Pilgrims of Christ’s Mission

Formasi Iman

Formasi Iman

Hidup yang Penuh

Pekan Kaul Bersama 2025: Senin, 1 September 2025 hingga Jumat, 5 September 2025 menjadi momen sukacita bagi para novis Serikat Jesus dan beberapa kongregasi lain. Pasalnya selama lima hari ini mereka belajar bagaimana mengusahakan diri menghayati ketiga kaul yang akan mereka peluk selamanya: kaul kemiskinan, kaul kemurnian, dan kaul ketaatan. Kegiatan Pekan Kaul Bersama (PKB) 2025 diikuti oleh beberapa ordo/kongregasi, yakni: SJ, CSA, OSU, OSF, PMY, SDP, dan AK.   Mereka menyebut momen perjumpaan ini sebagai Pekan Kaul Bersama, meski beberapa memelesetkannya menjadi Pekan Konsolasi Bersama. Kegiatan PKB ini sejatinya adalah kegiatan tahunan yang dilakukan oleh beberapa ordo/kongregasi untuk saling memperkaya sudut pandang mengenai ketiga kaul. Pada tahun ini, kegiatan PKB diadakan di Rumah Retret Gedanganak, Ungaran.   Pada hari pertama, Pater Petrus Sunu Hardiyanta, S.J. memberikan pengantar mengenai ketiga kaul. Dipaparkan olehnya tiga contoh teladan penghayatan kaul, yakni: teladan hidup Fransiskus Asisi, Bunda Teresa dari Kalkuta, dan Paus Fransiskus. Ia juga memaparkan pentingnya tiga daya jiwa (nalar, rasa, dan kehendak) dalam menghidupi kaul-kaul tersebut. Lagu Doraemon dinyanyikan untuk menggambarkan pribadi yang memiliki kehendak kuat dan melaksanakannya. “Aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini, ingin itu banyak sekali.” Dalam pengantar itu pula, Pater Sunu mengajak para novis untuk melihat akar afeksi dalam keluarga yang menjadi asas dan dasar panggilan hidup mereka.   Di hari kedua, dimulailah pemaparan-pemaparan materi dalam sesi-sesi. Setiap kaul mendapat empat porsi sesi yang dibahas dari tinjauan historis-biblis; tinjauan psiko-fisik, psiko-sosial, dan spiritual-rational; kaul dalam kekhasan tarekat; serta tantangan dan penghayatan di masa kini. Pada setiap sesi tersebut, diadakan presentasi oleh para novis yang dilanjutkan dengan sharing tiga putaran dalam kelompok-kelompok kecil.   Sharing tiga putaran merupakan terobosan untuk mengatasi ketegangan yang bisa terjadi dalam sesi tanya-jawab. Tak hanya itu, kesempatan sharing tersebut mengantarkan hasil presentasi pada nilai-nilai rohani yang membadan pada setiap novis. Dengan demikian PKB ini membawa suasana yang lebih spiritual ketimbang diskusi intelektual. Kesempatan tersebut menjadi waktu yang tepat melatih kerendahan hati untuk mau dan mampu menginspirasi, serta diinspirasi orang lain. Kerendahan hati itulah yang rasanya menjadi benang merah dari keutamaan ketiga kaul. Keutamaan tersebut pada akhirnya, juga membantu setiap pribadi yang memeluknya untuk lebih terbuka pada realitas di luar dirinya. Inilah modal awal untuk hidup berkomunitas dan saling berkolaborasi.   Nilai spiritualitas Ignatian juga beberapa kali disinggung, di antaranya diskresi dan menemukan Allah dalam segala hal. Dalam hal ini, kesadaran merupakan kunci. Keheningan pun tak luput dari sorotan. Pribadi yang hening akan mampu menyadari idealitas dan realitas baik di dalam dirinya maupun di sekitarnya. Pada akhirnya, menjadi pribadi yang merdeka dari segala kelekatan adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap pribadi berkaul. Kemerdekaan pribadi tersebut tak lepas dari kematangan pribadi terkait. Pada hari Rabu, 3 September 2025, Pater Yulius Eko Sulistyo, S.J. memberikan gambaran tersebut, di mana pribadi yang matang adalah pribadi yang memiliki relasi yang afektif kepada diri sendiri, sesama, dan Tuhan.     Pada sesi penutupan, Pater Hilarius Budi Gomulia, S.J. memberi kesimpulan yang rasanya menjadi hal yang perlu dipegang oleh setiap pribadi berkaul, yakni “orang berkaul itu tidak merepotkan orang lain.” Dalam menghayati kaul, para novis semakin digerakkan untuk membagikan diri secara total demi pelayanan pada Allah yang lebih luhur. Sebagaimana kata-kata St. Ireneus, “Gloria Dei, homo vivens” – kemuliaan Allah adalah manusia yang hidup. Para novis diajak untuk hidup sepenuhnya dan memandang Tuhan selalu.   Kontributor: nSJ Arnoldus Iga Pradipta Wihantara

Formasi Iman

Pekan Kateketik Novisiat Girisonta

Sabtu hingga Rabu, 9-13 Agustus 2025, Novisiat Girisonta mengadakan acara Pekan Katekese untuk para novis dan pranovis. Agenda rutin setiap tahun ini diadakan guna membekali para frater dengan materi katekese dari tim Pendikkat Sanata Dharma yang digawangi oleh Romo Hendra Dwi Asmara, S.J., Bapak Rudi dan Ibu Sindi, serta dua mahasiswa tingkat akhir, Ariel dan Caroline.   Setiap hari para frater dikenalkan dengan games ice breaking yang baru untuk membantu kerasulan PIA, PIR, OMK di lingkungan-lingkungan di Paroki Girisonta. Kak Caroline dan Ariel pun membawakan games untuk para frater agar para frater mengerti dan memahami cara memainkan games tersebut, misalnya ‘Berjalan Bersama’, melipat koran, ’Awas-Siap-Tembak-Dor’, games kerja sama dengan baik (Kyotobosi), games berhitung dan masih banyak games yang lain.   Selain permainan, para frater juga diberi materi peta perkembangan katekese. Dengan materi ini, para frater diharapkan memiliki tujuan ketika melaksanakan kerasulan lingkungan, yaitu transformasi, komunitas umat yang semakin beriman, perkembangan spiritual, dan pengajaran agama.   Yang menarik dari tim Pendikkat Sanata Dharma ini, selain membimbing/memaparkan materi di ruang belajar bersama para Novis, mereka juga ikut terjun langsung praktik kerasulan lingkungan naik sepeda bersama para Novis. Para pengajar Pak Rudi, Bu Sindi, Ariel, dan Caroline ikut bersama para novis pergi kerasulan lingkungan melewati jalan yang menanjak, menurun, dan tantangan lainnya. Berbagai sharing menarik pun muncul dari mereka karena ikut merasakan perjuangan novis setiap Senin sore menaiki sepeda untuk kerasulan lingkungan. Ada yang merasa lelah, namun bahagia; ada yang hanya dapat bersepeda hanya saat berangkat, lalu pulangnya naik ojek, karena medan yang dilalui naik-turun bukit, bukan jalan yang tidak datar.   Katekese Simbolik Selain itu, aktivitas menarik lainnya di dalam Pekan Katekese ini adalah materi tentang membuat katekese simbolik. Kami diminta untuk menjelaskan pengertian katekese dengan menggunakan simbol atau suatu benda di sekitar kami. Aktivitas ini kami lakukan dalam kelompok yang beranggotakan tiga orang. Hasil yang kami peroleh pun cukup unik. Dari 7 kelompok, muncullah 7 simbol katekese yang unik.   Salah satu simbol yang unik itu datang dari kelompok enam (Lino, Fred dan Alfons). Simbol yang mereka pakai adalah moke. Moke adalah minuman keras tradisional suku Bajawa, yang terkenal di dataran Flores, NTT. Kadar alkohol dalam moke terbilang cukup tinggi. Meminum moke secara berlebihan dapat membuat orang mabuk. Pada titik ini, kami heran: mengapa mereka memakai jenis miras ini untuk menjelaskan hal yang suci?    Ternyata, mereka mampu memaknainya secara berbeda. Lino menjelaskan bahwa katekese itu seperti moke yang membuat orang kecanduan dan mabuk cinta Tuhan. Katekese mesti dirancang agar umat mau datang lagi dan lagi, bukan karena untuk bertemu para fraternya, melainkan untuk lebih mengenal Tuhan. Menurut kami, simbol ini unik dan out of the box.   Katekese simbolik ini sangat membantu kami untuk lebih mengenal katekese itu apa sehingga memberikan kami orientasi yang jelas dalam katekese atau kerasulan di lingkungan. Dengan demikan, kami bisa lebih mudah membuat preparasi kerasulan dan mempraktikkannya kemudian.   Kerasulan: Probasi dasar hidup menjesuit Dalam kegiatan kerasulan atau berkatekese, para frater novis seringkali berjumpa dengan tantangan dan kesulitan yang berbeda-beda di lingkungan tempat diutus. Tantangan itu dimulai dari kondisi perjalanan bersepeda yang tidak mudah, yaitu jalan terjal, curam, minim penerangan di beberapa titik, dan juga harus sungguh berhati-hati ketika melewati jalan besar karena beriringan dengan banyak kendaraan besar. Tantangan lainnya adalah ketika bertemu dengan kelompok/umat yang kami layani, khususnya dengan kelompok PIA dan PIR, karena kami harus mengenal dinamika batin mereka dan mencari cara yang tepat dalam berkomunikasi atau menyampaikan materi katekese.   Salah satu pengalaman menarik, yakni kerasulan di lingkungan Sambeng. Kebetulan Kak Ariel mendampingi frater-frater (Higa dan Deva) yang merasul di situ. Anak PIA dan PIR di situ cukup unik dan boleh dikata susah. Kak Ariel sebelumnya sudah tahu tentang kondisi lingkungan Sambeng dari cerita. Ketika memulai mengajar, Kak Ariel memberi contoh pada kami cara membangun dinamika yang hidup serta komunikasi yang baik dengan kelompok PIA-PIR ini. Pengalaman ini membuat para frater belajar dan bertanya-tanya sebenarnya apa yang menjadi kekurangan mereka selama ini.   Kak Ariel memberi masukan dan evaluasi kepada frater. Dia tersenyum dan kemudian menjelaskan bahwa para frater harus tekun dan setia dalam proses. Karena para frater baru beberapa pertemuan datang ke sini, maka butuh waktu untuk bonding dengan anak-anak.   Selanjutnya, yang bisa dilakukan para frater yaitu tetap semangat dalam menyiapkan materi kerasulan tanpa merisaukan apakah nanti di lapangan berhasil atau gagal.   Kami bersyukur atas Pekan Katekese ini. Lewat kursus beberapa hari ini, kami disadarkan bahwa kerasulan merupakan salah satu probasi dasar yang harus kami latih dan kerasulan adalah bagian dari hidup menjesuit sebab Jesuit adalah mereka yang dipanggil untuk selalu siap sedia diutus ke manapun.     Kontributor: nS Martin, Edgar, dan Higa

Formasi Iman

Nasi Berkah, Berkah bagi Sesama

Pada Minggu, 8 Juni 2025, skolastik Kolese Hermanum berkumpul bersama dengan para donatur untuk mengadakan rapat evaluasi dan refleksi terkait program nasi berkah. Sepanjang Oktober 2024 hingga Juni 2025, program ini terus memberikan kekayaan pembelajaran bagi para frater. Program nasi berkah di Kolese Hermanum terus berlanjut sebagai bentuk konkret kehadiran dan solidaritas terhadap saudara-saudari kita yang mengalami kesulitan ekonomi. Dari yang mulanya hanya dilaksanakan di Unit Pulo Nangka, program ini telah berkembang ke unit-unit lain seperti Kampung Ambon, Johar Baru, Kramat 6, dan Kramat 7 (Wisma Dewanto).    Setiap unit tetap mempertahankan pembagian 30 kupon nasi berkah per minggu, yang masing-masing bernilai subsidi Rp10.000. Para penerima diminta memberikan kontribusi sebesar Rp2.000 ke warung mitra sebagai bentuk partisipasi mereka atas kegiatan ini.    Namun, dalam pelaksanaannya, kegiatan ini menghadapi sejumlah tantangan, yaitu (1) pergantian PIC dan perubahan komposisi unit membuat alur koordinasi sempat tidak stabil; (2) beberapa warung mengajukan kenaikan harga karena biaya bahan baku yang meningkat; (3) miskomunikasi terkait sistem pembayaran juga sempat terjadi, terutama ketika PIC berhalangan hadir dan digantikan oleh orang lain yang belum sepenuhnya memahami alur; dan (4) ketidakteraturan dalam pembagian kupon juga muncul ketika para frater mengalami kesibukan akademik atau kegiatan internal sehingga perlu saling mengingatkan agar kupon tetap dibagikan tepat waktu.   Relasi dengan Penerima dan Warung Salah satu kekuatan program ini terletak pada relasi yang terbangun secara personal. Banyak frater membagikan pengalaman bagaimana kupon yang diberikan bukan sekadar akses ke makanan tetapi menjadi pintu perjumpaan yang bermakna. Dari para frater yang membagikan kupon, mereka membagikan cerita tentang para penerima kupon yang dengan setia menanti setiap minggu. Pemilik warung juga merasa terlibat dalam kegiatan nasi berkah ini. Bahkan ada warung yang tanpa diminta menambahkan lauk seperti daging sebagai bentuk keterlibatan memberi.    Keluarga Ibu Fifi dan keluarga Ibu Khim, yang sebelumnya telah menjadi inspirasi bagi program ini, tetap menjadi mitra dan donatur aktif. Mereka melihat bahwa membantu menyediakan makanan secara layak adalah bentuk nyata menghargai sesama. Bagi mereka, program ini bukan hanya transaksi ekonomi, tetapi juga kesempatan rutin berbagi kasih dan kemurahan hati yang juga menjadi sumber pemasukan stabil bagi para pemilik warung.   Refleksi Sosial dan Rohani Sebagaimana telah menjadi semangat awal program ini, kegiatan nasi berkah bukanlah sekadar pembagian makanan murah. Hal ini adalah bentuk tanggapan terhadap Universal Apostolic Preferences (UAP) nomor dua, yaitu berjalan bersama mereka yang terpinggirkan. Program ini membawa pesan bahwa tidak ada seorang pun yang sendirian di dunia ini — bahwa Tuhan, dalam cara-Nya yang sederhana, hadir melalui komunitas yang peduli.   Banyak PIC menyadari bahwa proses ini membentuk mereka secara pribadi dan rohani. Bagi para skolastik ekspatriat, kegiatan ini menjadi sarana belajar bahasa dan budaya Indonesia sekaligus menyentuh realitas sosial secara langsung. Di tengah tantangan praktis, selalu ada momen kecil yang menjadi ruang belajar mencintai lebih dalam dengan cara yang konkret.   Arah ke Depan Beberapa keputusan pun diambil selama periode ini untuk menjalankan program agar berjalan lebih baik, yaitu: (1) penyesuaian harga kupon dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan warung. Biaya subsidi yang awalnya Rp10.000 meningkat jadi Rp13.000. Dengan cara yang sama pula para penerima harus membayar Rp2.000; (2) bukti pembayaran lebih diperjelas melalui nota atau dokumentasi foto agar ada transparansi dan pertanggungjawaban; (3) komunikasi dengan warung mitra harus diprioritaskan, baik dalam hal harga, menu, maupun sistem pembayaran; dan (4) Kriteria penerima kupon ditekankan pada kebutuhan riil, bukan pada status sosial atau penampilan luar. Orang yang menunggu dengan harapan, mereka layak untuk menerima tanpa harus dibebani verifikasi yang kaku.   Kini apa yang telah kami mulai kiranya menjadi gerakan kolektif yang membentuk kepedulian. Kegiatan ini telah menyentuh kehidupan banyak orang — baik penerima kupon, pemilik warung, para frater, maupun donatur. Sekecil apapun yang dibagikan, ketika dilakukan secara konsisten dan dengan hati, akan menjadi rahmat. Pertanyaannya ini kembali pada kita, “Maukah kita menjadi saluran rahmat bagi sesama dan menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan meski dengan cara yang sederhana namun penuh arti?”   Kontributor: Sch. Laurensius Herdian Pambudi, S.J.

Formasi Iman

Disatukan, Diutuhkan, dan Semakin Berbuah dalam Kristus

Sembilan frater Novis telah mengucapkan Kaul Pertama dalam Serikat Jesus pada Selasa, 24 Juni 2025 pukul 10.00 WIB di Kapel La Storta, Novisiat St. Stanislaus Girisonta. Kesembilan novis yang telah mengucapkan Kaul Pertama adalah: Sch. Aloysius Gonzaga Evan Adhi Laksana, S.J. dari Paroki St Theresia, Bongsari Sch. Albert Hosea Santoso. S.J. dari Paroki St Yusuf, Gedangan Sch. Christoforus Iuliano Mesaroga, S.J. dari St Agustinus, Karawaci Sch. Ignatius Damar Adi Wicaksana, S.J. dari St Agustinus, Karawaci Sch. Archie Setyo, S.J. dari Paroki St Perawan Maria Ratu Rosario Suci Randusari, Katedral Semarang Sch. Leonard Valentino Ngandiri, S.J. dari Paroki St Maria Diangkat ke Surga, Katedral Jakarta Sch. Leonardo Amaris Liaupati, S.J. dari Paroki Tyas Dalem Gusti Yesus, Macanan, Yogyakarta Sch. Valentinus Religio Perangin-angin, S.J. dari Paroki St Padre Pio, Medan Sch. Yohanes Ragil Sumantri, S.J. dari Paroki St Ignatius Ketandan, Klaten Kaul Pertama para novis ini diterima oleh Provinsial Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. serta dihadiri oleh keluarga, para Jesuit, dan tamu undangan. Dalam homilinya, Pater Provincial menyampaikan masa novisiat merupakan masa untuk mengumpulkan kepingan dan berusaha untuk lebih utuh menjadi manusia di hadapan Allah. Ia mengingatkan para novis bahwa setelah mengucapkan kaul bukan berarti perjalanan mengutuhkan diri sudah selesai, melainkan kaul pertama ini menandai babak baru perjalanan hidup dengan membiarkan Tuhan membawa ke mana arah peziarahan mereka untuk mengutuhkan dirinya dengan berbagai ujian yang sudah menanti di depan. Di akhir misa, mewakili teman-temannya, Fr Leon membagikan refleksi bersama. Ia bersama teman-temannya ingin membagikan kasih Allah dengan berbagai cara sesuai dengan kekhasan pribadi masing-masing dengan berpedoman pada cara Ignatius Loyola. Artinya, mereka menuruti perintah Yesus, tinggal dalam kasih-Nya untuk disatukan dan diutuhkan menjadi satu tubuh universal hingga akhirnya membuahkan berkat bagi orang-orang di sekitar mereka. Disatukan, Diutuhkan, dan Semakin Berbuah dalam Kristus adalah tema yang mereka angkat dari hasil refleksi bersama ini. Selanjutnya kesembilan frater ini akan melanjutkan ke jenjang formasi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Selamat melanjutkan formasi, semoga semakin disatukan, diutuhkan, dan berbuah dalam Kristus.   Kontributor: Margareta Revita – Tim Komunikator Jesuit Indonesia

Formasi Iman

Novis SJ Berlatih Berbicara di Depan Umum

Para Novis dan Pra Novis SJ mengikuti “Pelatihan Berbicara di Depan Umum” di Novisiat Stanislaus, Girisonta pada 29-31 Januari 2025. Pelatihan ini diampu oleh Tim SAV-USD (PP Franciscus Xaverius Murti Hadi Wijayanto, S.J, Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J., dan Mas Noel Kefas). Dalam sambutan pembukaan, Magister P Dominico Savio Octariano Widiantoro, S.J. menegaskan pentingnya pelatihan ini untuk mempersiapkan para Novis menjadi Jesuit yang komunikatif dalam menjalankan perutusannya. Bukan hanya penting untuk nanti setelah menyelesaikan masa formatio di Novisiat, tetapi juga selama di Novisiat kemampuan berbicara sangat diperlukan.   Dalam sesi hari pertama dipaparkan prinsip-prinsip dasar berbicara di depan umum, prinsip-prinsip ekspresi diri, teori dramatisasi puisi, dasar-dasar persiapan homili, kemudian disambung dengan olah tubuh dan olah vokal. Setelah itu, pada hari kedua, para Novis mendapat tugas untuk menyusun puisi dan menyiapkan dramatisasi puisi secara berkelompok. Ada dua novis yang tidak bisa ikut pelatihan ini karena masih sakit, namun hal ini tidak mengurangi semangat mereka untuk berekspresi. Setelah mempersiapkan diri dalam pendampingan tutor, pada malam hari, tiga kelompok tersebut menampilkan dramatisasi puisi di ruang rekreasi novisiat disaksikan juga oleh staf novisiat lainnya.    Penampilan mereka sangat kreatif. Setiap penampilan dievaluasi oleh kelompok lain, para staf novisiat, dan para tutor. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah artikulasi kata-kata yang diucapkan dan volume suara agar para audiens dapat menangkap isi penampilan dengan jelas.   Pada hari terakhir, para novis mempraktikkan homili yang teorinya sudah dipaparkan pada hari sebelumnya. Meski hanya diberi waktu satu jam untuk mempersiapkan homili, para novis pada umumnya mampu menyusun konten homili yang berkualitas. Penyajian homili setiap novis dievaluasi oleh tiga tutor sehingga para novis mendapat masukan yang memadai. Dalam sambutan penutup, selain berterima kasih kepada Tim SAV-USD, Magister juga berharap agar potensi besar yang dimiliki para novis terus dikembangkan secara sadar berbekal  pelatihan yang dialami bersama selama tiga hari. Semoga para novis menjadi Jesuit yang komunikatif.   Kontributor: P Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J.

Formasi Iman

Menimba Rahmat Bulan Imamat

Program Bulan Imamat (Arrupe Month) adalah salah satu bagian integral dalam formasi sebagai calon imam Serikat Jesus. Program ini dilaksanakan pada tahap akhir formasi imamat, yaitu formasi teologi. Kami, enam frater teologan dan seorang bruder tahun pertama dari Kolese St. Ignatius Yogyakarta, menjalani program Bulan imamat pada 2-31 Januari 2025 di Rumah Retret Kristus Raja, Girisonta. Selama satu bulan, kami menjalani rangkaian acara dan didampingi oleh Pater Paul Suparno, S.J. selaku Prefek Spiritual Kolsani.   Pengalaman menjalani Bulan Imamat merupakan pengalaman istimewa. Program ini memberikan kesempatan berharga bagi kami untuk semakin menghayati panggilan imamat dalam Serikat Jesus dengan rangkaian sesi diskusi dengan beragam pembicara, sharing rohani, dan ditutup dengan retret delapan hari (octiduum). Ada empat pertanyaan besar yang menjadi arah dasar program ini. Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit? Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Siapa rekan pelayanan imam? Ruang dialog mana saja yang bisa dilibati?     Menggali Inspirasi dan Roh Imamat Jesuit Pertanyaan “Dari mana inspirasi dan Roh imamat Jesuit?” mengajak kami untuk melihat kembali akar spiritualitas Serikat Jesus dan merefleksikan tentang kekhasan imamat Jesuit.    Dalam sesi pengantar, Pater C. Kuntoro Adi, S.J. selaku Rektor Kolese Ignatius menunjukkan bahwa panggilan imamat dalam Serikat Jesus berbeda dibandingkan dengan tarekat religius lain. Beliau mengangkat kisah para Jesuit yang masuk ke Kerajaan Siam pada abad XVII sebagai astronom kerajaan. Hal tersebut menunjukkan kekhasan imamat Serikat Jesus yang bukan pertama-tama imamat kultis, melainkan imamat ministerial.   Bersama Pater L.A. Sardi, S.J., kami menelusuri perjalanan para Primi Patres serta dokumen-dokumen Serikat. Lebih dari sekadar peran fungsional, imamat Jesuit berakar pada spiritualitas Ignasian yang mengutamakan perjumpaan dengan Tuhan dalam segala. Relasi pribadi dengan Allah menjadi hal yang sangat penting agar pelayanan para Jesuit bukan sekadar tugas melainkan perutusan yang lahir dari perjumpaan dengan Sang Sumber Hidup.   Selain itu, secara Istimewa kami juga merefleksikan tentang relasi antara imam dan bruder dalam Serikat Jesus. Pater Sardi menegaskan bahwa para bruder Jesuit juga berkontribusi melalui semangat partisipatif dalam tugas para imam. Baik imam maupun bruder Jesuit sama-sama menghidupi misi Tuhan dalam Serikat. Perjumpaan kami dengan Br. Marsono, S.J. yang berkarya di Kolese PIKA, Semarang, semakin menegaskan semangat partisipatif tersebut.   Panggilan imamat Jesuit melihat perutusan dari pembesar sebagai perutusan dari Tuhan sendiri. Dalam kunjungan kami ke Provinsialat S.J., kami diajak untuk melihat kembali perjalanan Provindo dalam mewujudkan Rencana Apostolik Provindo (RAP) bersama Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. selaku Provinsial. Dalam kesempatan tersebut, kami juga diberi gambaran tentang tata kelola gubernasi Serikat oleh Pater Sigit Prasadja, S.J., sebagai Ekonom Provinsi, dan Pater Melkyor Pando, S.J., sebagai Socius Provinsial.     Menjawab Panggilan di Tempat yang Paling Membutuhkan Dalam semangat Preferensi Apostolik Universal (UAP), Bulan Imamat 2025 juga mengajak kami untuk bertanya: Imamat dan hidup membiara untuk siapa? Pertanyaan ini semakin menyadarkan kami bahwa Jesuit dipanggil untuk melayani di tempat paling membutuhkan, di tapal batas atau frontiers.   Dalam kunjungan kami ke Paroki St. Antonius, Muntilan, kami bersyukur bisa mendengar sharing dari para Jesuit yang berpengalaman sebagai misionaris. Kami mendengarkan sharing dari Pater Mardi Santosa, S.J. yang pernah menjadi misionaris di Papua dan Kalimantan serta Pater Sarjumunarsa, S.J. yang pernah menjadi formator para seminaris di Kalimantan. Kami merasa bersyukur dan kagum kepada kedua sosok tersebut yang selalu siap sedia diutus dan gembira mengemban misi Serikat.   Tapal batas tidak selalu diartikan secara geografis. Di tengah kota besar sekalipun, ada suara-suara orang yang terpinggirkan, tertindas, dan membutuhkan. Kami mendengar sharing dari Pater Suyadi, S.J. yang berkarya di Lembaga Daya Dharma (LDD) Keuskupan Agung Jakarta. Di LDD, Pater Suyadi dan rekan-rekannya melayani orang-orang miskin dan tersingkir di tengah gemerlap kota Jakarta.   Selain itu, di dalam tubuh Gereja pun, ada pihak-pihak yang termasuk ke dalam kelompok rentan. Kami mendengar sharing dari Sr. Luciana, RGS yang telah memiliki banyak pengalaman dalam mendampingi para korban kekerasan seksual. Kami juga mendapat kesempatan Istimewa untuk mendengarkan pengalaman Pater James Martin, S.J., seorang Jesuit Amerika dan penulis, yang berjuang menghayati semangat sinodalitas dalam Gereja dan memberi perhatian pada kelompok LGBT.   Berhadapan dengan tapal batas, kami perlu sadar bahwa kami ini juga bisa menjadi pihak yang rentan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para imam dan calon imam untuk bisa menjaga kesehatan dan kematangan psikologis. Kami dibantu oleh Bu Agnes Indar Etikawati, dosen psikologi Universitas Sanata Dharma untuk mengenali dan mengembangkan diri kami agar bisa menjadi pribadi dan calon imam yang sehat secara psikologis.     Rekan Pelayanan Imam Kami menyadari bahwa imam bukanlah seorang pekerja soliter. Sebagai bagian dari Gereja, kami dipanggil untuk berjalan bersama umat dan rekan-rekan sepelayanan. Oleh karena itu, refleksi mengenai siapa saja rekan pelayanan imam menjadi aspek penting dalam Bulan Imamat 2025.   Kami mendengarkan pengalaman Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, Uskup Pangkal Pinang, yang menjadi peserta Sinode tentang Gereja Sinodal. Kami mendapat gambaran tentang bagaimana sinode berlangsung dan gagasan-gagasan apa saja yang dilahirkan dalam sinode tersebut. Dari situ kami semakin disadarkan pentingnya membangun kerjasama yang tulus dengan rekan-rekan imam maupun religius dari keuskupan maupun tarekat lain dalam kehidupan menggereja.   Semangat sinodalitas juga kami temui ketika berkunjung ke Paroki St. Yusuf Gedangan, Semarang. Di sana, kami mendapat gambaran tentang dinamika karya paroki Jesuit, termasuk kerja sama antara para Jesuit dengan dewan paroki. Pater Cahyo dan rekan-rekan dewan paroki terus mencari cara-cara kreatif untuk menghidupkan Paroki Gedangan yang sudah berusia 150 tahun.   Kami juga mendapatkan kesempatan Istimewa untuk mendengarkan sharing dari Pater Ed Quinnan, S.J., Jesuit Amerika yang menjadi superior misi di Micronesia. Dalam kesempatan tersebut, Pater Ed mengajak kami untuk menyadari pentingnya penghayatan ketaatan yang benar dan pentingnya percakapan rohani dalam membangun hidup komunitas. Ketaatan dan percakapan rohani adalah hal yang sangat krusial bagi para Jesuit yang berada dalam satu komunitas untuk bekerja bersama mengemban misi Tuhan sendiri.   Selanjutnya, kami juga mendengar sharing dari Ibu Karlina Supelli. Bu Karlina berbagi pengalamannya dalam dua sudut pandang, yaitu sebagai ibu dari seorang religius dan awam yang bekerja bersama dengan para religius. Kami merasa sangat tersentuh dengan sharing dari Bu Karlina karena bisa membahasakan dan mewakili perasaan yang tak terkatakan dari keluarga kami masing-masing. Di sisi lain, mengingat

Formasi Iman

Mewujudkan Mimpi Provindo

PERTEMUAN JESUIT MUDA 2024 31 Juli-3 Agustus 2024, setelah acara tahbisan, kami, para imam dan bruder muda berkumpul di Kampoeng Media untuk mengikuti Program Pengembangan Kepemimpinan (LDP). Suasananya menggembirakan dan fun. Kami dibantu Pater Nano, S.J. selaku delegat Rencana Apostolik Provindo (RAP) untuk berbagi pengalaman dan inspirasi terkait RAP ini. Dalam sharing kelompok gugus karya (paroki, pendidikan, dosen, karya sosial, formasi) kami mendengarkan satu sama lain bagaimana RAP ini bergema dalam hidup dan perutusan yang kami jalani. Meski gema RAP ini belum terdengar nyaring, kami melihat bahwa RAP ini memberikan jalan dan harapan dalam menghidupi kesatuan hati dan budi dalam hidup perutusan Serikat saat ini. Bahkan dalam sambutannya, Pater Provinsial mendorong Jesuit muda untuk berani berimajinasi bagi karya kerasulan Serikat.   Dalam kesempatan LDP ini hadir juga teman-teman Jesuit dari Thailand dan Vietnam (Pipat, Sarayuth Konsupap, Sakda, Luong, Josep Doan Tam) yang menambah keakraban. Secara khusus PP Thep dan Pipat yang pernah menempuh studi filsafat di STF Driyarkara tahun 2009-2013, juga membagikan pengalaman berkarya di Thailand dalam terang UAP di hari terakhir.   Pada hari Kamis, 1 Agustus, Pater Nano, S.J. mengajak kami untuk memperhatikan mimpi kecil Jesuit dan juga mimpi Serikat Provindo serta Serikat Universal. Kami juga diharapkan untuk memberikan perhatian besar kepada mimpi Serikat Provindo yang tertuang dalam RAP. Salah satu rekomendasinya ialah setelah LDP ini Pater Nano, S.J. akan mengajak kami untuk mengadakan pertemuan online demi mewujudkan mimpi itu dalam karya kerasulan kami masing-masing.     Pater Sigit, S.J. sebagai ekonom provinsi mengajak kami belajar dan menengok lagi pedoman dalam pengelolaan harta benda Serikat secara tepat berdasarkan IAF (Instruction for Administration and Finances) dan sesuai dengan penghayatan kaul kemiskinan kita.   Untuk menambah kegembiraan kami, pada Jumat, 2 Agustus, kami mengadakan outing ke beberapa tempat, seperti Lava Tour, rafting di Sungai Elo-Magelang dan beberapa kelompok jalan-jalan wisata rohani serta kuliner.   Pada hari terakhir, Pater Daryanto memperkaya imajinasi kami dengan sharing kerasulan orang muda, khususnya pendampingan kaderirasasi bagi mahasiswa-mahasiswi katolik di Yogyakarta. Br. Dieng berbagi refleksi tentang menemukan Tuhan dalam karya KPTT sekaligus mempromosikan sei babi yang terkenal enak. Terakhir, PP Thep, Pat, dan Sakda bercerita upaya-upaya Jesuit Thailand dalam menemukan bentuk yang relevan terkait RAP di konteks sana, misalnya membangun ecology center dalam salah satu karya di sana.   LDP ini ditutup dengan misa yang dipimpin oleh PP Sakda dan Dam. Selamat berimajinasi dan berkarya.   Kontributor: Panitia LDP Jesuit Muda 2024

Formasi Iman

Persembahan Diri Penuh Para Jesuit

Pada 2 Februari 2024, bertepatan dengan Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah dan Ekaristi Jumat Pertama, pesta Kaul Akhir empat imam anggota Serikat Jesus dirayakan dengan khidmat di Gereja Santa Theresia Bongsari Semarang. Keempat kaules itu adalah Pater Rudy Chandra Wijaya, S.J., Pater Joseph Mangatur Mangisi Tua Situmorang, S.J., Pater Alexander Hendra Dwi Asmara, S.J., dan Pater Eduardus Didik Cahyono, S.J. Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pater Provinsial Benedictus Hari Juliawan, S.J. tersebut dihadiri oleh umat, keluarga, dan tersiaris dari Filipina, Thailand, Malaysia, Slovakia, serta Nigeria. Jika Kaul Pertama Serikat Jesus dimaknai sebagai janji Jesuit untuk bergabung dengan Serikat Jesus, Kaul Akhir dimaknai sebagai persembahan secara penuh para Jesuit kepada Serikat. Melalui pengucapan kaul, Jesuit diharapkan meneladani sikap Yesus Kristus yang dengan sukarela mempersembahkan dirinya untuk kemuliaan Allah seperti saat Ia dipersembahkan di Bait Allah dan saat Ia wafat di kayu salib. Dalam homilinya, Pater Benny membawa cerita kehidupan Santo Ignatius Loyola, pendiri Serikat Jesus, yang perlu dicontoh semangatnya. Santo Ignatius yang pada awalnya merupakan prajurit menghadapi tantangan hidup ketika bom kanon mengenai salah satu kakinya dan membuatnya pincang. Setelah mengalami semua itu, Santo Ignatius mendapat panggilan untuk bertobat. Saat hendak berdoa di sebuah gua Maria, ia menanggalkan pedang dan mantel yang merupakan simbol jiwa prajurit dan pangkatnya. Beberapa waktu setelah itu, Santo Ignatius sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan dengan membentuk Serikat Jesus. Pater Benny mengajak umat dan para Jesuit untuk memperhatikan kesanggupan Santo Ignatius dalam melepaskan segala kepunyaannya, keinginan, dan cita-citanya demi mempersembahkan diri kepada Tuhan. Pater Benny mengingatkan bahwa pada akhirnya, setiap manusia akan mempersembahkan diri kepada Tuhan dengan cara yang berbeda-beda. Kesulitan atau tantangan yang akan kita alami dalam upaya tersebut merupakan hal wajar seperti yang terjadi pada Santo Ignatius Loyola. “Pada akhirnya, kita diminta menyerahkan kemerdekaan kita untuk mempersembahkan diri kepada Tuhan,” ujar Pater Benny. Di akhir Perayaan Ekaristi, Pater Hendra sebagai perwakilan kaules, mengucapkan syukur dan terima kasih kepada keluarga yang telah mendukung perjalanan mereka, komunitas Jesuit tempat mereka melayani, umat, tokoh-tokoh lintas agama, panitia Kaul Akhir Serikat Jesus, dan petugas liturgi yang bertugas selama Perayaan Ekaristi. Pater Hendra memaknai penerimaan Kaul Akhir sebagai keyakinan Serikat Jesus kepada Jesuit untuk hidup seterusnya dalam serikat demi pengabdian dan kemuliaan Allah yang lebih besar. Ia juga memohon doa dan dukungan para seluruh umat yang hadir supaya mereka dapat sungguh-sungguh setia untuk mengemban tugas dalam Serikat Jesus. Kontributor: Agatha Nuansa Natnesia Daniswara – Bongsari