Pilgrims of Christ’s Mission

Karya Pendidikan

Karya Pendidikan

Pelatihan Media Pembelajaran Berbasis Audio-Visual

Hari Jumat hingga Minggu, 19-21 September 2025, Studio Audio Visual – USD menyelenggarakan Pelatihan Media Pembelajaran Berbasis Audio-Visual bagi 20 guru terpilih (TK-SD-SMP) dari Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta. Sebagian besar peserta adalah guru-guru tetap yang masih muda. Pelatihan gelombang 3 ini terselenggara berkat kerja sama antara Universitas Sanata Dharma dan Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta. Pelatihan yang waktunya relatif singkat ini dilaksanakan di Studio Audio Visual-USD, Sinduharjo dan para peserta menginap di Kampoeng Media.   Dalam kata sambutannya, Ibu Nur Sukapti, Direktur Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta, menyampaikan rasa terima kasih atas kemurahan hati Universitas Sanata Dharma yang mendukung kegiatan pelatihan gelombang 3 ini. Pembekalan ketrampilan ini sungguh berarti bagi para guru. Terbukti para alumni pelatihan gelombang 1 dan 2 sudah menghasilkan banyak media pembelajaran dan juga liputan-liputan audio visual yang bermanfaat untuk promosi Sekolah Kanisius dan juga bahan-bahan presentasi dalam seminar di luar negeri, termasuk Amerika Latin.   Selain mengucapkan “Selamat Datang” kepada para peserta, menyambung sambutan dari Ibu Nur Sukapti, Pater Yosephus Ispuroyanto Iswarahadi, S.J., Penanggungjawab Program, menegaskan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk membekali para guru dengan pengetahuan dan ketrampilan membuat media pembelajaran berbasis audio visual. Pada zaman ini para guru ditantang untuk bisa mengampu proses pembelajaran dengan menarik dan berkualitas. Hal ini sesuai dengan karakter generasi sekarang yang lebih mengutamakan perasaan daripada pemikiran. Feeling is first. Diharapkan bahwa dengan didampingi oleh para tutor yang berpengalaman para guru dapat mengikuti pelatihan ini dengan gembira dan menghasilkan media pembelajaran yang kreatif. Penanggungjawab materi pelatihan ini adalah Pater F.X. Murti Hadi Wijayanto, S.J. dan ia dibantu para pendamping antara lain Mas Niko, Mas Haryo, Mas Daniel, Mas Mantep, dan Mbak Kristy (Koordinator Pelatihan). Para peserta bersama-sama mempelajari dan mengolah materi: pembelajaran a la Montessori, prinsip-prinsip sinematografi, penulisan naskah, proses produksi, proses editing, dan evaluasi program. Pada materi pertama Pater Murti menegaskan bahwa pelatihan kali ini lebih menantang daripada pelatihan sebelumnya karena para peserta sudah mempunyai dasar keterampilan audio visual dan fokus pelatihan diarahkan pada kontennya. Konten yang diangkat kali ini adalah Model Pembelajaran Montessori. Oleh karena itu, 6 mahasiswi PGSD-USD (Sesilia, dkk) ikut menjelaskan bagaimana alat-alat pembelajaran a la Montessori dipergunakan.   Setelah mempelajari prinsip-prinsip sinematografi, para peserta dibagi ke dalam tiga kelompok untuk menyusun naskah video instruksional tentang model pembelajaran Montessori. Pada hari Jumat pukul 09.30 naskah video yang sudah disusun dipresentasikan kepada Tutor Pendamping untuk dikoreksi. Setelah naskah diperbaiki, setiap kelompok melaksanakan produksi (syuting) di tiga lokasi yang berbeda (Studio Biru, Ruang Mawar, dan Wisma Teratai). Masing-masing anggota kelompok mendapatkan peran, misalnya menjadi penulis naskah, sutradara, penata kamera, pemain, dan editor. Waktu untuk produksi adalah Jumat 20 September 2025 pukul 10.00 – 18.00. Selama proses produksi setiap kelompok ditemani oleh seorang pendamping.     Pada petang harinya, setiap kelompok mulai mengerjakan editing. Tugas editing ini membutuhkan stamina yang prima karena harus memilih shot-shot yang begitu banyak dan disesuaikan kerangka film sebagaimana telah ditulis di dalam naskah. Dibutuhkan ketelitian untuk menyambung shot yang satu dengan shot berikutnya. Kemudian editor harus pandai-pandai menyelaraskan warna dan ritme sajian sesuai musik ilustrasi yang dipilih. Mengingat program video yang diproduksi adalah program instruksional yang materinya amat kaya, proses editing membutuhkan waktu lama. Setelah berjuang melawan rasa kantuk dan lelah, para peserta dapat menyelesaikan film mereka. Ada yang selesai pada pukul 01.00 WIB, ada yang selesai pada pukul 02.30 WIB dan bahkan pukul 03.30 WIB dini hari.   Pada hari ketiga, ketika hutang tidur belum tersembuhkan, para peserta mengadakan acara apresiasi dan evaluasi atas video yang telah diproduksi. Penayangan video dilaksanakan di Studio Biru dengan menggunakan layar lebar. Kelompok 1 menayangkan video dengan judul “Feli dan Manik-manik Emas”. Kelompok 2 menyanjikan video “Grammar Sense Game”, sedangkan video yang dihasilkan oleh Kelompok 3 berjudul “Serunya Mengenal Pecahan a la Montessori.” Setiap penayangan ditanggapi oleh peserta dari kelompok lain, kemudian kelompok pembuat menceritakan pengalaman berproduksi dan menanggapi komentar anggota kelompok lain. Pada bagian terakhir komentar disampaikan oleh para pendamping dan tutor. Proses evaluasi dan refleksi ini menjadi bagian penting dari proses learning by doing. Para peserta merasa sangat diperkaya dengan latihan selama 3 hari ini. Mereka merasa dibekali untuk melayani peserta didik dengan lebih baik. Para peserta mengakui bahwa proses pelatihan ini sangat menarik dan menambah pengalaman.   Sebelum acara penutupan, para peserta mengikuti Misa Syukur yang dipersembahkan oleh Pater Iswarahadi di Studio Biru. Dalam kata sambutan penutupan, Bapak Alex yang mewakili Direktur Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta sangat berterima kasih kepada Universitas Sanata Dharma dan Studio Audio Visual atas kesempatan pelatihan yang telah diberikan secara murah hati dan didampingi oleh para tutor/pendamping yang luar biasa. Bapak Alex juga memotivasi para peserta agar menggunakan keterampilan yang diperoleh untuk mendidik siswa-siswi generasi muda dengan lebih kreatif. Pelatihan semacam ini sangat penting, karena membekali para guru dengan ilmu perfilman yang berstandar internasional. Selain memberi apresiasi atas kreativitas, kerja keras, dan kerja tim yang telah dibuktikan oleh para peserta, Pater Iswarahadi menyerahkan sertifikat kepada semua peserta. Para guru dapat kembali ke sekolah masing-masing dengan kepala tegak dan semakin bersemangat untuk mengabdi negeri.     Kontributor: P. Yoseph Ispuroyanto, S.J.

Karya Pendidikan

Semangat Hijau dan Upaya Merawat Bumi

Sampah plastik sering dianggap masalah, namun di tangan siswa-siswi SMK Katolik St. Mikael Surakarta, sampah bisa berubah menjadi peluang. Dengan semangat belajar dan kreativitas, para siswa menjadikan daur ulang sebagai bagian dari pelajaran sehari-hari. Inilah wujud nyata kepedulian mereka dalam merawat bumi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.   Merangkai ilmu menjadi harapan bagi bumi Pada 11-14 Agustus 2025, para siswa kelas X SMK Mikael melaksanakan pembelajaran bertemakan Circular Economy. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan melalui konsep ekonomi sirkular, yakni upaya memperpanjang masa pakai produk melalui prinsip daur ulang (recycle). Serangkaian kegiatan dimulai dari pemaparan konsep dasar Circular Economy oleh tim Recycle dari PT ATMI IGI. Pemaparan materi tersebut meliputi definisi, proses, dampak, dan rencana tindak lanjut kegiatan daur ulang. Antusiasme siswa terlihat jelas dalam sesi tanya jawab yang interaktif. Tim Recycle PT ATMI IGI pun juga turut memberi souvenir berupa gantungan kunci dari tutup botol yang didaur ulang membentuk logo SMK Mikael. Setelah sesi materi, Ibu Yanti selaku guru pengampu mata pelajaran IPAS memberikan tugas lanjutan kepada para siswa, yaitu mengumpulkan tutup botol sebanyak mungkin dalam kurun waktu dua minggu sebagai bentuk praktik nyata dari konsep yang telah dipelajari.   Tiba saatnya para siswa melaksanakan kegiatan daur ulang. Mereka sudah membawa tutup botol dari rumah kemudian dilakukan pembersihan dengan pencucian dan pemilahan berdasarkan warna hingga akhirnya dicacah menggunakan mesin crusher. Tak disangka, ternyata terdapat beberapa siswa yang membawa tutup botol berjumlah ribuan. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak sampah plastik yang belum terkelola dengan baik. Beberapa siswa mengatakan bahwa mereka mendapatkan tutup botol tersebut dari lingkungan masyarakat yang memiliki bank sampah. Dari 7 kelas yang mengumpulkan tutup botol, total terkumpul sejumlah 16 kg tutup botol.   SMK Katolik St. Mikael Surakarta menggaet PT ATMI IGI untuk berpartisipasi dalam memberikan edukasi Circular Economy dan fasilitas daur ulang plastik. Fasilitas tersebut mencakup dua mesin yaitu Manual Injection dan Small Press beserta 1 mold/cetakan untuk masing masing mesin. Didampingi oleh guru beserta tim recycle PT ATMI IGI, siswa/i berkesempatan untuk mempraktikkan proses daur ulang secara langsung. Mereka membuat gantungan kunci berbentuk logo SMK Mikael dengan menggunakan mesin press. Proses pencetakan tersebut memakan waktu 1 jam, hal ini dikarenakan cacahan tutup botol perlu untuk dilelehkan kemudian menunggu proses pendinginan. Sementara gantungan kunci di cetak, masing masing siswa secara bergiliran membuat manik-manik menggunakan mesin Manual Injection. Berbeda dengan mesin press yang membutuhkan waktu 1 jam untuk 1 produk, mesin Manual Injection hanya membutuhkan waktu dua menit untuk mencetak 1 set manik-manik. Hasil yang mereka cetak mempunyai corak warna yang sangat indah yang dipengaruhi oleh material tutup botol yang dilelehkan. Perpaduan dua warna berbeda menghasilkan gradasi warna yang memanjakan mata. Pada akhirnya manik-manik yang mereka cetak dapat dirangkai sehingga menjadi rosario, tasbih, gelang, maupun kalung.     Spiritualitas Ignatian dalam upaya merawat Bumi Kegiatan daur ulang plastik ini linear dengan nilai 4C yang ditanamkan kepada para siswa SMK Kolese Mikael. Competence, dengan kemampuan kompetensi di bidang teknik pemesinan siswa mampu membuat mold/cetakan sesuai dengan kreativitas masing-masing. Compassion, membangun kesadaran dan kepedulian pentingnya menjaga Bumi dari pencemaran sampah. Conscience, mampu membedakan perilaku yang baik maupun buruk dan dampaknya bagi lingkungan sekitar. Commitment, janji untuk merawat alam demi keberlangsungan makhluk hidup. Hal tersebut pun selaras dengan Universal Apostolic Preferences (UAP) keempat tentang Merawat Rumah Kita Bersama dan mendukung program Sustainable Development Goals (SDG’S) nomor 4 tentang pendidikan berkualitas dan nomor 13 tentang Aksi Perubahan Iklim. Besar harapan agar kegiatan daur ulang ini dapat berkelanjutan dan bisa memberikan nilai lebih bagi SMK Mikael sebagai sekolah peduli lingkungan. Melalui kegiatan ini, para siswa SMK Katolik St. Mikael Surakarta tidak hanya belajar tentang konsep Circular Economy tetapi juga membuktikan bahwa perubahan dapat dimulai dari langkah kecil di lingkungan sekolah. Dengan mengolah sampah menjadi sesuatu yang bernilai, mereka menunjukkan bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.     Kontributor: Fransiskus Marcelino Utama – Siswa SMK Katolik St. Mikael Surakarta

Karya Pendidikan

Melampaui Teknologi, Menemukan Makna

Bellarminus Day 2025: Mrican, 17 September 2025 — Dalam semangat syukur dan inspirasi iman, civitas akademika Universitas Sanata Dharma (USD) bersama Komunitas Serikat Jesus Bellarminus merayakan Bellarminus Day 2025 dengan penuh sukacita di Kapel Bellarminus, Mrican.   Perayaan tahun ini terasa jauh lebih istimewa. Tidak hanya karena semangat Santo pelindung yang menyala, tetapi juga karena Kapel Bellarminus telah selesai direnovasi dan kini tampil lebih anggun, syahdu, serta mendukung suasana doa. Dalam Ekaristi yang meriah ini, turut dilakukan prosesi pemberkatan patung Santo Robertus Bellarminus. Diharapkan, kehadiran patung ini menjadi pengingat akan semangat cinta pada kebenaran, kesetiaan dalam pengajaran, dan pengabdian tanpa lelah dari St. Robertus bagi Gereja dan masyarakat.   Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Rektor USD, Pater A. Bagus Laksana S.J., didampingi oleh sembilan Jesuit anggota Komunitas Bellarminus. Dalam homilinya, Pater Bagus menyandingkan dua tokoh kudus lintas generasi: St. Carlo Acutis—santo milenial—dan St. Robertus Bellarminus—kardinal, Jesuit, sekaligus ilmuwan. Meski hidup di zaman berbeda, keduanya sama-sama menanggapi panggilan Tuhan, mengejar kekudusan, dan memberi makna bagi sesama lewat zaman dan tantangan yang kurang lebih mirip yaitu sains-teknologi dan iman. Bellarminus menghadapi perdebatan kosmologi, sedangkan Acutis menghadapi era internet. Pater Bagus mengajak seluruh civitas akademika untuk meneladani mereka, yaitu menjadi kudus di zaman ini berarti menjadi kreatif dan bijak dalam memanfaatkan teknologi, terutama Artificial Intelligence (AI).   Semangat perayaan semakin diteguhkan melalui dua sambutan inspiratif. Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua Pengurus Yayasan Sanata Dharma, Pater C. Kuntoro Adi, S.J. Ia berharap kapel yang telah direnovasi ini dapat menjadi tempat perjumpaan yang akrab antara manusia dan Tuhan. Sambutan kedua adalah dari Pater G. Budi Subanar S.J. yang mewakili Komunitas Apostolik Kolese Santo Robertus Bellarminus. Ia menyampaikan sejarah menarik tentang Kapel dan Pastoran Bellarminus di mana keduanya tercatat pertama kali dalam katalog Serikat Jesus pada tahun 1961. Saat itu ada 10 Jesuit misionaris dan hanya satu dari Indonesia, Pater N. Driyarkara, S.J. Kini, situasinya terbalik, dari 10 Jesuit selebran, hanya ada satu misionaris luar negeri, Pater Spillane S.J. Pater Banar juga menyampaikan bahwa Pater F.A. Susilo, S.J. ditahbiskan di kapel ini pada tahun 1979, dan dalam dua tahun terakhir semangat menggali kembali warisan St. Robertus Bellarminus mulai hidup kembali di USD. Ia berharap semangat ini menjadi sumber inspirasi bagi seluruh civitas.    Setelah Ekaristi, suasana semakin semarak dalam acara ramah tamah yang dimulai dengan simbolisasi pemotongan tumpeng oleh Pater A. Hartana S.J., pemimpin proyek renovasi kapel. Halaman depan Kapel Bellarminus malam itu tampak memesona berkat pancaran cahaya dari lampu-lampu artistik yang menyentuh dinding putih dan kaca patri klasik, menciptakan kesan hangat dan sakral.   Kemeriahan semakin terasa lewat pertunjukan seni dan tari dari berbagai komunitas mahasiswa, mulai dari Komunitas Flobamora, Komunitas Mentawai, KMHD Swastikataruna, CANA Community, Jalinan Kasih Mahasiswa Katolik (JKMK), Komunitas Paingan (KOMPAI), hingga Forum Keluarga Muslim (FKM) Budi Utama. Perayaan Bellarminus Day 2025 ini menjadi momen reflektif sekaligus pengingat bersama, yaitu bahwa seluruh civitas akademika diajak menapaki jalan kekudusan di tengah dinamika zaman, khususnya dalam dunia pendidikan yang semakin menantang. Ad Maiorem Dei Gloriam.   Kontributor: Campus Ministry Universitas Sanata Dharma

Karya Pendidikan

Perjumpaan yang Menumbuhkan

Permulaan yang Dimulai Kembali Ignatian Student Leadership Forum (ISLF) kembali diselenggarakan pada tahun 2025 di Iloilo, Filipina setelah sempat terhenti sejak tahun 2018 akibat pandemi. Forum ini mempertemukan para pelajar dari sekolah Jesuit di sebagian wilayah Asia-Pasifik yakni, Filipina, Australia, Timor Leste, Makau, Taiwan, Hongkong, Kamboja, Jepang, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Indonesia mengirim 15 orang dari 7 kolese sebagai perwakilan untuk mengikuti acara ini. Christopher Kana Cahyadi, Mikaela Calista Amara, Valencia Audra Sumito mewakili Kolese Gonzaga. Leonard Hazel Widjaja, Jovan Nugroho, Amazel Olavio Siagian mewakili Kolese Kanisius. William Nugroho Setiyo, Daniel Edhi Wicaksono, Bumi Praba Murti mewakili Kolese De Britto. Eugeneus Dimas Prameswardhana mewakili Kolese Mikael, Kevin Anthony Setiawan, Joanna Evanya Ozora Christine, Emanuella Kirana Rosari Lestari mewakili Kolese Loyola. Nathanel Satriya Genggam Darma dan Christopher Lebdo Kusumo mewakili Seminari Mertoyudan. Seluruh peserta dari Indonesia didampingi oleh Pater Baskoro Poedjinoegroho, S.J., Frater Klemens Yuris Widya Denanta, S.J., dan Ibu Maria Pramudita Wetty, M.Si.    Sebelum keberangkatan, Frater Yuris menemani seluruh peserta dari Indonesia mempersiapkan diri dengan memperdalam Ensiklik Laudato Si karya Paus Fransiskus agar siap berdinamika dalam ISLF. Setiap kolese mendapat bagian dari masing-masing bab Ensiklik untuk dipelajari lalu mempresentasikannya secara daring. Proses persiapan ini menjadi ruang untuk memperdalam pemahaman tentang permasalahan ekologi sekaligus menghayati semangat Ignasian dalam melihat hubungan antara manusia, alam, dan Allah. Para peserta juga bertemu dengan Pater Baskoro Poedjinoegroho, S.J. di Kolese Kanisius. Dalam pertemuan tersebut, Pater Baskoro memberikan arahan sekaligus dorongan bagi para peserta untuk terlibat secara aktif selama forum seperti aktif bertanya, berpartisipasi dalam setiap sesi, dan tidak ragu untuk duduk di baris terdepan.   ISLF 2025 mengusung tema “Engaging the Youth to Engage the World”. Tema ini menjadi sebuah ajakan bagi kaum muda untuk berperan aktif dalam membangun dunia melalui semangat dialog dan kolaborasi lintas budaya. Dalam kegiatan ini para peserta dari berbagai negara diajak untuk mendalami isu ekologi, menjelajahi kekayaan budaya lokal, dan saling berbagi tradisi. ISLF 2025 mengusung nilai sosial dan budaya yang kuat. Jika kita menelusuri lebih dalam, seluruh rangkaian kegiatan ISLF 2025 sejatinya mengacu pada semangat dialog yang hidup. Dalam pembukaan ISLF ini, Frater Bien E. Cruz, S.J. mengajak peserta untuk menyadari peran kaum muda yang signifikan, bukan di masa depan saja, melainkan sejak dari saat ini. Semangat dialog juga tampak dalam proses pembuatan impact tree poster. Para peserta dipertemukan dalam kelompok balay. Di dalamnya, kami diajak untuk menuangkan ide dan gagasan satu sama lain serta mempresentasikannya dalam karya seni. Tidak hanya dalam sesi materi saja, semangat dialog juga terbangun melalui kegiatan cultural night, saat setiap negara menampilkan kebudayaannya masing-masing melalui games dari masing-masing negara yang membuka interaksi lintas budaya secara terbuka. Momen-momen inilah yang membuat dialog terasa hidup selama acara ini berlangsung.   Bila kita meneropong berbagai macam kegiatan yang ditawarkan dalam ISLF 2025, kita akan menemukan kesamaan nilai di dalamnya, yakni perjumpaan. Dalam konteks ini, perjumpaan tidak bisa dimaknai secara sempit sebagai ruang yang di dalamnya terdapat banyak orang. Arti perjumpaan dalam ISLF 2025 sangatlah luas. Peserta tidak hanya diajak untuk menjalin jejaring dengan masyarakat lokal maupun global, tetapi juga berjumpa dengan harta warisan Iloilo City, dengan warga lokal yang merespons masalah ekologi dengan membangun esplanade, bahkan berjumpa dengan dirinya sendiri.     Menemukan Makna Perjumpaan Dengan memasuki ruang perjumpaan, seseorang sedang diajak atau bahkan ditantang untuk menggunakan inderanya. Dalam setiap kegiatan yang ada selama ISLF, selalu ada momen ketika peserta melihat, mendengarkan, menyentuh atau meraba. Kedengarannya sederhana dan mudah diterapkan, namun, perjumpaan akan selalu diikuti dengan tantangan. Untuk masuk ke dalamnya, seseorang harus berani melangkah ke luar dari dirinya sendiri. Di luar diri sendiri, ada banyak hal yang kerap kali tidak kita inginkan.   Melihat realita bahwa dunia terus berkembang, kehadiran kaum muda dalam forum ISLF menjadi semakin penting. Mereka tidak hanya hadir sebagai peserta, tetapi sebagai pribadi yang membawa pengalaman, pertanyaan, dan semangatnya masing-masing. Forum ini menjadi ruang belajar untuk menumbuhkan kepekaan terhadap realita yang lebih luas sekaligus melatih keberanian untuk terlibat secara aktif. Kehadiran kaum muda tidak terlepas dari tantangan yang ada seperti over screen time dan inferiority complex yang kerap membatasi keberanian mereka untuk hadir dan bersuara. Melalui dialog dan perjumpaan yang dialami, para peserta perlahan belajar untuk melampaui batas tersebut.   ISLF 2025 menjadi pengalaman yang lebih dari sekadar forum kepemimpinan lintas negara. Selama beberapa hari, para peserta sungguh diajak untuk hidup dalam ruang dialog dan perjumpaan. Bukan hanya dengan orang-orang dari berbagai budaya, melainkan juga dengan lingkungan sekitar dan dengan diri mereka sendiri. Berbagai kegiatan mulai dari sesi refleksi, diskusi kelompok, cultural night, hingga games membentuk proses yang membangun dan memperkaya pengalaman para peserta. Di dalamnya, para peserta dapat menemukan arti keterbukaan, keberanian untuk keluar dari zona nyaman, dan keindahan dalam keragaman. Pengalaman ini menumbuhkan kesadaran bahwa keterlibatan tidak selalu mulai dari hal besar, tetapi dari kesediaan untuk mendengar, hadir, dan tumbuh bersama. Semangat dan relasi yang lahir tidak padam begitu saja setelah acara ini berakhir. Pengalaman yang berharga ini juga dibagikan dan dihidupkan kembali di lingkungan masing-masing. Apa yang diperoleh dari ruang perjumpaan lintas budaya ini tidak berhenti di Iloilo saja, tetapi juga menjadi inspirasi untuk membangun dialog dan keterlibatan nyata.     Kontributor: Emanuella Kirana Rosari Lestari (Siswa SMA Kolese Loyola) & Nathanel Satriya Genggam Darma (Siswa Seminari St. Petrus Kanisius Mertoyudan)

Karya Pendidikan

Kanisius Belajar

Sharing Praktik PPR dan Bedah Buku Men and Women for Others Jumat, 10 Oktober 2025, keluarga besar Yayasan Kanisius Cabang Semarang dan sejumlah Yayasan Pendidikan Katolik di Kota Semarang mengikuti acara Kanisius Belajar: Sharing Praktik Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dan Bedah Buku Men and Women for Others karya Pater Melkyor Pando, S.J., di KB-TK Kanisius Kurmosari. Acara ini diselenggarakan Yayasan Kanisius Cabang Semarang dalam rangka menyambut ulang tahun ke-107 Yayasan Pendidikan Kanisius.   Acara ini dibuka dengan materi penguatan PPR dari Ketua Yayasan Kanisius, Pater Heru Hendarto, S.J. Mantan Rektor Kolese Kanisius Jakarta ini mengajak para peserta untuk menyadari bahwa perutusan di karya Pendidikan Kanisius merupakan “Missio Dei” dan para guru adalah Collaboratores Missio Dei tersebut. Semua dipanggil untuk turut serta melakukan stewardship (merawat) karya ini. Seperti dalam Lukas 5:4, semua diundang Yesus untuk Duc in Altum atau bertolak ke tempat yang lebih dalam. Mendalam berelasi dengan Tuhan, mendalam dalam bidang yang diajarkan, dan mendalam melalui cura personalis-caring for the whole person terhadap setiap peserta didik.   Pedagogi Paradigma Ignatian di Tingkat Sekolah Yohana Rosana Meiwati, S.Pd, Kepala Sekolah SD Kanisius Sukorejo berbagi best practice PPR di lingkungan sekolahnya. Cura personalis mereka bangun sedemikian rupa mulai dari kepala sekolah dan para guru serta karyawan. Sekolah menjadi rumah bersama melalui dinamika bersama, baik doa, belajar, rekreasi, dan kegiatan menjaga kebersihan sekolah.   Praktik cura personalis terhadap anak pun dilakukan melalui aneka bentuk. Setiap siswa didampingi secara optimal sesuai bakat, minat, dan kemampuannya sehingga banyak dari siswa di sekolah ini yang berprestasi secara akademik, seni, olahraga, dan sebagainya. Para guru juga mendampingi beberapa siswa berkebutuhan khusus dengan tekun dan sabar sehingga anak-anak tersebut memiliki kepercayaan diri, bahkan ada anak tunadaksa yang menjadi juara dalam ajang paralimpik tingkat Provinsi Jawa Tengah. Lebih lanjut, cura personalis tidak hanya berhenti di lingkungan sekolah, melainkan juga sampai ke rumah orangtua. Home visit ketika ada bayi baru lahir menjadi cara para guru Kanisius untuk menyapa orang tua dan ikut memberi pendampingan.   Kepala Sekolah SMP Kanisius Argotiloso Sukorejo, Yohanes Martono, S.Pd. berbagi cerita praktik cura personalis melalui Canisian Angels (CA). Melalui CA, adik kelas mendapat pendampingan dari kakak kelas, mulai dari studi dan sejenisnya. Selain itu, terdapat kegiatan Kanisius Peduli, dimana para siswa menyisihkan uang saku untuk membantu teman yang kesulitan memiliki sepatu, tas, dan kebutuhan belajar lainnya. Siswa juga belajar menjadi penyiar radio melalui Radio Rehat, berkreasi melalui Mading Digital dan sebagainya. Semua itu dilakukan atas pendampingan para guru yang dengan berbagai cara memfasilitasi kebutuhan anak demi optimalnya perkembangan anak didik.   Men and Women for Others Pater Melkyor Pando, S.J. hadir sebagai penulis buku sekaligus pembicara dalam bedah buku berjudul, Men and Women for Others. Pater Melky sebagai skolastik yang pernah melaksanakan program formasi orientasi karya di Yayasan Kanisius Cabang Semarang, menyampaikan bahwa buku ini lahir dari ketergerakan hatinya melihat terbatasnya sumber-sumber mengenai kekayaan pendidikan Jesuit dalam bahasa Indonesia. Ia berharap, kehadiran buku ini dapat menambah khazanah pengetahuan bagi mereka yang ingin memperdalam keutamaan-keutamaan pendidikan Jesuit dan relevansinya di zaman ini.   Buku yang lahir dari doa dan refleksi yang tekun selama menjalani masa tersiat di Australia ini menampilkan pilar-pilar pokok pendidikan Jesuit sejak awal hingga kini. Buku yang sebagian besar sumbernya ini berasal dari dokumen-dokumen Serikat menegaskan, pendidikan adalah cara menyelamatkan jiwa-jiwa. Aneka best practices di dalam pendidikan Jesuit sepanjang sejarah menunjukkan, meski pendidikan terus mengalami perkembangan sesuai tuntutan zaman, inti dan semangatnya tetap sama, yakni demi membentuk pribadi-pribadi yang utuh sebab pendidikan Jesuit adalah perpaduan model pendidikan skolastik yang berfokus pada critical thinking dan juga humanisme (humaniora – kepekaan hati).   Di hadapan perubahan zaman yang cair ini, sebuah istilah yang Pater Melky ambil dari gagasan pemikir Zygmut Bauman, yakni era yang penuh ketidakpastian, terus berubah, dan ditandai dengan ketidakpastian permanen, model pendidikan Jesuit tetaplah relevan. Kesetiaan menghidupi visi pendidikan Jesuit yang menekankan 4C competence, compassion, commitment, and conscience menjadi kunci untuk membentuk pribadi-pribadi men and women for others di zaman ini.   Sesi bedah buku Men and Women for Others karya Pater Melkyor Pando, S.J. (Dokumentasi: Penulis)   Panggilan Zaman Bagi Bu Sindy, dosen pendidikan agama Katolik di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang hadir sebagai pengulas turut menegaskan, buku Pater Melky memberikan cara pandang dan semangat bahwa nilai-nilai dalam pendidikan a la Jesuit dapat menjadi oase di tengah dunia yang penuh ketidakpastian dan individualisme.   Nilai-nilai Pendidikan Jesuit itu menyalakan harapan bagi generasi Z dan Alpha yang cenderung haus akan makna di tengah kehidupan yang tidak pasti. Semangat refleksi, kecakapan intelektual, dan hati yang peka pada penderitaan sesama akan membantu manusia memukan makna (meaning making) di tengah kecemasan hidup yang kini terus menggerogoti kaum muda. Lebih lanjut, melalui semangat men and women for others, generasi di zaman ini dibantu untuk menemukan tujuan hidupnya, bahwa hidup bukan tentang aku saja, tetapi juga ada sesama di sekitarku yang perlu aku perhatikan.   Momen kebersamaan ini bertambah meriah dengan acara bagi-bagi hadiah dan makan siang bersama. Menariknya, meski hadiah dalam doorprize kali ini bukan untuk dibawa pulang oleh para guru ke rumahnya masing-masing, melainkan untuk menambah fasilitas di sekolah, para peserta tetap begitu antusias mengikutinya. Pada akhirnya, semoga momen belajar dan bersukacita bersama ini mendorong para pendidik di Kanisius untuk siap sedia menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam membentuk diri dan para murid yang dilayani menjadi men and women for others!   Kontributor: Sch. Engelbertus Viktor Daki, S.J.

Karya Pendidikan

Menemukan Tuhan dalam Penugasan di Tlogosari

Refleksi Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah Kamis, 10 April, 2025 menjadi awal dari sebuah pengalaman yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saat itu, saya mengira ini hanya sekadar tugas sekolah yang berat, asing, dan cukup membuat cemas. Namun ternyata, justru dari pengalaman itulah saya mendapatkan sesuatu yang sangat berharga. Kegiatan ini bernama Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah (LKTM), sebuah program tahunan dari SMK Katolik St. Mikael Surakarta yang diperuntukkan bagi siswa-siswi kelas XI. LKTM bukan sekadar pelatihan atau pertemuan biasa. Kami diutus untuk tinggal bersama keluarga asuh dan berkarya di sekolah-sekolah Kanisius di wilayah Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang mulai dari jenjang TK, SD, hingga SMP. Suatu hal yang menarik adalah kami sama sekali tidak diberi tahu tujuan penempatan kami. Kami hanya menerima amplop berisi nama dan alamat, lalu diminta mencari jalan sendiri menggunakan transportasi umum. Tidak boleh membawa ponsel, tidak boleh bertanya kepada teman. Kami benar-benar dilatih untuk mandiri.   Saya sendiri ditempatkan di TK-SD Kanisius Tlogosari, Semarang. Awalnya saya merasa sangat gugup karena ternyata saya berangkat sendiri. Pikiran-pikiran negatif mulai muncul. Bagaimana kalau nyasar? Bagaimana kalau tidak ada yang menjemput? Tapi sesampainya di sana, saya bertemu Wahyu, teman saya yang ternyata juga ditempatkan di kompleks yang sama, meskipun pada jenjang berbeda. Saya di TK dan dia di SD.   Setiap pagi, saya membantu guru-guru TK dari pukul 07.00–10.00. Saya bermain bersama anak-anak, membantu mewarnai, menyusun lego, dan ikut serta dalam kegiatan harian mereka. Salah satu anak yang paling saya ingat bernama Chinchin, yang awalnya adalah anak yang sangat pemalu dan sering menangis, namun lambat laun mulai terbuka. Belakangan saya baru mengetahui bahwa ia memiliki hambatan dalam berbicara. Saya juga sempat membantu di SD, mengajar matematika khususnya soal jaring-jaring bangun ruang hingga membuat miniatur sekolah.   Kami tinggal bersama seorang ibu asuh yang luar biasa, Ibu Maria, seorang guru TK yang ramah dan penuh perhatian. Ia tinggal bersama suami, dua anaknya, Mbak Tata dan Bimbim, serta beberapa hewan peliharaan yang cukup mengejutkan, seperti anjing, ular, bahkan tarantula. Jujur saja, awalnya saya takut, namun lama-kelamaan saya mulai terbiasa. Dari pengalaman itu, saya belajar bahwa rasa nyaman bisa tumbuh jika kita berani membuka diri. Di rumah itu, saya merasa diterima sepenuh hati seperti bagian dari keluarga sendiri.   Suatu malam, kami diajak Mbak Tata berkunjung ke Kolese Loyola, tempat ia bersekolah. Bangunannya tampak megah, dengan fasilitas modern, termasuk perpustakaan yang dilengkapi lift. Namun bukan fasilitasnya yang paling membekas di hati saya, melainkan cara Mbak Tata menceritakan pengalamannya. Ia terlihat begitu bangga menjadi bagian dari tempat yang membentuk dirinya. Saat mendengarnya, saya terdiam sejenak. Dalam hati saya bergumam: seharusnya saya juga bisa merasa bangga terhadap sekolah saya sendiri, SMK Mikael. Bukan karena besar atau mewahnya, tapi karena nilai-nilai yang ditanamkan kepada kami. Di sekolah itulah saya belajar arti kepemimpinan, keberanian untuk keluar dari zona nyaman, dan semangat untuk hadir bagi sesama. Di sanalah karakter saya ditempa dengan kedisiplinan, pelayanan, dan cinta akan keheningan. Saya tersadar bahwa menjadi bagian dari SMK Mikael bukan sekadar status, tetapi panggilan untuk menjadi pribadi yang siap diutus.   Satu sosok yang juga membekas bagi saya adalah Pak Adi, penjaga kapel sekolah. Hidupnya sederhana, tinggal seorang diri karena keluarganya telah tiada. Namun semangatnya luar biasa. Setiap pagi dan sore saya membantu membersihkan kapel. Dari Pak Adi saya belajar tentang arti kesetiaan dalam hal-hal kecil. Beliau selalu tersenyum meski hidupnya sunyi. Dalam diamnya, ada ketulusan yang menyentuh hati saya.   Hari terakhir menjadi momen yang sangat emosional. Anak-anak TK memeluk kami erat, beberapa guru meneteskan air mata, dan saya sendiri nyaris tak sanggup berkata apa-apa. Rasanya baru saja mengenal mereka, tetapi sudah harus berpamitan. Dalam pelukan dan air mata itu, saya menyadari bahwa lima hari ini bukanlah waktu yang sebentar. Kami memang hanya membantu sedikit, tetapi kasih sayang yang kami terima jauh lebih besar.   LKTM bagi saya bukan sekadar soal menjadi pemimpin. Lebih dari itu, menjadi sebuah proses belajar menjadi manusia seutuhnya. Takut, bingung, senang, terharu, semua rasa datang silih berganti. Namun justru dari semua itulah saya sadar bahwa Tuhan hadir dalam wajah anak-anak, dalam obrolan bersama guru, dalam tawa keluarga asuh. Bukan di tempat yang megah, tetapi dalam hal-hal paling sederhana. Saya juga semakin memahami dunia pendidikan. Para guru di sana bekerja dalam keterbatasan, namun tetap penuh semangat. Mereka sabar, telaten, dan tidak pernah mengeluh. Melihat mereka, saya merasa kecil. Tetapi juga tergerak untuk lebih menghargai pendidikan sebagai sebuah panggilan, bukan sekadar profesi.   Banyak momen kecil yang membekas dalam LKTM ini, seperti anak TK yang tiba-tiba memeluk saya, Pak Adi yang berkata bahwa kami seperti cucunya, dan Bu Maria yang mendoakan kami dengan mata berkaca-kaca. Saya belajar bahwa dalam pelayanan, yang kita beri tidak akan pernah lebih besar dari yang kita terima. Justru dalam memberi, hati kita dipulihkan kembali. Pengalaman ini juga menyadarkan saya bahwa menjadi pemuda Katolik bukan hanya soal aktif dalam kegiatan, tetapi juga berani diutus, hadir, mendengarkan, menemani, bahkan dalam keheningan. LKTM mengajak saya untuk berjalan bukan dengan peta, tetapi dengan iman. Perlahan, saya percaya bahwa langkah kecil yang saya ambil kemarin adalah awal dari perjalanan panjang menuju kedewasaan.   Saat saya menulis ini, berbagai kenangan muncul kembali. Ada banyak cerita sederhana yang ternyata menyimpan makna besar. LKTM bukan sekadar program sekolah, namun juga berperan sebagai ziarah hati, proses pembentukan diri yang pelan-pelan mengubah cara pandang saya terhadap dunia, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan. Saya berharap kisah ini dapat menjadi pengingat, bukan hanya bagi saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya bahwa dalam setiap perjalanan, Tuhan senantiasa menyertai. Kadang kita tidak menyadarinya. Tetapi Ia hadir dalam pelukan, dalam tawa, dalam keheningan, dan dalam setiap detik yang kita jalani dengan hati yang terbuka.       Kontributor: Helarius Hido Setiawan – Siswa SMK Katolik St. Mikael Surakarta

Karya Pendidikan

Menulis Bab Baru Pendidikan Tinggi Jesuit

IAJU Assembly 2025 Bogotá, Kolombia – International Association of Jesuit Universities (IAJU) Assembly 2025 telah diselenggarakan pada 30 Juni hingga 3 Juli 2025 di Pontificia Universidad Javeriana, Bogotá, Kolombia. Pertemuan tiga tahunan ini menjadi momentum penting bagi Universitas Sanata Dharma (USD), bersama 170 universitas Jesuit dari seluruh dunia, untuk membangun strategi bersama dalam menjawab tantangan pendidikan tinggi global.   Mengangkat tema “Our Mission in Challenging Times: Let’s Write the Next Chapter of Jesuit’s Higher Education History,” pertemuan ini dibuka dengan pidato inspiratif dari Pater Jenderal Arturo Sosa SJ. Dalam pidato tersebut, ia menekankan pentingnya universitas Jesuit menjadi kehadiran yang kreatif dan dialogis, berakar pada identitas yang mengalir dari karisma Ignasian.    ”Universitas Jesuit harus menjadi kehadiran yang kreatif dan dialogis, berakar pada identitas yang mengalir dari karisma kita,” tegasnya.    Pater Jenderal juga menyampaikan tiga pilar utama yang harus menjadi fondasi pendidikan tinggi Jesuit: Charism (karisma), Context (konteks), dan Way (jalan).    Pesan ini disampaikan kepada lebih dari 300 peserta dari lima benua, termasuk delegasi dari Universitas Sanata Dharma yang diwakili oleh Rektor Albertus Bagus Laksana SJ dan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Caecilia Tutyandari. Dalam berbagai sesi dan diskusi, USD menunjukkan komitmennya untuk memperkuat jaringan global pendidikan tinggi Jesuit dan menghadirkan pendidikan yang transformatif, kontekstual, serta berdampak sosial.     Salah satu sesi pleno IAJU 2025 di Javeriana Pontifical University, Bogota, Kolombia ini, secara khusus mengangkat tema tantangan sekularisme bagi pendidikan tinggi Katolik, sebuah tantangan yang kompleks dan semakin nyata. Rektor USD, Pater Bagus, tampil sebagai panelis dalam sesi bertema “Contextual Intercultural Engagement.” bersama dengan Mgr Carlo Maria Polvani,  Sekretaris pada Dikasteri untuk Budaya dan Pendidikan, dan Dewan Kepausan untuk Budaya, Tahta Suci.    Sekularisme dan sekularisasi terjadi dalam pelbagai bentuk yang tidak sama dan seragam dalam pelbagai konteks. Msgr Polvani menekankan peran terdepan dan  strategis dari  universitas Katolik untuk  berhadapan langsung dengan fenomena sekularisasi. Beliau mengajak para peserta untuk mempelajari dengan seksama gejala dan tantangan sekularisme pada konteks masing-masing, juga bagaimana  agama menghadapi sekularisasi.   Dalam tanggapannya, Pater Bagus menjelaskan bahwa sekularisasi di Indonesia memiliki dinamika yang berbeda dengan di Barat. Di Indonesia, terutama di kalangan muda perkotaan, ada kecenderungan mengambil jarak dari institusi agama, namun tanpa sepenuhnya meninggalkan pencarian makna spiritual. Identitas keagamaan menjadi lebih cair, terbuka, dan sering kali hibrid, seiring dengan tumbuhnya budaya plural dan tantangan global.   “Fenomena ini menantang kita untuk menghadirkan wajah agama yang otentik, terbuka, dan kontekstual—bukan yang kaku dan menghakimi, tetapi yang mendampingi dan menumbuhkan,” ujar Pater Bagus.     Menurutnya, tantangan utama bukan datang dari represi terhadap iman Katolik, tetapi dari melemahnya nilai-nilai Katolik dalam kehidupan publik. Pengaruh mekanisme pasar, sistem pendidikan yang kompetitif, serta tawaran budaya instan menjadi kekuatan sekular yang perlahan mengikis nilai-nilai keadilan, solidaritas, dan spiritualitas dalam masyarakat.   Pater Bagus menawarkan pendekatan berbasis human flourishing atau perkembangan manusiawi sebagai kerangka alternatif yang menyatukan aspek religius, etis, dan sosial secara kreatif. “Human flourishing memberi jalan bagi kita untuk tetap relevan di tengah pluralitas dan sekularisasi, sekaligus menghidupi misi Jesuit untuk membentuk pribadi yang berpikir kritis, peduli, dan terbuka terhadap yang lain,” ungkapnya.   USD sendiri telah mengintegrasikan kerangka human flourishing dalam tridarma perguruan tinggi, antara lain melalui kerja sama dengan Australian Catholic University (ACU) dan Universitas Gadjah Mada. Sebuah konferensi internasional tentang topik ini baru saja digelar di kampus ACU di Roma, menghadirkan peneliti dari Harvard, Baylor University, dan delegasi pemerintah Indonesia.   Pater Bagus juga menekankan peran penting universitas Jesuit seperti USD dalam menciptakan ruang dialog antarbudaya dan antariman, mendampingi mahasiswa dalam pencarian makna hidup, serta membentuk kepemimpinan publik yang berakar pada keadilan dan belas kasih. Dalam konteks ini, sekularisasi tidak dilihat sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk memperbarui iman dan spiritualitas secara otentik dan kontekstual.     Selama empat hari pelaksanaan, IAJU Assembly 2025 membahas berbagai isu penting lainnya seperti dampak kecerdasan buatan terhadap pembelajaran, keadilan lingkungan sebagai respons terhadap penderitaan bumi dan kaum miskin, serta kesejahteraan mental mahasiswa melalui pendekatan spiritualitas Ignasian. Selain itu, para peserta juga berdiskusi tentang isu migrasi, pengungsi, kolaborasi jejaring antaruniversitas Jesuit, serta tantangan demokrasi dan identitas di tengah dunia yang semakin kompleks.   Partisipasi USD dalam IAJU Assembly 2025 menegaskan perannya sebagai bagian dari Association of Jesuit Colleges and Universities Asia Pacific (AJCU-AP). Menurut Wakil Rektor Caecilia Tutyandari, keikutsertaan ini mencerminkan komitmen jangka panjang USD dalam membangun pendidikan yang yang menjadi ruang formasi integral yang mendorong kolaborasi internasional.   “Partisipasi USD dalam IAJU Assembly 2025 merupakan bagian dari komitmen jangka panjang universitas dalam mengembangkan pendidikan yang holistik dan transformatif, memperkuat identitas Jesuit-Katolik dalam konteks Indonesia, berkontribusi pada solusi global melalui pendidikan tinggi, dan membangun solidaritas dengan universitas Jesuit sedunia,” ungkapnya.   IAJU Assembly 2025 diharapkan menghasilkan penguatan visi bersama pendidikan tinggi Jesuit global, strategi konkret menghadapi tantangan zaman, dan perluasan jaringan kolaborasi lintas negara dalam bidang pendidikan dan riset. Momentum ini semakin mengukuhkan USD sebagai salah satu universitas Jesuit terkemuka di Asia Tenggara yang terus berkontribusi dalam membangun dunia yang lebih adil, berkelanjutan, dan penuh harapan.   Kontributor: Antonius Febri Harsanto – Humas Universitas Sanata Dharma

Karya Pendidikan

Dua Spiritualitas Satu Tujuan

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada 17 Mei 2025, saya (Dionisius Adven Pramana) dan teman-teman kelas X SMA Kolese de Britto, berkunjung ke Keraton Surakarta dalam rangka pelaksanaan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Tujuan kami ke sana adalah untuk mengetahui dan mempelajari budaya Keraton Surakarta yang hendaknya bisa kami dapatkan dari pihak keraton. Kami menempuh perjalanan kurang lebih sekitar 1 jam lamanya. Jalan-jalan yang kami lalui terlihat nyaman untuk dinikmati. Sayangnya saya tidak duduk disamping jendela. Namun hal itu bukanlah suatu kekurangan, justru hal ini merupakan kesempatan bagi saya untuk bersosialisasi dengan teman sebelah saya. Untungnya, teman sebelah saya merupakan orang yang dekat dan bisa diajak bersosialisasi, sehingga perjalanan menuju Keraton Surakarta tidak sepi. Setelah sekian waktu memperhatikan jalan dan sekeliling, kami sampai di Keraton Surakarta.   Kami datang melalui pintu utama, pintu yang berupa gerbang besar, tempat kendaraan masuk ke wilayah Keraton. Keraton ini memiliki 7 bagian unik, dan kami telah melewati pintu yang pertama. Uniknya setiap pintu dalam keraton memiliki filosofinya tersendiri. Seperti gerbang pertama yang kami lewati ini namanya adalah Nggladhak. Memiliki filosofi kelahiran seorang manusia ke dunia. Terdiri atas dua Arca Gupala, manusia yang lahir harus menerima apa adanya (Nrima Ing Pandun). Secara fungsi, biasanya tempat ini digunakan sebagai tempat penyembelihan hewan pada acara tertentu. Setelah melewati pintu pertama, kami masuk lebih dalam dan menemui dua pasang beringin. Kali ini filosofi dari tempat ini adalah kewibawaan seorang pria dan keanggunan seorang perempuan. Ini menyimbolkan bahwa di dunia ini hanya ada dua manusia, laki-laki dan perempuan. Masuk lebih dalam, kami sampai pada tempat bernama Kori Wijil, yaitu tempat di mana manusia sedang menuju kedewasaannya. Tempat ini merupakan arah menuju bagian dalam keraton yang dapat dilewati kendaraan juga, terutama motor. Filosofinya pula, dalam fase ini, manusia sudah harus mengetahui tujuan dan kedudukannya dalam hidup. Menyeberang jalan Kori Wijil, kami melewati tempat bernama Kori Mangu. Cermin besar terpampang di tempat ini. Fungsinya untuk berintrospeksi diri, apakah kita sudah layak, secara fisik, penampilan, sikap, dan yang terpenting, sudahkah hati kita siap memasuki area yang lebih dalam di keraton? Setelah melewati Kori Mangu, selanjutnya kami melewati Braja Nala. Braja Nala memiliki makna Senjata Batin.   Filosofinya, manusia harus mempertajam batinnya untuk bisa lebih dekat dengan Sang Pencipta. Tempat ini memiliki dua bangunan, Marchu Kunda (berfungsi untuk menghukum Putra Dalem yang melanggar aturan keraton) dan Kedhaton (Kenaikan pangkat Abdi Dalem). Uniknya, walaupun kedhaton merupakan tempat menerima ganjaran/kenaikan pangkat, kami tetap diterima sebagai tamu dan dipersilakan istirahat di sini. Setelah itu, kami masuk lebih dalam ke tempat bernama Kori Kemandungan. Tempat ini adalah tempat untuk sekali lagi berintrospeksi diri, apakah sudah layak secara penampilan, fisik, pikiran, dan hati untuk memasuki Keraton? Setelah melewati Kori Kemandungan, kita akan sampai kepada tempat yang bernama Sri Manganti. Tempat ini berupa Gerbang dengan pintu biru besar. Jika seseorang ingin bertemu dengan Raja, maka orang tersebut harus menunggu di gerbang ini hingga ada utusan dari Raja yang memanggil. Itulah kenapa arti nama Sri Manganti adalah raja menanti. Dari segi filosofinya, tempat ini melambangkan surga. Setelah kita hidup sekian lama dengan berbagai macam dinamikanya, kita pada akhirnya akan kembali ke dalam rumah bapa.     Sebenarnya masih banyak lagi tempat tempat keraton yang hendak saya tuliskan, namun itulah tempat yang sempat kami kunjungi. Dari pengalaman itu, saya dapat melihat nilai budaya yang terukir di sana menarik untuk didalami. Uniknya, nilai budaya dan spiritualitas yang ada dalam keraton ini memiliki kesamaan dengan spiritualitas Ignasian-Jesuit yang dipegang oleh SMA Kolese de Britto.   Corak warna biru pada bangunan keraton menunjukkan Ketuhanan, seperti warna langit biru yang melambangkan ketinggian dan besarnya Tuhan. Keraton Surakarta juga percaya kepada Tuhan dan mengharapkan tuntunan dari-Nya dalam menjalani hidup seperti de Britto yang memiliki spiritualitas Ad Maiorem Dei Gloriam, demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Artinya dalam hidup pun de Britto juga mengharapkan tuntunan dan menyandarkan pengharapan kepada Tuhan agar hidup ini sejalan dengan rencana-Nya. Bukankah ini berarti de Britto dan Keraton Surakarta memegang Spiritualitas yang sama tentang pengharapan kepada Tuhan meski dengan bahasa yang berbeda?   Spiritualitas lain yang sangat menarik adalah dua cermin besar yang terdapat dalam Keraton. Cermin itu mengajak kita merefleksikan dan juga introspeksi kita apakah kita sudah layak untuk masuk Keraton atau belum. Bangunan dalam keraton, diinterpretasikan sebagai surga, sedangkan dua cermin itu adalah tempat untuk mengintrospeksikan diri kita apakah sudah layak untuk masuk atau belum. Spiritualitas ini mirip dengan Examen yaitu merefleksikan apa yang sudah kita lakukan hari ini dan kesalahan apakah yang bisa diperbaiki dan juga apakah yang bisa kita perbuat selanjutnya. Hal ini menarik karena terdapat dua kali kesempatan untuk berefleksi. Ini penting karena refleksi menjadi waktu untuk menyadari apa yang sekiranya kurang dan dapat diperbaiki. Terkadang, refleksi yang sudah kita lakukan harus kita beri pendalaman kembali agar lebih berkesan, terasa, dan tidak ada yang mengganjal di hati. Karena inti tujuan dari refleksi bukanlah sekadar berhenti pada menyadari kesalahan dan kekurangan dan mengerti bagaimana cara mengatasinya, melainkan melakukannya. Saat ingin melakukan suatu kegiatan kita memang harus merencanakannya terlebih dahulu. Namun jika rencana tersebut tidak dijalankan, maka tidak akan ada hasil atau nilainya. Oleh karena itu, pemaknaan dan pendalaman sangat penting agar kita tertarik dan tergerak untuk melakukan apa yang sudah kita rencanakan. Mirip seperti Examen yang dianjurkan dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu siang dan malam. Ini juga menunjukkan spiritualitas lain yang sama dengan de Britto. Spiritualitas atau semangat untuk melakukan pembenahan diri melalui refleksi yang lebih mendalam yang tidak hanya berhenti pada mengetahui dan menyadari, namun melakukannya. Tidak menjadi persoalan besar meski refleksi yang dilakukan oleh Keraton dan de Britto memiliki bentuk yang berbeda.     Hal ini menunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan yang sama, tidak hanya dapat dicapai hanya dengan satu jalan tetapi dapat pula melalui berbagai jalan yang berbeda yang mengarah pada satu tujuan yang sama. Contohnya adalah tentang spiritualitas yang dimiliki di SMA Kolese De Britto dan Keraton Surakarta. Dimana keduanya memiliki cara dan ciri yang berbeda namun mengarah pada satu tujuan yang sama. Itulah inti dari P5 kami pada hari itu. Dan itulah alasan judul refleksi ini ditulis sedemikian rupa.   Hal ini tidak hanya