Identitas diri baik sebagai tanda pengenal maupun dalam arti substansial seperti: kemampuan, bakat, karakter dan pola pikir adalah sebuah peziarahan penemuan hari demi hari. Hal ini saya maknai dalam formasi diri, penemuan identitas. Pengertian ini bisa jadi mengena bagi yang yakin bahwa setiap pengalaman adalah guru yang mengajarkan banyak hal. Saya pun diajak untuk terus menemukan pelajaran berharga dalam setiap pengalaman positif maupun negatif. Salah satu pengalaman positif yang berdampak bagi saya sebagai calon religius sekaligus guru dalam Ordo Scholarum Piarum (Skolapios) adalah menjadi relawan SPM Realino di Jombor.
Sebelumnya, antara September-Oktober 2021, tidak ingat persisnya, saya beberapa kali ikut kegiatan SPM Realino di Jombor. Akan tetapi karena kesibukan studi dan kuliah, saya tidak melanjutkannya. Di semester berikutnya, setiap Kamis pukul 14.00-16.00 WIB saya bergiat bersama para relawan SPM Realino di Jombor. Saya menikmati setiap dinamikanya dan bersyukur atas pengalaman ini.
Kegiatan di Jombor yang saya ikuti adalah pendampingan anak-anak. Dengan kreativitas relawan, anak-anak didampingi melalui tema-tema yang menarik dan bermanfaat bagi mereka. Menurut pengamatan saya selama beberapa pertemuan (September-November 2022), kegiatan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan psikis (mental) maupun kognisi anak-anak dampingan.
Dalam perjalanan, saya seringkali merasa kesulitan untuk membagi waktu sebagai mahasiswa sekaligus anggota komunitas Skolapios. Mungkin kesulitan untuk membagi waktu juga dirasakan oleh teman-teman relawan lain, apalagi kegiatan ini tidak berhubungan dengan kampus. Akan tetapi toh para relawan selalu berusaha meluangkan waktu bagi anak-anak di Jombor. Inilah tanda kasih dan perhatian para relawan yang mau berbagi meski ada keterbatasan. Meskipun sibuk dengan urusan kuliah dan komunitas, selalu saja ada hal baru yang saya peroleh dalam setiap perjumpaan. Dalam senyum yang senantiasa mereka berikan, saya merefleksikan waktu yang dilalui tidak sia-sia. Saya justru memperoleh lebih banyak dari yang mampu saya berikan.
Dalam beberapa kesempatan saya dipercaya mengisi beberapa pertemuan dan mengajar anak-anak SMP. Dalam proses ini ternyata saya tidak hanya memberi apa yang saya punya tetapi juga menerima apa yang anak-anak punya. Saya juga belajar untuk bersikap santun dan rendah hati. Hal-hal kecil itu jadi pelajaran besar bagi saya. Saya menikmati setiap momen berbagi dalam semangat St. Yosef Calasanz (1557-1648, Pendiri Ordo Scholarum Piarum/ Skolapios). Melalui kegiatan di SPM Realino, saya dibantu untuk lebih mengenal secara mendalam semangat Sang Pendiri: menjadi agen transformasi sosial lewat pendidikan anak-anak dan remaja miskin.
Saya belajar untuk menjadi manusia utuh. Walaupun tidak lepas dari kekurangan saya tetap mengupayakan sesuatu yang baik bagi orang-orang di sekitar saya sebagai calon religius Skolapios. Kerelaan memberi adalah pembelajaran paling penting yang saya peroleh. Tidak peduli seberapa banyak yang saya punya, toh dari yang terbatas ini saya masih diperkenankan untuk berbagi. Mengajar anak-anak di Jombor membantu saya untuk melihat lebih jelas identitas masa depan saya. Saya menjadi mengerti dengan lebih baik pengalaman para Skolapios dalam karya misi. Mereka banyak mengajar. Mengajar tidak hanya sebatas mengandung fungsi predikat aktif tetapi juga pasif (kerendahan hati dan keterbukaan belajar). Bukan hanya tentang memberi tetapi juga menerima.
Saya belajar banyak dari anak-anak. Jombor. Pertama, kesederhanaan. Mereka datang apa adanya. Tanpa peduli situasi apa yang sedang melanda kebanyakan anak di usia mereka yang sibuk dengan trend-trend medsos, mereka justru tampil apa adanya. Hal tersebut menyadarkan saya melihat lebih jelas kecenderungan diri yang sering hanyut dalam arus trend yang mendistraksi. Kedua, ketaatan. Ketaatan adalah salah satu pilar penting bagi saya. Anak-anak di Jombor memberi saya satu model ketaatan. Ini bukanlah model ketaatan buta. Mereka tahu ada yang baik dan berguna bagi mereka jika dengan rela hati mengikuti arahan relawan SPM Realino. Mereka (anak-anak) mengajarkan saya, segala keputusan dari formator dan pendamping komunitas bukanlah sekadar legitimasi otoritas seperti yang saya pahami. Arahan baik jika ditaati dan dilaksanakan maka akan berdampak positif. Ketiga, kerjasama. Hal ini tergambar dalam banyak aktivitas bersama anak-anak di sana. Mulai dari permainan pembuka kegiatan hingga cara-cara belajar kreatif yang mengkondisikan mereka bekerja sama. Dalam refleksi hidup berkomunitas, saya belajar bahwa berjalan sendiri pasti tidak berhasil. Komunitas memuat bentuk model hidup kolaboratif antar anggota dengan tujuan mewujudkan bonum communae.
Jika saya punya kesempatan lagi, dengan senang hati saya akan terus belajar dari dan bersama adik-adik di Jombor.
Kontributor: Christiano Kutun Making – Volunteer SPM Realino