Pilgrims of Christ’s Mission

PT Kanisius

Pelayanan Masyarakat

Satu Jam Bersama Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J.

Sekian waktu setelah kami menerbitkan buku Berjalan Bersama Ignatius yang berisi percakapan Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. dengan jurnalis Dario Menor, kami mendapatkan kesempatan untuk berjumpa langsung dengan Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J. pada 25 Oktober 2024, di sela kepadatan agenda beliau dalam Sinode para uskup di Roma. Sungguh ini merupakan momen yang sangat berharga. Bersama Pater Jose Cecilio Magadia, S.J., asisten regional untuk Asia Pasifik dan Pater Leo Agung Sardi, S.J., pembimbing rohani di Collegio Internazionale del Gesù, kami menikmati perbincangan intens dengan Pater Jenderal tidak kurang dari satu jam di Curia Generalizia, Borgo Santo Spirito 4, Roma.   Isi perbincangan itu sungguh mengesankan, meneguhkan, dan sekaligus menggerakkan. Oleh karena itu, kami ingin membagikannya melalui tulisan ini. Berikut tiga hal penting yang disampaikan Pater Jenderal dalam perbincangan tersebut.   Perutusan Bersama atau Shared mission (la mission compartida) Sebagaimana yang dipaparkan dalam buku Berjalan Bersama Ignatius, Pater Jenderal menjelaskan secara menakjubkan tentang makna Perutusan Bersama. Dalam konteks perbincangan kami, hal ini merujuk secara khusus pada “perutusan bersama para Jesuit dan awam”. Topik ini juga terasa sangat relevan dengan perhatian kami, para awam yang bekerja di lembaga karya milik Serikat Jesus.   Pater Jenderal mengungkapkan bahwa makna “Perutusan Bersama” bukanlah semata-mata membagikan misi Serikat Jesus ke seluruh anggota institusi, atau dapat dicontohkan misalnya dalam bentuk kegiatan sharing misi yang kerap dilakukan antarlembaga karya. Lebih dari itu. Perutusan Bersama berarti para Jesuit dan awam bersama-sama menyadari dan menyediakan diri sebagai instrumen (alat) Allah dalam menjalankan misi-Nya di dunia, yaitu membawa kabar sukacita. Perutusan ini bukan hanya milik Jesuit tetapi untuk Gereja dan seluruh umat Allah yang menjalankan misi Yesus di dunia.   Bagi kami yang selama ini kerap merasa diri sebagai pekerja profesional di lembaga karya milik Serikat Jesus, ungkapan Pater Jenderal terasa menyentak. “Sekadar menyumbangkan kemampuan profesional” dalam dinamika manajemen perusahaan saja tidaklah cukup. Lebih dari itu. Semua anggota karya Serikat sangat perlu mengambil bagian dalam makna karya, identitas khas, dan sumber inspirasi Serikat Jesus. Dengan bekerja di lembaga karya Serikat Jesus, setiap orang tidak boleh hanya menjadi outsider atau bersikap apatis, tetapi mesti menjadi pribadi yang proaktif untuk berjalan bersama sebagai “sahabat-sahabat dalam perutusan”, menjadi saksi keselamatan (companeros en la mission) di dunia melalui pekerjaan sehari-hari.   Kolaborasi (Jesuit-awam) Konsekuensi dari kesadaran akan “Perutusan Bersama” ini adalah terjalinnya kolaborasi antara Jesuit dan para awam di sekelilingnya. Kolaborasi bukanlah sekadar bekerja sama (co-working), melainkan sungguh menyediakan diri bekerja bersama orang lain. Tidak cukup sekadar memiliki banyak kolaborator, namun yang lebih penting adalah adanya keterbukaan, kualitas, kedalaman, dan ketulusan dalam proses bekerja bersama dengan orang lain.   Bagi para Jesuit, kehadiran rekan kerja awam bisa menjadi semacam “vaksin” penangkal klerikalisme atau feodalisme. Bagi para awam, kehadiran Jesuit menjadi semacam “kompas” penunjuk arah dan tujuan. Kedua belah pihak perlu terus berjuang untuk makin terbuka terhadap perbedaan perspektif satu sama lain. Di antara para Jesuit sendiri, perlu terus didorong hasrat untuk berjuang dalam dinamika berbagi misi perutusan dengan rekan kerja awam.   Berjalan Bersama Orang Muda Bagi kami yang menggumuli pergaulan dengan para karyawan muda dari generasi Y dan Z, salah satu tantangan yang tidak mudah adalah mengenalkan mereka pada Spiritualitas Ignatian yang menjadi roh institusi. Dihadapkan pada orientasi sebagian besar karyawan muda yang cenderung lebih tertarik pada hal-hal sekular dan profesional, terkadang Spiritualitas Ignatian terasa “tak begitu menarik” dalam memotivasi kerja mereka. Menanggapi hal ini, Pater Jenderal menegaskan bahwa dalam situasi apapun, terutama yang sangat menantang, tetaplah perlu konsisten menjalankan proses formasi Ignatian. Spiritualitas Ignasian adalah cara untuk menunjukkan jalan menuju Allah. Cara ini tidak perlu dipaksakan kepada orang lain, namun sangat perlu terus menerus ditawarkan dan dikenalkan kepada banyak orang, termasuk kaum muda.   Pater Jenderal mencontohkan, bahwa di semua lembaga pendidikan milik Serikat Jesus, para murid sejak dini dikenalkan pada dasar-dasar Latihan Rohani, seperti examen, refleksi, dan percakapan rohani. Dalam konteks Perusahaan, contoh ini meneguhkan kami agar sejak dini terus mengenalkan para karyawan baru pada dasar-dasar Latihan Rohani. Ungkapan Pater Jenderal menjadi semacam penegasan bagi kami, untuk memperhatikan detail proses dan dinamika formasi Ignatian bagi para karyawan, sejak pertama kali mereka bergabung.   Perjumpaan mengesan ini diakhiri dengan makan malam bersama para anggota kuria generalat. Bersyukur kami bukan hanya dikenyangkan secara jasmani oleh makanan yang sehat, namun lebih-lebih secara rohani oleh pesan-pesan yang disampaikan Pater Jenderal. Malam itu kami pulang dengan membawa konsolasi mendalam.   Kontributor: Mg. Sulistyorini dan Peter Satriyo Sinubyo – PT Kanisius

Pelayanan Masyarakat

Membawa Kabar Suka Cita di Panggung Literasi

Partisipasi PT Kanisius di Frankfurt Book Fair Perbincangan kecil bersama Pater Stefan Kieschle, S.J., saat sarapan di refter Ignatiushaus, Frankfurt am Main, Elsheimer Straße 9, mengawali dinamika PT Kanisius di Frankfurt Book Fair pada Oktober lalu. Dalam perbincangan itu, Pater Kieschle, S.J., delegatus Spiritualitas Ignatian dan pemimpin redaksi majalah budaya “Stimmen der Zeit,” menceritakan tantangan sekularisme di Gereja Eropa. Saat ini hampir tidak ada lagi kaum muda yang berminat datang ke Gereja. Ekaristi mingguan hanya dihadiri oleh segelintir generasi senior saja. Menanggapi situasi ini, Pater Kieschle, S.J. yang sebelumnya pernah menjabat Provinsial Provinsi Jerman, memilih tetap konsisten memberikan kesaksian perwujudan iman di tengah arus sekularisme. “Yang penting adalah terus melakukan kebaikan Injili,” itulah pilihan tindakan yang diambil bersama oleh komunitas Jesuit di Ignatiushaus. Kalimat ini selanjutnya kami temukan maknanya secara lebih nyata dalam tugas kami sebagai exhibitor di Frankfurt Book Fair 2024.   PT Kanisius hadir ketujuh kalinya di ajang perbukuan internasional tertua di dunia ini sejak Indonesia terpilih menjadi Guest of Honour (GoH) pada 2015. Sejak saat itu, PT Kanisius dikenal sebagai “Penerbit Katolik Indonesia” yang aktif karena setiap tahun hadir berpartisipasi sebagai co-exhibitor pemerintah Indonesia. Momen 2015 menjadi awal keterlibatan PT Kanisius, satu-satunya penerbit Katolik sekaligus satu-satunya yang berasal dari daerah, sebagai rekan kerja Pemerintah Indonesia di forum Frankfurt Book Fair.   Bersyukur bahwa pada tahun 2015 PT Kanisius lolos kurasi sebagai co-exhibitor dalam menampilkan potret budaya literasi Indonesia. Seperti dikatakan Presiden Frankfurt Book Fair, Juergen Boos, perhelatan ini merupakan kesempatan untuk memperkenalkan kekayaan dan keragaman budaya dari berbagai wilayah di belahan dunia yang berbeda. Forum ini menjadi ajang ekspresi untuk memperkenalkan identitas budaya suatu bangsa. Buku dengan beragam konten yang baik, merupakan salah satu unsur penting pembentuk budaya dan peradaban. Kanisius yang telah bergumul sebagai pelaku perbukuan lebih dari satu abad, memang seharusnya memberikan kontribusi yang tampak dalam performa bangsa Indonesia di ajang perbukuan internasional ini. Di era disruptif seperti saat ini, industri buku terasa lesu. Situasi ini sempat membuat kami ragu, akankah terus menyediakan diri berkontribusi menghadirkan wajah Indonesia dengan literatur kekatolikan yang kami hasilkan di forum internasional Frankfurt Book Fair? Tahun ini, entah bagaimana, Indonesia tampak sedang enggan untuk konsisten menghadirkan diri sebagai negara berbudaya literasi. Beberapa teman sesama pelaku perbukuan di Jakarta memperbincangkan kecenderungan pemerintah untuk lebih memperhatikan bidang-bidang usaha kreatif yang lebih cepat memberikan income dan peluang investasi, seperti kuliner atau kerajinan. Buku dengan segala kegiatan literasinya, sekalipun disadari memiliki kekuatan intelektualitas penopang budaya, memang harus diakui lambat memberikan keuntungan ekonomis. Fenomena ini menempatkan para pelaku perbukuan di persimpangan jalan, berada dalam tegangan antara peran idealis dan tuntutan ekonomis yang tak mudah dipertemukan.     Dalam sebuah perjumpaan sebelum keberangkatan ke Frankfurt, Pater Leo Agung Sardi, S.J. sempat menyatakan, “Tindakan baik itu meskipun terus dilakukan, tidak tampak menghasilkan banyak. Tapi jika tidak dilakukan, akan terasa banyak kurangnya.” Ungkapan itu dikemukakan menanggapi kegalauan tim manajemen PT Kanisius menghadapi tantangan sedemikian cepatnya perubahan hingga berdampak pada kecenderungan serba instan. Ungkapan Pater Leo Agung Sardi, S.J. itu sejalan dengan Pater Stefan Kieschle, S.J. di awal tulisan ini, yaitu mengajak untuk tetap konsisten memberikan kesaksian iman di tengah arus zaman. Perjalanan mengikuti Frankfurt Book Fair 2024 kali ini terasa berbeda. Bukan karena besarnya prospek ekonomi dari bisnis buku yang kami lihat, melainkan karena kedalaman makna kehadiran kami, PT Kanisius dengan kekhasan Katoliknya di tengah percaturan literasi dunia. Perbincangan kecil dengan Pater Kieschle SJ di awal kedatangan di Frankfurt, serta ungkapan Romo Leo Agung Sardi, S.J. sebelum keberangkatan ke Frankfurt, terasa seperti percakapan rohani yang membekali kami untuk menyelami Frankfurt Book Fair kali ini bukan semata-mata sebagai perjalanan dinas, namun juga perjalanan rohani yang menegaskan perutusan kami.   Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun 2024, Pemerintah Indonesia tidak lagi menyediakan sponsor bagi pelaku perbukuan untuk menghadirkan eksistensi literasi Indonesia di Frankfurt Book Fair. Namun secara tak terduga, hadir “teman-teman seperjalanan,” sesama pejuang di medan frontier dunia perbukuan, yang rela bahu-membahu berbagi beban untuk dapat tetap hadir bersama di percaturan buku internasional ini. Kami yakin, kehadiran kami tetap diperlukan untuk menghidupi semangat literasi di Indonesia. Jika pada masa pra-awal kemerdekaan, Kanisius mengambil bagian dalam perjuangan eksistensi bangsa Indonesia melalui pencetakan majalah pergerakan dan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia), maka saat ini PT Kanisius tetap ambil bagian dalam eksistensi bangsa Indonesia di kancah budaya literasi dunia. Kehadiran di Frankfurt Book Fair menjadi bentuk perwujudan iman dalam perutusan PT Kanisius yang khas, membawa kabar sukacita di panggung literasi, menyuarakan kemendalaman di antara tebaran isu-isu ekonomi, politik, dan gaya hidup.   Bagi PT Kanisius, persimpangan jalan di bisnis perbukuan menjadi momen diskresi mendengarkan suara Tuhan tentang arah yang harus dituju, dalam semangat Kesetiaan Kreatif. Seiring laju zaman, PT Kanisius menghadapi tantangan untuk tetap setia pada jati dirinya, kreatif membuat terobosan yang relevan, dan mempersembahkan karyanya sebagai buah perutusan.   Kontributor: Mg Sulistyorini dan Peter Satriyo Sinubyo – PT Kanisius

Pelayanan Masyarakat

Kolaborasi Merentang Inspirasi

Perayaan Ulang Tahun ke-102 Penerbit-Percetakan Kanisius dan ke-10 PT Kanisius Bagi insan Kanisius (sebutan untuk karyawan Penerbit-Percetakan Kanisius Yogyakarta) bulan Januari merupakan bulan penuh berkah dan full senyum sukacita. Bagaimana tidak full senyum, bulan Januari adalah momen perayaan ulang tahun Penerbit-Percetakan Kanisius, yang tahun 2024 ini jatuh pada hari Jumat, 26 Januari. Ada beragam rangkaian kegiatan yang telah disiapkan oleh panitia untuk memeriahkan ulang tahun. Tahun ini Penerbit-Percetakan Kanisius genap memasuki usia ke-102. Tentu sebagai salah satu karya Serikat Jesus Provinsi Indonesia ini menjadi salah satu rahmat yang mesti disyukuri, di tengah-tengah ketidakpastian ‘bisnis’ dunia perbukuan dan percetakan, Kanisius masih tetap terus menggulirkan langkah-langkah berkolaborasi dengan banyak pihak. Syukur−Rendah Hati−Murah Hati Ada beberapa acara rutin yang pasti selalu dilaksanakan menjelang puncak acara, tahun ini ada dua acara rutin yang menarik perhatian insan Kanisius. Acara malam refleksi dan apresiasi menjadi acara pertama yang menarik untuk diikuti. Ditemani Pater P. Sunu Hardiyanto, SJ, seluruh insan Kanisius diajak untuk melihat kembali dinamika hidup−baik itu di tempat kerja maupun di tengah keluarga−selama hidup. Ada tiga kata kunci yang diajarkan oleh Pater Sunu untuk berani mensyukuri. Tujuan refleksi karya adalah untuk bersyukur, menghidupi, dan makin membangun semangat kolaboratif. Insan Kanisius diajak untuk bersyukur bahwa dipanggil untuk terlibat dalam pelayanan melalui PT Kanisius. Di tengah situasi yang serba tidak menentu ini, mencari lapangan pekerjaan tentu bukan hal yang mudah. Apalagi persaingan di dunia bisnis yang jauh di luar prediksi. Insan Kanisius diajak untuk kembali mengingat tujuan dari bekerja dan mensyukuri rahmat Allah, bahwa boleh menikmati bekerja di Kanisius. Para peserta juga diajak untuk mensyukuri karya-karya di Kanisius sebagai salah satu bentuk menghidupi kolaborator Missio Dei. Secara lebih konkret, insan Kanisius diajak oleh Pater Sunu untuk menghidupi hidup yang menginspirasi. Bahwa masing-masing insan Kanisius memiliki pengalaman-pengalaman hidup yang beragam, ada saat di atas, ada saat di bawah. Justru dari keberagaman pengalaman itulah insan Kanisius diajak untuk makin menghidupi hidup yang inspiratif. Kata kunci yang dibawa para peserta yang diajarkan oleh Pater Sunu adalah: memiliki rasa syukur, kalau kita mampu bersyukur, kita akan menjadi pribadi yang makin rendah hati. Kalau kita mampu menjadi pribadi yang rendah hati, kita akan makin murah hati. Kolaborasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ko.la.bo.ra.si n (perbuatan) kerja sama n (perbuatan) kerja sama untuk membuat sesuatu. Tindakan kolaborasi ini tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak saja. Tindakan kolaboratif ini harus dilakukan bersama-sama oleh segenap pihak untuk mewujudkan hidup yang saling menginspirasi. Kolaborasi bisa dilakukan secara internal, saling bersinergi antar bagian di satu tempat kerja. Juga dilakukan secara eksternal, bekerja sama dengan pihak di luar tempat kerja, demi visi yang sama. “Diskresi, bekerja sama, dan bekerja dengan membangun jaringan merupakan tiga perspektif penting bagi cara bertindak kita pada masa kini. Karena Serikat merupakan “suatu tubuh internasional dan multikultural,” berada di dunia yang kompleks, “terpecah dan terpisah-pisah” (KJ 35). Kutipan dari KJ 35 ini rasa-rasanya tetap aktual untuk dilakukan dan diwujudkan, bahkan di tengah dunia yang kompleks saat ini. Proses berkolaborasi tidak datang begitu saja, namun melalui lika-liku perjalanan panjang dan penuh risiko. Untuk berkolaborasi dibutuhkan diskresi, kerja sama, dan jaringan untuk bertindak sesuai visi. Merentang Inspirasi Di usia yang sudah lebih dari 100 tahun ini, PT Kanisius terus-menerus ingin berbagi inspirasi bagi makin banyak orang. Kata merentang dipilih untuk menggambarkan keseriusan untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lain yang memiliki visi yang sama. Inspirasi terus kami gaungkan untuk memberikan sumbangan yang nyata bagi bangsa dan negara, seturut spirit para pendiri kami. Inspirasi akan makin bergaung jika kita berani membangun jejaring. Jejaring membantu memunculkan gagasan-gagasan baru, menjadikan seorang pemimpin makin kreatif dan makin mampu bekerja sama, dengan demikian pekerjaan serta tugas-tugas bisa dilaksanakan secara lebih efektif. Jejaring ini diarahkan untuk mencapai tujuan, tidak demi jejaring itu sendiri, maka diperlukan penegasan rohani. Kontributor: Paulus Widiantoro – PT Kanisius

Pelayanan Masyarakat

Kunjungan para Uskup ke Taman Komunikasi

Menjelang momen penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa kepada Kardinal Miguel Angel Ayuso, M.C.C.J oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Minggu, 12 Februari 2023 lalu, para Uskup menyempatkan berkunjung ke Taman Komunikasi Kanisius. Empat Uskup yang hadir dalam kunjungan tersebut adalah Mgr. Boddeng Timang dari Keuskupan Banjarmasin, Mgr. Aloysius Sudarso dari Keuskupan Agung Palembang, Mgr. Agustinus Agus dari Keuskupan Agung Pontianak, dan Mgr. Vitus Rubianto dari Keuskupan Padang didampingi para Romo Kuria Keuskupan Agung Semarang dan Vikep Yogyakarta area Timur, Romo Adrianus Maradiyo, Pr. Kunjungan bersuasana informal ini menghasilkan perjumpaan yang akrab dan mengesankan, terutama karena para Uskup melebur dalam perbincangan mengenai perjalanan karya dalam konteks sinodalitas Gereja. Dalam sambutannya, Romo Maradiyo menyampaikan apresiasi atas kontribusi PT Kanisius dalam perjalanan sejarah Gereja dan dunia pendidikan melalui produk-produk yang dihasilkan. Salah satu produk terbitan yang sedang berproses dalam kerja sama dengan Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang adalah buku Wastu Pana yaitu buku referensi pendampingan kaum muda. Sebagai anggota Tribunal (Hakim Gereja) KAS, Romo Maradiyo juga mengapresiasi kontribusi PT Kanisius dalam penyediaan sarana reksa pastoral, khususnya dalam proses penyiapan hidup perkawinan. Untuk membantu mencermati hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam penyelidikan kanonik, telah dilakukan pula proses revisi terhadap Lembar Penyelidikan Kanonik yang dilengkapi dengan formulir pendukungnya. Dengan revisi ini, diharapkan romo-romo paroki dapat melaksanakan reksa pastoral penyiapan hidup berkeluarga dengan lebih baik. Kontribusi konkret PT Kanisius dalam hal ini adalah menerbitkan lembar Penyelidikan Kanonik versi revisi yang mengakomodir penyesuaian yang diperlukan. Direksi PT Kanisius, Pater E. Azismardopo Subroto, S.J. dan Ibu Margaretha Sulistyorini pada kesempatan tersebut juga menyampaikan kesiapsediaan PT Kanisius untuk berkolaborasi dengan keuskupan-keuskupan dalam tugas perutusan mewartakan Kabar Gembira. Di usianya yang lebih dari seabad, Kanisius menyadari perlunya lahir baru, menjadi muda tanpa mengubah jati diri kelembagaan. Dalam kelahiran barunya sebagai PT Kanisius, telah banyak Insan Muda Kanisius yang menyumbangkan aspirasinya, hingga mewujudkan perubahan wajah Kanisius, yang direpresentasikan oleh keberadaan Gedung Taman Komunikasi atau Takom yang baru. Tempat ini diharapkan menjadi taman bagi semua orang untuk berkomunikasi, membuka diri, menyingkirkan sekat, bertukar gagasan, saling menginspirasi, sehingga makin banyak menghasilkan karya-karya kreatif bagi kehidupan bersama yang lebih baik. Acara kunjungan dipuncaki dengan santap malam bersama menikmati menu Takom Café & Resto. Terima kasih untuk kehangatan dan keakraban yang tercipta dari momen kunjungan ini. Kontributor : Christin Natalia Puspitaningrum – PT Kanisius