J. yang telah menjabat sejak tahun 2017. Melalui keputusan tertanggal 13 Juni 2023, Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. merasa yakin akan integritas dan prinsip kehati-hatian Pater Viray dalam memimpin JCAP. Tanggal definitif serah terima jabatan dari Presiden JCAP sebelumnya memang belum ditentukan. Sebagai Presiden JCAP, Pater Viray akan berkolaborasi dengan para Superior Mayor JCAP untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan Kongregasi Jenderal yang terakhir. Selain sebagai Presiden JCAP, Pater Viray juga akan melayani sebagai Superior Regio Pakistan yang merupakan wilayah misi terbaru JCAP. Saat ini Pater Viray adalah Provinsial SJ Filipina. Lahir di Quezon City, Filipina, ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Hati Kudus yang dikelola Jesuit di Cebu. Gelar sarjana (BS) di bidang Ekonomi Bisnis ia dapatkan dari Universitas Filipina sebelum bergabung dengan SJ pada tahun 1984. Gelar MA Studi Pembangunan Perdesaan dan doktorat Studi Pembangungan ia raih dari University of East Anglia, Norwich, Inggris. Pater Viray memiliki banyak pengalaman kerasulan dalam bidang pendidikan, advokasi untuk orang miskin, dan formasi yang akan membantunya melayani sebagai Presiden JCAP. Tahun 1989-1991 ia menjabat sebagai Asisten Direktur dan selanjutnya sebagai Direktur Program Pranovisiat di Haggerty Hall dan dilanjutkan selama dua tahun (1992-1994) di Rumah Arvisu. Setelah ditahbiskan imam pada tahun 1995, ia ditugaskan menjadi Pastor Rekan dan selanjutnya sebagai Pastor Kepala Paroki Ipil, Zamboanga Sibugay. Kemudian selama tiga tahun (2006-2009) ia mengajar Ekonomi di Universitas Ateneo de Zamboanga sambil melayani sebagai Superior Lokal dan Pendamping TOK. Setelah bertugas di Zamboanga, Pater Viray ditugasi menjadi Rektor Loyola House of Studies sekaligus ditunjuk sebagai Delegatus Formationis dan Wakil Rektor Komunitas Frater-frater Teologan. Pada tahun 2011, ia terpilih sebagai Rektor Universitas Ateneo de Naga (AdNU) dan menjadi Superior Lokal di Naga. Sebelum terpilih sebagai Provinsial, Pater Vinay adalah Rektor AdNU dan Koordinator Komisi Pendidikan Tinggi SJ Filipina. Selama menjadi Provinsial, Pater Viray menanggapi permintaan Uskup Pablo Virgilio David dengan mengirim Jesuit ke Wilayah Misi Hati Kudus di Keuskupan Kalookan. Hal ini memberikan kesempatan kepada Jesuit untuk terlibat secara lebih besar dengan mereka yang terpinggirkan, termasuk mereka yang terkena dampak perang melawan narkoba. Selain itu, ia mengepalai Desk Myanmar demi membantu meningkatkan kesadaran tentang konflik yang meningkat di negara itu dan memobilisasi sumber daya untuk memberikan dukungan kemanusiaan yang sangat diperlukan oleh mereka yang terkena dampak konflik. “Saya berterima kasih kepada Pater Jun atas kemurahan hati dan kesiapsediaannya menerima perutusan baru ini. Dengan bakat yang dimilikinya dan melalui rahmat Tuhan, konferensi ini berada di tangan yang tepat. Saya percaya, ia akan menjadi pemimpin yang dibutuhkan JCAP untuk tahun-tahun mendatang,” kata Pater Moreno. Sebagai Presiden JCAP selama enam tahun, Pater Moreno memfasilitasi penguatan gubernasi/tata kelola regio-regio yang sedang berkembang seraya memperhatikan perkembangan karya kerasulan Konferensi di tengah tantangan unik akibat pandemi Covid-19. Dia memimpin diskresi rencana kerasulan JCAP yang menyoroti 10 Prioritas Konferensi hingga tahun 2025. Ia mendorong kolaborasi dan sinergi yang lebih besar di antara para anggota Konferensi dengan menyadari tuntutan misi yang terus berkembang di wilayah Asia Pasifik. Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel “Fr Jun Viray SJ appointed as new President of Jesuit Conference of Asia Pacific” dalam https://jcapsj.org/blog/2023/06/19/fr-jun-viray-sj-appointed-as-new-president-of-jesuit-conference-of-asia-pacific/ Artikel ini diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Tim Sekretariat SJ Provindo pada tanggal 26 Juni 2023.