Judul di atas dilontarkan kepada para partisipan Cafe Puna oleh moderator, Fr. Aman Aslam, seorang skolastik Jesuit dari Pakistan yang sedang studi filsafat di STF Driyarkara Jakarta. Judul itu tidak bermaksud mengajak partisipan untuk memilih salah satu dari keduanya. Pertanyaan tersebut mengantar para partisipan untuk masuk ke dalam topik bahasan Cafe Puna kali ini yang dibawakan oleh Fr. Yohanes Krisostomus Septian Kurniawan sebagai pemateri dan Diakon Antonius Siwi Dharmajati sebagai penanggap. Cafe Puna kali ini bertajuk Tegangan antara Doa dan Karya: Mana yang (lebih) baik?
Setelah Sekian Lama Daring
Untuk pertama kalinya, Cafe Puna diadakan secara luring lagi pada Kamis, 17 November 2022. Selain diadakan secara luring, juga dibuka Zoom bagi para partisipan daring. Ada sekitar 60 orang yang hadir secara luring dan ada sekitar 40 orang yang hadir secara daring. Cafe Puna yang diadakan satu kali dalam satu semester perkuliahan ini, dihadiri oleh beragam kalangan mulai dari umat lingkungan sekitar Paroki St. Bonaventura Pulomas Jakarta, beberapa teman MAGIS Jakarta, PERSINK KAJ, KMK KAJ, dan kerabat-kerabat Komunitas Skolastikat Unit Pulo Nangka.
Cafe Puna diadakan sebagai forum untuk menimba bersama warisan rohani St. Ignatius yang tetap relevan hingga sekarang. Dalam sambutannya, P Guido Chrisna Hidayat menyampaikan bahwa Cafe Puna yang sudah dimulai sejak sekitar 10 tahun yang lalu menjadi kesempatan yang ditunggu-tunggu untuk belajar bersama mengenai Spiritualitas Ignatian. Cafe Puna ada untuk menyapa semakin banyak orang dan belajar bersama, bukan sekadar memaparkan materi saja.
Manusia dalam Tegangan
Topik mengenai “manusia dalam tegangan” merupakan pokok pemaparan Fr. Septian. Ia mengantar para partisipan dengan menyampaikan konteks masyarakat masa kini yang mengalami berbagai distraksi, seperti perfeksionisme, egoisme, serta kecanduan pada media dan internet. Beranjak dari konteks itu, Fr. Septian dengan sangat apik membagikan refleksi sekaligus pengalamannya dalam menghidupi tegangan doa dan karya ini. Pengalaman dan refleksinya juga merupakan cerminan beberapa kisah Ignatius mengalami tegangan, seperti saat Ignatius studi di Barcelona. Selain pilihan materi yang menarik, banyak partisipan tersapa dengan sense of humor yang Fr. Septian bawakan dalam menyampaikan materi.
Selain itu, Diakon Siwi menggarisbawahi tiga pokok dalam kaitannya dengan pemaparan Fr. Septian. Pertama, pertanyaan tajuk Cafe Puna lebih bermaksud untuk memprovokasi para partisipan. Sebenarnya, keduanya, doa dan karya itu sama-sama baik. Kedua, doa dan karya itu harus dilakukan secara bersamaan seperti apa yang disebut sebagai simul contemplativus in actione. Karya tidak menggantikan doa dan doa tidak menggantikan karya. Keduanya diberi porsi yang seimbang. Ketiga, Diakon Siwi juga menyampaikan bahwa eksamen adalah satu dari sekian cara doa yang dapat membantu seseorang menemukan Tuhan dalam segala. Diakon Siwi menekankan bahwa status manusia adalah manusia dalam tegangan.
Berlatih Eksamen Bersama
Tidak hanya berhenti dalam pemaparan dan tanya jawab, pada akhir presentasi, semua partisipan berlatih eksamen bersama. Sekitar 10 menit, Fr. Septian memfasilitasi latihan eksamen ini untuk para partisipan yang hadir. Secara serempak, para partisipan dengan serius mempraktikkan eksamen ini. Selain itu, Cafe Puna ini diakhiri dengan ramah tamah di salah satu ruang di Unit Skolastikat Pulo Nangka. Akhir kata, semoga Cafe Puna dapat menjadi forum untuk menimba bersama spiritualitas Ignatian.
Kontributor: Frater A.A. Ferry Setiawan, S.J.