capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Merayakan Kemerdekaan Tanpa Perbedaan dalam Kebersamaan

Date

TUJUHBELASAN TOGETHER

Siang itu, 19 Agustus 2025, Kampung Kongsi di Cisarua menjadi lebih ramai dari biasanya. Sebuah lapangan sederhana di tengah permukiman dipenuhi warga dan para pengungsi yang berkumpul untuk merayakan hari kemerdekaan. Bendera merah putih dipasang tegak di tengah lapangan sebagai tanda dimulainya acara, sementara anak-anak berlarian kesana-kemari sambil tertawa riang. Orang dewasa duduk berkelompok, sebagian menyiapkan perlengkapan lomba, sebagian lagi sibuk menyapa satu sama lain. Suasana akrab itu menjadi awal dari sebuah perayaan tujuhbelasan yang berbeda dari biasanya.

 

 

Pada kesempatan ini, Jesuit Refugee Service (JRS) menggandeng Hope Learning Center (HLC) mengadakan perayaan kemerdekaan bersama dengan warga lokal kampung Kongsi. HLC sendiri telah lama menjadi rumah bagi anak-anak pengungsi di kawasan Cisarua. Di tengah keterbatasan hidup di negeri asing, HLC menghadirkan kesempatan untuk belajar, bermain, dan bertumbuh bersama. Bagi anak-anak yang terpaksa meninggalkan tanah kelahiran, HLC adalah ruang harapan, tempat mereka tetap bisa merasakan suasana pendidikan dan menatap masa depan dengan optimisme.

 

 

JRS dan HLC bersama dengan warga Kampung Kongsi berkolaborasi menggelar kegiatan bertajuk Tujuhbelasan Together. Perayaan ini bukan hanya sekadar rangkaian lomba kemerdekaan, melainkan sebuah kesempatan untuk mempertemukan warga lokal dan para pengungsi dari berbagai negara seperti Afghanistan, Sudan, Syria, Iraq, Ethiopia, Myanmar, hingga Yaman. Semua hadir dengan semangat yang sama yaitu merayakan kemerdekaan tanpa perbedaan dalam kebersamaan.

 

 

Sejak siang hari, aneka lomba khas tujuhbelasan mulai digelar satu per satu. Sorakan langsung pecah saat lomba makan kerupuk dimulai, ketika anak-anak berjuang dengan penuh semangat menggigit kerupuk yang bergoyang ditiup angin. Tidak lama kemudian, gelak tawa membahana saat lomba balap karung berlangsung, membuat peserta berloncatan dengan karung goni, jatuh, lalu bangkit kembali sambil tetap tertawa.

 

 

Lomba tarik tambang menghadirkan momen paling mendebarkan, mempertemukan tim warga lokal dan tim pengungsi yang saling beradu tenaga, sementara penonton bersorak dengan semangat luar biasa. Keriuhan semakin bertambah dengan lomba cerdas cermat yang membuat peserta berpikir keras, lomba meniup gelas plastik yang menguji kelincahan, serta lomba mengaitkan topi keranjang yang memancing sorak sorai riuh. Tidak kalah seru, lomba memindahkan karet dengan sedotan dan lomba menebak gambar juga menghadirkan kegembiraan tersendiri, membuat semua yang hadir larut dalam rasa kebersamaan yang hangat.

Lomba mengaitkan topi keranjang . Dokumentasi: Penulis

 

 

Di tengah keceriaan itu, Amira (nama samaran), salah satu peserta dari HLC, berbagi kesannya:I enjoyed so much today’s event. We gathered and had a lot of fun, especially with all the games. We rarely have fun activities in HLC and this event became a good opportunity for us to get to know better with the local community. We should continue this.Ungkapan itu menjadi cerminan bagaimana perayaan sederhana mampu membuka ruang perjumpaan dan mempererat ikatan antara warga lokal dan pengungsi.

 

 

Menjelang sore, acara dilanjutkan dengan sesi sambutan. Ibu Novita Mulyasari, Ketua RW Kampung Kongsi, menyampaikan rasa bangganya melihat warganya dan para pengungsi bisa berkumpul, tertawa, dan merayakan kemerdekaan bersama. Dari pihak HLC, Ibu Shaima memberikan ucapan terima kasih yang hangat kepada JRS dan warga sekitar yang telah membuka ruang persaudaraan bagi para pengungsi dan anak-anak mereka. Sementara itu, Bapak Zainuddin mewakili JRS menegaskan pentingnya kolaborasi ini sebagai upaya nyata untuk merajut solidaritas lintas budaya dan bangsa, sejalan dengan misi JRS untuk menemani, melayani, dan membela mereka yang terpinggirkan.

 

 

Setelah sambutan, panggung perayaan diramaikan dengan berbagai persembahan. Koor dari warga Kampung Kongsi yang menyanyikan lagu religi membuat suasana terasa sangat khidmat, sementara anak-anak pengungsi menampilkan lagu tradisional Afganistan yang syahdu. Kejutan datang dari Harun Hussein, seorang pengungsi yang naik ke panggung dengan penuh percaya diri menirukan gaya menari Michael Jackson. Penampilannya membuat semua yang hadir bergoyang bersama, tertawa terbahak sekaligus berdecak kagum.

 

 

Acara kemudian berlanjut dengan pembagian hadiah bagi para pemenang lomba. Sesi pembagian hadiah berlangsung hangat. Bu RW menyerahkan hadiah untuk pemenang lomba balap karung dan makan kerupuk. Perwakilan HLC memberikan hadiah untuk pemenang tarik tambang dan gantung caping, sementara perwakilan JRS menyerahkan hadiah untuk pemenang back drawing dan tiup gelas.

 

 

Puncaknya, suasana menjadi semakin mengharukan ketika Pak Topik Hidayat, Ketua RT, mendapat kejutan berupa sebuah lukisan indah bertemakan persaudaraan karya anak-anak HLC sebagai tanda terima kasih. Tak berhenti di situ, Pak Zainuddin dari JRS juga menerima sebuah lukisan yang menggambarkan perpaduan logo JRS dan HLC, sebuah simbol persaudaraan, kolaborasi, dan harapan yang tumbuh di antara dua komunitas.

Lukisan yang menggambarkan perpaduan logo JRS dan HLC. Dokumentasi: Penulis
Lukisan indah bertemakan persaudaraan karya anak-anak HLC. Dokumentasi: Penulis

 

Menjelang akhir acara, semua orang berkumpul untuk bernyanyi dan menari bersama. Lagu “Gemu Fa Mi Re” atau yang lebih dikenal dengan “Maumere” mengalun riang, mengajak warga lokal dan para pengungsi bergandengan tangan, melompat, dan bergerak dalam satu irama ke kiri dan ke kanan. Saat itu, tidak ada lagi sekat negara, bahasa, atau identitas, yang tersisa hanyalah tawa, peluh, dan rasa persaudaraan yang begitu nyata.

 

 

Salah seorang kader Puskesmas Cisarua dari Kampung Kongsi pun memberikan kesannya: “Senang sekali bisa ketemu sama pengungsi di sini. Dan acara seperti ini jarang ada. Saya sendiri jadi tahu sedikit tentang mereka. Saya berharap acara ini bisa diadakan kembali tahun depan. Sering-sering atuh main ke sini.” Ungkapan tersebut memperlihatkan bagaimana keterbukaan dan interaksi sederhana mampu menumbuhkan rasa saling mengenal dan menghargai.

 

 

Hari itu, kemerdekaan dirayakan bukan sekadar dengan kibaran bendera atau derai tawa dalam lomba, melainkan dengan hati yang terbuka. Di tengah perbedaan yang ada, warga lokal dan para pengungsi menunjukkan bahwa persatuan bukan hanya kata-kata indah di atas kertas, melainkan sebuah kenyataan yang hidup dalam keriangan anak-anak, dalam semangat lomba sederhana, hingga dalam pelukan hangat yang menutup perayaan. Tujuhbelasan Together menjadi kisah kecil dengan pesan besar, bahwa kemerdekaan Indonesia memberi arti mendalam, tidak hanya bagi mereka yang lahir di tanah air, tetapi juga bagi para pengungsi yang kini menaruh harapan di bumi Nusantara. Perayaan ini membuktikan bahwa merdeka bukanlah milik satu bangsa semata, melainkan sebuah perayaan kebebasan, persaudaraan, dan harapan yang universal. Di tengah keberagaman budaya dan bahasa, mereka bersama-sama merajut makna kemerdekaan yang sejati, yaitu hidup dalam damai, saling menghargai, dan berbagi sukacita tanpa batas.

 

 

 

Kontributor: Sch. Alfonsus Ignatius Franky Njoto, S.J.

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *