capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Satu Tubuh Apostolik dengan Hati yang Mendengarkan

Date

Setiap tahun, Dewan Konsultor yang Diperluas berkumpul untuk mengenali gerakan Roh Kudus dalam karya dan pelayanan Serikat di seluruh konferensi kita. Bersama para konsultor presiden konferensi, sekretaris, dan koordinator karya apostolik, Dewan Konsultor yang Diperluas berfungsi sebagai instrumen penting untuk melakukan discernment bersama dalam Serikat kita ini.

 

Doa dan percakapan rohani menjadi inti setiap konsultasi. Tema sentral pada pertemuan tahun ini, yang diadakan dari 6 hingga 8 Oktober di EAPI Manila, adalah mendengarkan. Poin-poin doa yang diberikan oleh Pater Chris Dumadag, S.J. menetapkan suasana mendengarkan pada momen dua setengah hari tersebut dan menyoroti bagaimana kolaborasi dimulai dengan mendengarkan yang mendalam dalam suasana doa. Hal ini senada seperti dikatakan Presiden JCAP Pater Jun Viray, S.J., “Mendengarkan adalah prasyarat untuk discernment.”

 

Fokus pada mendengarkan ini secara alami berlanjut menjadi input penting dalam proses penyusunan rencana apostolik berikutnya. Para provinsial memulai proses ini dengan bimbingan konsultan perencanaan J.P. Villanueva selama pertemuan mereka di Palau pada Februari dan Tokyo pada bulan Juli. Bagian dari proses ini melibatkan imajinasi seperti apakah konferensi kolaboratif akan nampak pada tahun 2035. Dari refleksi ini, Villanueva menggambarkan visi tentang “konferensi yang kokoh berakar pada discernment bersama, rasa tanggung jawab bersama dalam karya perutusan, dan kolaborasi penuh kasih, terutama bagi orang miskin.”

 

Perencanaan apostolik akan menjadi perjalanan selama tiga tahun. Prioritas tahun 2026 adalah melakukan discernment di mana Roh Kudus telah berkarya—melihat dengan seksama realitas kita, mendengarkan dengan mendalam di mana hati kita berada, dan merasakan bersama ke mana Tuhan membimbing kita sebagai konferensi. Fase mendengarkan ini akan melibatkan penilaian terhadap apa yang terjadi di lapangan; memutuskan program mana yang akan dihentikan, dimulai, atau dilanjutkan; mengidentifikasi tema-tema bersama dan ketegangan yang muncul; serta mengenali benih-benih yang menjanjikan untuk masa depan.

 

Untuk memberikan konteks, Villanueva mengajukan pertanyaan, di dunia seperti apakah perutusan kita berlangsung saat ini? Ia memperkenalkan konsep BANI untuk menggambarkan sifat era modern kita. BANI adalah kepanjangan dari Ekosistem yang rapuh, Manusia yang cemas, Perubahan yang tidak linier, dan Logika yang sulit dipahami (Brittle ecosystems, Anxious people, Nonlinear changes, and Incomprehensible logic). “Kita hidup di dunia dimana begitu satu masalah teratasi, masalah lainnya muncul,” jelasnya, sambil mencatat bahwa transformasi telah menjadi hal yang biasa dalam bisnis.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana leadership Ignatian merespons BANI? Ditegaskan bahwa spiritualitas Ignatian menjadi karunia abadi dalam pelaksanaan kepemimpinan dan perawatan perutusan kita. Dr. Achoot Cuyegkeng, profesor di Universitas Ateneo de Manila dan co-author buku Leading with Depth: A Practitioner’s Guide to 21st-Century Ignatian Leadership, membahas empat dimensi kepemimpinan, yaitu: refleksi, mendengarkan, discernment, dan perutusan. Seorang pemimpin Ignatian adalah orang yang penuh dengan kesadaran, mendengarkan secara mendalam agar bisa memahami bukan sekadar merespons, menentukan keputusan bukan hanya berdasar efektivitas tetapi juga berdasar bimbingan rohani, moral, dan komunal, serta menginspirasi orang lain untuk merespons panggilan kerasulan.

 

Contoh nyata kepemimpinan dan tata kelola demi perutusan adalah karya apostolik di Pakistan. Update melalui Zoom dari P Noel Jayanathan, S.J., acting superior lokal, dan P Riyo Mursanto, S.J., delegat formasi, mengungkapkan pencapaian yang sederhana dari kehadiran Jesuit di negara tersebut. Umat kristiani di sini adalah minoritas kecil dan terpinggirkan. Serikat kita berfokus pada pendidikan, yaitu mengelola dua sekolah menengah dan sebuah taman kanak-kanak yang melayani sekitar 1.120 anak didik, serta sebuah rumah formasi bagi calon anggota dan promosi panggilan. Kehadiran kita, meskipun kecil, sangat dihargai oleh Gereja lokal atas kontribusinya dalam karya formasi dan pendidikan. Pusat Riset dan Pusat Spiritualitas Loyola Hall telah menjadi lembaga terkemuka di negara tersebut untuk penelitian, pelatihan, dan seminar, bahkan Serikat Jesus dipercaya

 

Pemaparan materi oleh Dr. Achoot Cuyegkeng. (Dokumentasi: Konferensi Jesuit Asia Pasifik)

 

oleh komunitas non-Kristen. Namun bagaimanapun, tantangan utamanya adalah kekurangan tenaga kerja dan kebutuhan akan lebih banyak formator, pembimbing rohani, guru, dan administrator. Dengan demikian, pentinglah untuk mengelola ekspektasi di tengah sumber daya yang sangat terbatas dan realitas saat ini. Perkembangan signifikan adalah bahwa Pater Viray telah mengumumkan bahwa Fakultas Keguruan Ateneo de Manila University tertarik menawarkan sesi pelatihan guru bagi sekolah-sekolah Jesuit di Pakistan.

 

Safeguarding juga dibahas oleh Pater Hans Zollner, S.J. secara daring. Ia menekankan bahwa safeguarding harus melampaui konsep atau pedoman keamanan. “Bukti komitmen kita terdapat dalam setiap karya kerasulan dan komunitas.” Safeguarding mungkin memiliki prinsip-prinsip umum, tetapi pendekatan harus tetap disesuaikan dengan konteks lokal. Ke depannya, cara-cara Ignatian akan melibatkan discernment, pengambilan keputusan, dan kerendahan hati.

 

Konsultasi ditutup dengan tanggapan terhadap seruan Presiden JCAP terkait ragam isu yang muncul dari anggota Konsultor yang Diperluas. Julie Edwards, sekretaris kerasulan sosial, bertanya bagaimana badan tersebut dapat bekerja sama untuk menjadikan kerasulan sosial sebagai prioritas di seluruh konferensi. Ia merujuk pada pesan Pater Jenderal Arturo Sosa di pertemuan yang diadakan oleh Sekretariat bagi Keadilan Sosial dan Ekologi pada Juni lalu di Roma, di mana ia berbicara tentang “kebutuhan mendesak untuk memperkuat kerasulan sosial dan membuat komitmen yang sulit untuk mempertahankan dan memperdalam demokrasi di semua tingkatan, di semua benua, dan dalam sistem dunia.” Pater Jenderal menggambarkan dimensi politik kerasulan sosial sebagai “bentuk tertinggi dari kasih sayang.” Terkait hal ini, diperlukan penyertaan partisipasi orang miskin dan kolaborasi di dalam dan di luar Gereja untuk menciptakan kondisi sosial dan politik yang meningkatkan martabat bagi semua orang. Penekanan bukan pada kepemimpinan, melainkan pada pembentukan kemitraan dengan pihak lain.

 

COP31, yang kemungkinan besar akan diadakan di Australia, diusulkan sebagai kesempatan bagi JCAP untuk membangun aliansi di kalangan Gereja dan masyarakat sipil, melanjutkan semangat kolaboratif yang ditunjukkan oleh Serikat dalam COP30. Meskipun peran kita mungkin terbatas, partisipasi ini akan menandai langkah penting dalam mengintegrasikan ekologi integral ke dalam setiap aspek kehidupan apostolik kita. Kelompok tersebut tampak terbuka terhadap kemungkinan ini, yang dapat dibahas oleh para konsultor presiden konferensi dalam pertemuan mereka setelah Konsultasi yang Diperluas.

 

Kontributor: Konferensi Jesuit Asia Pasifik

More
articles