capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Paus Fransiskus dan Pesan Perjuangan Keadilan

Date

Sebuah tribute bagi Bapa Suci Paus Fransiskus

Berpulangnya Bapa Suci Paus Fransiskus atau Jorge Mario Bergoglio pada Senin, 21 April 2025 dalam usia ke-88, meninggalkan kenangan yang sangat personal dan mendalam. Kami, (Feliks Erasmus Arga dan A. A. Ferry Setiawan)  kembali mengenang salah satu momen audiensi privat bersama para Jesuit pada Rabu, 4 September 2024 ketika melakukan kunjungan apostoliknya di Indonesia. Kunjungannya mewariskan pesan yang sangat mengesan, mendalam, menyentuh, dan menggerakan. Salah satunya, tanggapan orisinil Paus Fransiskus mengenai Aksi Kamisan yang disuarakan dalam kesempatan audiensi privat tersebut. Paus Fransiskus berkata, “Tugas kita adalah menyuarakan mereka yang tidak mampu bersuara (korban pelanggaran berat HAM). Ingatlah, inilah tugas kita: turut memperjuangkan keadilan, seperti para Ibu di Plaza de Mayo di Argentina yang berani menghadapi kekejaman kediktatoran demi kebenaran dan keadilan. Kita harus selalu memperjuangkan keadilan.” 

 

  1. Prakarsa dan Perutusan

Pertemuan privat Paus Fransiskus dengan para Jesuit merupakan sebuah pola yang dilakukannya setiap kali melakukan kunjungan apostolik kenegaraan. Di mana ada komunitas Jesuit, Paus Fransiskus selalu meluangkan waktu untuk melakukan pertemuan privat kekeluargaan. Pertemuan dengan para Jesuit ini tentu sangatlah beralasan. Paus Fransiskus adalah seorang Jesuit dan ia ingin menyapa saudara-saudara se-Serikatnya. Membaca situasi ini, prakarsa untuk menyuarakan Aksi Kamisan di dalam audiensi muncul. Tujuannya sebenarnya sederhana, yakni supaya Paus Fransiskus tahu bahwa di Indonesia ada sebuah gerakan yang terinspirasi dari gerakan ibu-ibu di Plaza de Mayo, Argentina. Paus Fransiskus sangat mengenal gerakan Ibu-Ibu Plaza de Mayo karena ia pernah menjadi uskup Buenos Aires, Argentina.

 

Prakarsa tersebut tidak lepas dari ide Ibu Maria Katarina Sumarsih dan kawan-kawan Aksi Kamisan yang ingin menyampaikan surat kepada Paus Fransiskus mengenai Aksi Kamisan yang terinspirasi dari Plaza de Mayo ini. Setelah Bu Sumarsih menghaturkan ide tersebut, kami berdua sepakat untuk mendiskusikannya dengan Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, Pater Benedictus Hari Juliawan, SJ. Bukan sebuah kebetulan, dalam peringatan 25 tahun Imamat beberapa Jesuit di Gereja Blok Q, kami bertemu Pater Provinsial dan saat acara ramah-tamah, kami langsung duduk bersama dan mendiskusikan prakarsa tersebut. Kami terkejut ketika tahu bahwa Bu Sumarsih telah mengontak Pater Beni dan berharap surat tersebut dapat diserahkan kepada Paus Fransiskus dalam audiensi. Kami merasa bersyukur karena ide ini sangat didukung oleh Pater Provinsial. Pertemuan singkat tersebut diakhiri dengan perutusan dari Pater Provinsial kepada kami berdua untuk menyerahkan surat yang telah ditulis Bu Sumarsih kepada Paus Fransiskus dalam audiensi privat nanti.

 

  1. Menyuarakan Aksi Kamisan

Pada Rabu, 4 September 2024 di Nunciatura atau Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta, kami diminta memberi pengantar sebelum menyerahkan surat kepada Paus Fransiskus. Kami menceritakan bahwa kami hendak memberikan surat dari Bu Sumarsih, seorang ibu yang putranya, Bernardinus Realino Norma Irmawan, menjadi korban ketidakadilan tragedi Semanggi I tahun 1998. Bu Sumarsih juga merupakan salah satu pemrakarsa Aksi Kamisan, sebuah aksi yang terinspirasi dari Gerakan Ibu-Ibu Plaza de Mayo. Setelah mendengarkan apa yang kami suarakan, Paus Fransiskus menanggapinya dengan sederhana tetapi penuh makna.

 

Pelajar SMA Kolese Gonzaga berorasi di Aksi Kamisan. Dokumentasi: Penulis

 

Berikut ini kutipan Paus Fransiskus yang ditulis dalam transkrip pertemuan Paus Fransiskus dengan para Jesuit dan dipublikasikan oleh Pater Antonio Spadaro, S.J. dari Italia melalui majalah La Civilta Cattolica. Dalam bahasa Indonesia, tanggapan Paus Fransiskus diterjemahkan secara bebas demikian.

Apakah kalian tahu bahwa presiden gerakan Plaza de Mayo datang menemui saya? Saya merasa terharu dan sangat terbantu ketika berbicara dengannya. Dia memberi saya semangat untuk menyuarakan suara-suara dari mereka yang tidak bisa bersuara. Inilah tugas kita (sebagai seorang Jesuit): menyuarakan suara-suara mereka yang tidak bisa bersuara. Ingat: ini adalah tugas kita. Situasi di bawah kediktatoran Argentina sangat sulit, dan para perempuan ini, para ibu ini, berjuang untuk keadilan. Selalu berusahalah untuk memperjuangkan keadilan!

Setelah menyuarakan Aksi Kamisan dan Bu Sumarsih, Bapa Suci meminta kami berdua maju ke depan untuk menyerahkan surat tersebut. Di luar perkiraan kami, Paus Fransiskus langsung membuka surat tersebut di depan kami dan membacanya sekilas, “Ahh, Marta Taty Almeida. Beliau datang kepada saya sebelum ia meninggal.” Bapa Paus berkata demikian sembari menunjuk nama yang dicantumkan Bu Sumarsih dalam surat tersebut. Seketika, suasana Nunciatura riuh dengan tepuk-tangan dukungan sekitar 200 Jesuit yang hadir dalam audiensi tersebut. Penyerahan surat tersebut diakhiri dengan bersalaman dengan Paus Fransiskus.

 

  1. Paus Fransiskus, Plaza de Mayo, dan Kamisan

Pada akhir tahun 2022, Bapa Suci Paus Fransiskus menulis surat yang ditujukan kepada ibu-ibu Plaza de Mayo untuk memberi penghormatan kepada Hebe de Bonafini, salah satu pendiri Asociación Madres de Plaza de Mayo yang meninggal pada tanggal 20 November 2022. Dalam suratnya, Paus Fransiskus turut mendoakan para ibu Plaza de Mayo sebagai “Mothers of Memory” yang menjaga memori kolektif agar tragedi dan impunitas tidak menjadi warisan di masa depan. Media Vatikan juga memberitakan bahwa dalam surat tersebut, Paus Fransiskus mengekspresikan rasa duka yang mendalam atas meninggalnya pemimpin dan pendiri Plaza de Mayo, Hebe de Bonafini, dengan menuliskan, “Perjuangan dan keberaniannya di kala hening, selalu menghidupkan pencarian akan kebenaran dan merawat memori.”

 

Kenangan Paus Fransiskus atas Plaza de Mayo sekiranya teresonansi pada Aksi Kamisan. Dengan cita-cita yang serupa, Paus Fransiskus juga mendukung Aksi Kamisan yang diperjuangkan oleh Bu Sumarsih, ibu-ibu lainnya, serta mereka yang berkehendak baik untuk terus menerus merawat memori kolektif dan terus menyuarakan keadilan di tengah rezim yang sedang berjalan di negeri ini. Paus Fransiskus dengan gamblang berpesan untuk melanjutkan perjuangan ini. Kadangkala tak dipungkiri keputusasaan yang terjadi karena rasa-rasanya pemerintah tak pernah mendengarkan seruan-seruan moral serta tuntutan-tuntutan nyata dalam Aksi Kamisan. Akan tetapi, lagi-lagi, Paus Fransiskus melalui bulla “Spes non Confundit” terus mengingatkan kita akan harapan yang tidak pernah mengecewakan. Perjuangan Aksi Kamisan tidak pernah sia-sia, tetapi menjadi asa untuk terus merawat harapan yang bersumber pada cinta.

 

Kunjungan Ibu-Ibu Plaza de Mayo kepada Bu Sumarsih dalam Aksi Kamisan. Dokumentasi: Penulis

 

  1. Paus Fransiskus, Keadilan, dan Kedamaian

Paus Fransiskus adalah pribadi yang telah banyak ditempa hidup hingga akhirnya memiliki komitmen pada keadilan. Komitmennya terbentuk melalui jatuh-bangunnya sebagai  Provinsial (1973), Rektor Colegio de San Jose (1975-1985), Uskup Agung Buenos Aires (1998), Kardinal Argentina (2001), hingga bertugas menjadi Paus (2013-2025). Belarasanya pada ibu-ibu Plaza de Mayo (1976-1983) yang berlanjut dalam masa-masa pontifikalnya menunjukkan komitmennya yang semakin jelas pada keadilan. Dalam kunjungan di Indonesia, Paus Fransiskus turut menyapa para migran dan pengungsi serta anak-anak disabilitas. Di negara-negara lain yang Paus Fransiskus kunjungi, pilihan-pilihannya menyapa orang-orang Rohingnya di Myanmar, pernyataan tentang etnis minoritas Uighur yang teraniaya, dan dukungan pada komunitas-komunitas yang terkena dampak konflik di Suriah dan Ukraina merupakan pilihan konkret akan komitmennya pada keadilan. Selain itu, dokumen-dokumen Gerejawi yang diterbitkannya di masa pontifikalnya, seperti “Fratelli Tutti” (2020) dan “Dilexit Nos” (2024)  juga mengajak semakin banyak umat, bahkan mereka yang bukan Katolik, untuk turut berkomitmen pada keadilan yang bersumber pada cinta-kasih.

 

Di tengah kekacauan yang banyak terjadi di dunia, pesan dan komitmen keadilan Paus Fransiskus memandang jauh ke depan, mencita-citakan kedamaian dunia. Bahkan, di akhir-akhir hidupnya, Paus Fransiskus pun menyempatkan diri untuk menyapa orang-orang di Gaza melalui panggilan video. Dia menyapa dengan sangat sederhana dan memberikan kedamaian hati bagi lawan bicaranya dalam panggilan video tersebut. Mungkin, tidak hanya yang disapa secara langsung, banyak umat di seluruh dunia pun merasakan kedamaian dalam interaksi itu. Selain itu, dalam urbi et orbi, Paus Fransiskus masih menyerukan “Permintaan mengakhiri gencatan senjata di Gaza”. Melalui komitmen akan keadilan, Paus Fransiskus mencita-citakan kedamaian dunia. Keadilan seperti inilah yang mendasari seluruh pilihan-pilihan selama masa pontifikalnya dan mengajak kita untuk merefleksikannya sebagai warisannya yang sangat mendalam.

 

  1. Akhirnya.. Inilah tugas kita!

“Akhirnya inilah tugas kita!”, seruan Paus Fransiskus dalam menanggapi Aksi Kamisan. Aksi Kamisan yang sudah dijalankan dengan penuh kesetiaan lebih dari 18 tahun dan lebih dari 850 aksi, kini kian semakin merekah. Tidak hanya menjadi ruang bagi para korban pelanggaran HAM berat untuk melakukan tuntutan, justru semakin banyak anak muda dari kalangan sekolah menengah dan mahasiswa turut berpartisipasi dalam Aksi Kamisan. Mereka turut melakukan aksi damai dengan berdiam di depan istana, lalu dilanjutkan dengan refleksi, orasi, kuliah terbuka atau penampilan-penampilan seni dan humaniora, seperti puisi, lagu, dan teater sebagai seruan moral atas negeri ini. Salah seorang murid kolese pernah bersaksi, “Kamisan menjadi ruang bagi saya untuk mendapatkan pelajaran sejarah yang tidak didapatkan di sekolah. Saya juga berjumpa secara langsung dengan tokoh-tokoh sejarah masa lalu yang menjadi refleksi bagi masa kini.” 

 

Paus Fransiskus menegaskan “Inilah tugas kita! Selalu berjuang demi keadilan.” Jesuit dan orang-orang yang berkehendak baik perlu terus hadir untuk meneruskan warisan Paus Fransiskus untuk terus-menerus merawat memori kolektif ini serta merawat komitmen perjuangan akan keadilan dengan melibatkan semakin banyak orang muda. Aksi Kamisan, merupakan salah satu ruang perjuangan keadilan itu, bukan untuk sekadar aksi protes belaka, melainkan pendidikan kewarganegaraan yang sangat penting untuk mewujudkan cita-cita keadilan.  Paus Fransiskus telah sampai di garis akhir dengan tidak hanya memberi teladan, tetapi menjadi teladan pribadi nyata yang memiliki keberpihakan pada mereka yang terpinggirkan dan tertindas, yang kerap kali tidak mampu bersuara. Paus Fransiskus berkomitmen sungguh pada keadilan yang bersumber pada cinta kasih. Teladan nyata itulah yang mengundang kita semua untuk melihatnya sebagai “tugas perutusan” kita di zaman ini, yakni terus berjuang demi keadilan, khususnya menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara. Akhir kata, isi hati kami, “Terima kasih Paus Fransiskus, engkau telah menjadi teladan nyata, menyuarakan mereka yang tidak mampu bersuara! Dalam peristirahatanmu, doakanlah kami yang masih di dunia ini untuk terus berjuang demi keadilan.”

 

Jakarta, 26 April 2025

Pada Hari Pemakaman Paus Fransiskus

 

Kontributor: Sch Feliks Erasmus Arga, S.J. dan A A Ferry Setiawan, S.J.

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *