Retret Siswa-siswi Kelas XII Kolese Gonzaga
Pada 10-13 Januari 2023, SMA Kolese Gonzaga mengadakan kegiatan Retret bagi siswa-siswi kelas XII. Mereka terbagi dalam 9 kelompok retret di rumah retret yang berbeda-beda. Ada sepuluh Jesuit yang mendampingi retret ini. Melalui kegiatan retret, siswa-siswi kelas XII SMA Kolese Gonzaga diundang untuk membersihkan “kacamata” yang kotor dan sering mengaburkan kehadiran Allah bagi mereka. Dengan kegiatan retret, harapannya, para siswa SMA Kolese Gonzaga dapat merangkum dinamika perjalanan yang telah mereka jalani selama tiga tahun di Gonzaga.
Secara khusus dalam retret ini, pesertanya adalah Gonzaga Angkatan 34. Mereka adalah siswa-siswi yang terdampak langsung pandemi Covid-19. Mereka adalah angkatan yang memasuki masa SMA di awal pandemi dan merasakan pembelajaran daring dalam kurun waktu yang relatif lama. Situasi ini membuat mereka tidak bisa mengalami beberapa kegiatan rutin Gonzaga, seperti Jambore, Live In, Studi Ekskursi dan beberapa kegiatan lainnya. Syukur bahwa mereka bisa mengalami kegiatan retret yang merupakan kegiatan terakhir sebelum secara intensif mempersiapkan ujian. Dengan retret ini, angkatan 34 diundang untuk mempertimbangkan dan memperkuat keputusan atas perjalanan hidup yang hendak mereka tempuh serta menyerahkan seluruh keputusan, rencana, dan usahanya kepada Tuhan.
Selain itu, retret juga menjadi kesempatan bagi kelas XII untuk memperkuat soliditas, baik sebagai komunitas kelas maupun sebagai komunitas angkatan. Alih-alih demi sebuah kehangatan afektif saja, soliditas sebagai bagian dari sebuah komunitas angkatan ini diharapkan menjadi modal bagi mereka untuk menjalani tahun-tahun terakhir di Gonzaga, termasuk dengan segala dinamika ujian yang ada di dalamnya.
Dinamika Retret
Retret kali ini secara khusus dilaksanakan sembari mengakomodasi kegiatan-kegiatan formasi yang terlewat sehingga retret kali ini menjadi lebih menantang dan berbau outbound. Dalam retret ini para siswa diajak untuk mengasah sisi Competence, Conscience, Compassion mereka dengan melakukan refleksi, mengendapkan berbagai pengalaman hidup terutama selama ia menjadi siswa-siswi Kolese Gonzaga. Dengan demikian mereka terbantu untuk dapat menentukan pilihan panggilan hidup dan mempersiapkan masa depan setelah lulus dari Kolese Gonzaga.
Siswa-siswi juga diharapkan semakin memahami tugas perutusan dan peranannya di masyarakat sebagai manusia yang berhati nurani dan berbela rasa sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terlibat dalam keprihatinan dunia dan alam semesta. Mereka juga diharapkan dapat merumuskan, membuat, dan mengusahakan pembaruan hidup (renovatio vitae) sebagai usah menyetiai, memanfaatkan, dan mengembangkan apa yang sudah dipilih sebagai panggilan hidupnya demi kemuliaan nama Allah, bagi sesama, alam ciptaan, dan dirinya (Commitment).
Surat: Coretan Cinta Penuh Makna
Dalam kegiatan retret ini, sekolah mengajak orang tua siswa untuk berkolaborasi dengan cara menuliskan surat yang ditujukan bagi putra-putrinya. Para orang tua sangat antusias dalam menulis surat ini sebagai bentuk perhatian, kasih sayang, dan dukungan untuk anak-anak mereka. Surat dari orang tua ini kemudian diserahkan kepada para peserta retret sebagai suatu kejutan. Tidak mengherankan jika para siswa terkejut ketika menerima surat tersebut. Siswa-siswi diberi waktu khusus untuk membaca surat dari orang tuanya. Aneka respon dan ekspresi saat membaca surat tersebut tersirat dari diri mereka. Tidak sedikit dari mereka yang mengungkapkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh orang tua mereka. Ternyata surat-surat ini juga membangkitkan kenangan peristiwa-peristiwa spesial dalam hidup mereka bersama keluarga. Sebagai tanggapan atas surat tersebut, para siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan secara langsung rasa cinta kepada orang tuanya melalui surat balasan.
Berlibur Bersama Tuhan
Dinamika retret di setiap kelas diselenggarakan dengan format yang berbeda-beda. Secara umum, kegiatan indoor yang diselenggarakan di setiap lokasi hampir sama, seperti Perayaan Ekaristi, Ibadat, pemberian materi, diskusi pleno, dan sharing. Namun demikian, kekhasan di setiap kelompok retret ada dalam dinamika kegiatan outdoornya. Ada kelompok yang menjadikan tracking menuju ke curug sebagai salah satu bagian dalam dinamika retret. Ada kelompok yang memilih berjalan kaki dari Bandungan ke Gua Maria Kerep sebagai salah satu bentuk doa. Ada pula kelompok yang memilih merawat keberakaran imannya dengan mengunjungi Museum Misi di Muntilan dan berziarah ke Gua Maria Sendangsono. Singkat kata, apapun bentuk kegiatannya, sejatinya para siswa diajak untuk mengalami pengalaman liburan bersama Tuhan. Mereka diajak untuk menemukan Tuhan dengan cara yang mungkin sama sekali baru bagi mereka.
Dari sekian banyak kegiatan luar ruangan (outdoor) yang dilakukan, ada salah satu bentuk kegiatan yang secara unik dialami para siswa, yaitu diutus menjalani peregrinasi. Siswa-siswi diutus berdua-dua untuk berjalan ke suatu tempat yang sudah ditentukan. Mereka diberi modal dua botol air mineral dan uang tunai Rp 5000,00. Mereka wajib meninggalkan rumah retret pada pukul 09.00 WIB dan kembali ke rumah retret, paling cepat pukul 16.00 WIB. Konsekuensinya, para siswa harus mencari kerja di sekitar daerah Bandungan demi mendapatkan makan siang. Ada berbagai cerita yang muncul dari kegiatan ini. Ada pasangan siswa-siswi yang ditolak melamar kerja hingga 20 kali. Ada kelompok yang kesulitan mencari kerja meskipun mereka menyusuri pasar dan alun-alun Bandungan karena banyak toko yang tutup. Tidak jarang, hambatan pun datang karena tempat yang dituju telah terisi oleh kelompok lainnya.
Pengalaman mencari pekerjaan untuk mendapatkan makanan ini mengajarkan para siswa cara untuk menghargai pekerjaan sekecil apapun. Mereka sampai pada kesadaran bahwa mendapatkan pekerjaan itu tidak mudah. Hal ini semakin mengena, terutama karena mereka telah mengalami berkali-kali ditolak. Para siswa juga menangkap bahwa dalam ketidakpastian yang dihadapi, ketekunan adalah modal utama yang perlu dimiliki. Dalam perjuangan mencari pekerjaan, sekalipun sempat dilanda rasa putus asa, ketekunan tidak pernah mengkhianati hasil. Sekalipun ditolak berulang kali, akhirnya sebuah kelompok berhasil mendapatkan juga pekerjaan di sebuah warung sate kelinci. Para siswa juga mengalami banyak orang baik yang dengan murah hati mau memberikan pertolongan kepada mereka. Alih-alih ditolak secara frontal, para siswa justru mengalami sambutan hangat dari pemilik warung yang menjadi tempat mereka bekerja. Hal inilah yang membuat mereka merasa tersentuh dan sangat diterima.
Detoksifikasi Digital
Selama retret berlangsung, siswa-siswi tidak diperkenankan menggunakan smartphone mereka. Tidak mengherankan jika saat perjalanan menuju dan pulang dari lokasi retret menjadi momen berharga bagi mereka karena mereka dapat menikmati perjalanan yang ada. Perjalanan justru menjadi kesempatan bagi mereka untuk mengakrabkan diri dengan komunitas kelas yang dimiliki. Sekalipun sempat diliputi rasa kikuk, para siswa akhirnya bisa menjalin keakraban. Di sepanjang perjalanan, mereka bernyanyi dan bercanda. Dengan nada agak berkelakar, mereka bahkan mendoakan agar perjalanan pulang mereka dilanda kemacetan sehingga kebersamaan dengan teman sekelasnya menjadi lebih lama. Keberjarakan dengan alat komunikasi justru ditanggapi secara positif oleh para siswa.
Dari sharing yang diungkapkan, mereka justru merasakan bersyukur diberi kesempatan untuk melakukan detoksifikasi dari paparan segala informasi digital. Lebih dalam lagi, dengan adanya jarak dari alat komunikasi, mereka sebenarnya sedang diundang untuk lebih menyadari keberadaan mereka. Kerap kali mereka terlalu sibuk dengan chat maupun percakapan suara hanya dengan pribadi yang ada dalam kontak smartphone mereka. Dalam retret tanpa smartphone ini, mereka toh akhirnya dapat berinteraksi dengan pribadi yang dapat secara langsung disapa tanpa perlu bergantung pada alat komunikasi tertentu, yaitu diri sendiri dan Tuhan. Setelah retret ini, diharapkan para siswa dapat semakin berkorespondensi dan mengenal setiap isi dalam relung hati mereka dan sampai pada kehendak untuk membangun relasi personal dengan Tuhan. Kedekatan dengan Tuhan pun perlu terus dibangun dan diusahakan. Tanpa relasi personal dengan-Nya, menjadi agak sulit bagi seseorang untuk dapat menemukan Dia yang hadir dalam segala.
Sebagaimana tertuang dalam tema retret Angkatan 34, Ite Inflammate Omnia, semoga selepas retret, para siswa dapat menjadi pribadi yang semakin dapat dipercaya dan mampu mengobarkan semangat banyak orang di sekitarnya. Dengan demikian, mereka mampu mengambil keputusan sembari menjadikan setiap rahmat yang diterima selama retret sebagai bekal perjalanan hidup. Hingga di manapun mereka berada kelak, setiap hal yang diusahakan pertama-tama adalah demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. AMDG.
Kontributor: Para Guru Pendamping Retret Gonzaga