Paus Fransiskus dan Sepuluh Tahun Perjalanannya bersama Para Pengungsi (Bagian 2)
Seksi Migran dan Pengungsi Segera setelah kunjungannya ke Lesbos, Bapa Suci membuat sebuah seksi baru yaitu Seksi Migran dan Pengungsi (Seksi M&P) yang terkait dengan Dicastery untuk Promosi Pengembangan Keutuhan Manusia (Dicastery for Promoting Integral Human Development). Seksi ini didirikan agar “punya kemampuan menyangkut isu migran, mereka yang membutuhkan, mereka yang sakit, tersingkir dan terpinggirkan, mereka yang dipenjara dan tanpa pekerjaan, dan korban konflik bersenjata, bencana alam dan segala bentuk perbudakan dan penyiksaan.”9 Secara pribadi Paus Fransiskus langsung memimpin Seksi M&P dan secara khusus diarahkan untuk mencapai visi Paus: “Di Lampedusa dan Lesbos, titik utama transit ke Italia dan Yunani, Paus Fransiskus menangis bersama migran dan pengungsi yang berkerumun di sana. Di dalam pesawat ke Lesbos, dia membawa beberapa keluarga pengungsi dari Syria untuk tinggal di Vatikan. ‘Ketika kita menyembuhkan luka para pengungsi, mereka yang terusir dan korban-korban perdagangan manusia,’ katanya ‘kita menjalankan perintah cinta kasih yang diwariskan Yesus bagi kita… Tubuh mereka ialah Kristus.’10 Apa yang Paus ingin ajar dan lakukan, dia ingin agar Seksi M&P membantu orang lain untuk mengatakan dan melakukan di seluruh dunia.”11 Sejak itu, misi seksi M&P ialah membantu Gereja (yaitu para uskup, umat, para klerus, organisasi-organisasi Gereja) dan setiap orang yang berkehendak baik untuk “menemani” mereka yang pergi dan melarikan diri, mereka yang di tempat transit atau menunggu, mereka yang menderita dan berusaha untuk berintegrasi, dan mereka yang kembali. Salah satu capaian utama ialah membantu memelihara dan menumbuhkan bibit yang disemai oleh Paus dalam campur tangannya di Lampedusa. Seksi ini secara khusus amat erat terlibat dalam upaya menolong mengembangkan lebih lanjut basis intelektual dan teologis bagi sebuah pendekatan Katolik yang lebih jelas atas isu-isu pengungsian. Tahun 2020, seksi ini menerbitkan koleksi lengkap ajaran Paus Fransiskus terkait perhatian pastoral untuk migran, pengungsi dan korban perdagangan manusia berjudul Lights on the Ways of Hope. Di tataran lebih praktis, seksi ini terlibat dalam mewujudkan usulan Bapa Suci yaitu Dua Puluh Pokok Aksi untuk Global Compact untuk Migrasi dan Pengungsi dan Orientasi Pastoral mengenai Perdagangan Manusia. Program bagi Bangsa dan Masyarakat Sipil Seperti pendahulu-pendahulunya, Paus Fransiskus menyerap unsur-unsur pokok dari iman Kristiani dan ajaran sosial Katolik untuk mengembangkan sebuah pendekatan alternatif dan lebih manusiawi atas tantangan-tantangan migrasi paksa. Bulan Februari 2017, Bapa Suci menyapa para peserta Forum Internasional mengenai Migrasi dan Perdamaian di Roma. Dia menyatakan bahwa respons atas tantangan migrasi kontemporer harus dibagi di antara komunitas politik, masyarakat sipil dan Gereja, dan harus diartikulasikan dalam empat tindakan yang saling terkait: menyambut, melindungi, mempromosikan, dan mengintegrasikan.12 Seksi M&P selanjutnya menerbitkan Dua Puluh Pokok Aksi yang sudah disebut di atas sebagai sumbangan dalam menyusun draft, negosiasi dan adopsi Global Compact mengenai Migran dan Pengungsi pada akhir tahun 2018. Konsultasi ini dilakukan dengan mendengarkan Konferensi Para Uskup dan organisasi-organisasi Katolik yang bekerja di bidang ini, dan memasukkan refleksi mendalam mengenai praktik-praktik baik Gereja yang telah dikembangkan selama tahun-tahun belakangan. Dua Puluh Pokok Aksi ini didasarkan pada empat aksi – menyambut, melindungi, mempromosikan, dan mengintegrasikan – yang mendukung visi Paus Fransiskus bagi sebuah perbaikan pendekatan yang lebih manusiawi atas pengungsian manusia. Bapa Suci mengelompokkan rekomendasinya untuk Global Compact 2018 sebagai berikut: “Menyapa merupakan seruan untuk memperluas jalur legal bagi pintu masuk dan tidak lagi memaksa para migran dan pengungsi pergi ke negara-negara di mana mereka akan menghadapi bahaya penganiayaan dan kekerasan. Hal ini juga menuntut keseimbangan perhatian kita terhadap masalah keamanan nasional dan keprihatinan atas hak-hak asasi fundamental. Kitab Suci mengingatkan kita: ‘Jangan lupa menunjukkan keramahtamahan kepada orang asing, beberapa dari kita sudah memperlihatkan sikap ramah tamah kepada para malaikat tanpa mengetahuinya.’ Melindungi terkait dengan tugas untuk mengenali dan membela martabat yang tidak bisa diganggu gugat dari orang-orang yang melarikan diri dari bahaya yang nyata, mencari suaka dan keamanan, dan mencegah mereka dari eksploitasi. Saya secara khusus melihat perempuan dan anak-anak yang berada dalam situasi yang membuat mereka terpapar pada resiko dan pelecehan yang bahkan bisa sampai pada perbudakan. Allah tidak mendiskriminasi manusia: ‘Allah menjaga orang-orang asing dan menopang anak yatim dan janda.’ Mempromosikan mencakup dukungan pengembangan manusiawi yang utuh dari para migran dan pengungsi. Diantara cara-cara yang mungkin dilakukan, saya menekankan pentingnya menjamin akses di semua tingkat pendidikan bagi anak-anak dan orang muda. Hal ini akan membuat mereka tidak hanya mampu mengolah dan mewujudkan potensi mereka, tapi juga melengkapi diri mereka untuk bertemu orang lain dan memupuk semangat dialog daripada mengalami penolakan atau konfrontasi. Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah mencintai orang asing yang tinggal diantara kalian, memberi makanan dan pakaian. Dan kalian akan mencintai mereka yang menjadi orang asing karena kalian sendiri dulu adalah orang asing di Mesir.’ Akhirnya mengintegrasikan berarti membiarkan pengungsi dan migran untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan masyarakat yang menyambut mereka, sebagai bagian dari proses saling memperkaya dan kerjasama yang berbuah dalam pelayanan pengembangan manusia yang utuh di komunitas lokal. Santo Paulus mengatakan: ‘Kalian bukan lagi orang asing tetapi sesama warga negara bersama dengan umat Allah’.13 Perdagangan Manusia, Pengungsi Internal dan Pengungsi karena Perubahan Lingkungan Sebuah evolusi yang jelas terlihat dalam pendekatan Bapa Suci terhadap migrasi ialah pengakuannya bahwa perdagangan manusia adalah kejahatan dan perlunya menangani isu ini saat berurusan dengan isu migrasi. Para migran sangatlah rentan karena mereka melarikan diri dari situasi yang berbahaya; mereka seringkali mengambil resiko untuk mencoba masuk ke sebuah negara tujuan dan takut dipulangkan (deportasi). Pada tahun 2014, Bapa Suci menggambarkan perdagangan manusia sebagai “sebuah luka yang menganga di tubuh masyarakat kontemporer, bencana bagi tubuh Kristus.”14 Pada tahun 2018, Paus Fransiskus menekankan bahwa “jalur migrasi juga sering dipakai oleh para pedagang manusia dan orang-orang yang suka mengeksploitasi untuk merekrut korban-korban baru.”15 Paus Fransiskus juga mengenali sesuatu yang lebih dalam, sebagaimana dilihat dalam ekshortasi apostolik Evangelii Gaudium. Dia berbicara mengenai budaya “mencampakkan” di mana manusia lebih dilihat sebagai “pemakai barang-barang” yang dapat digunakan dan dibuang (cf. EG 53). “Jejaring kejahatan yang bejat ini sekarang terbentuk rapi di kota-kota kita, dan banyak yang ikut punya andil dalam kejahatan ini sebagai akibat dari keterlibatan senyap dan yang menyenangkan buat mereka.” (EG 211). Pada awal tahun 2015, Paus Fransiskus mendedikasikan Pesan Hari Perdamaian Dunia bagi perdagangan manusia, sambil menekankan bahwa “Kita sedang menghadapi fenomena
