Pilgrims of Christ’s Mission

Menemukan Tuhan dalam Jejak Ignatius

Date

Perjalanan Ziarah Jesuit:

Kata-kata Santo Ignatius Loyola, “Pergilah dan lakukanlah segala sesuatu demi kemuliaan Allah yang lebih besar,” menjadi jiwa dari Perjalanan Ziarah Jesuit Indonesia bersama Rich Tour. Ziarah yang diselenggarakan oleh Development Office Serikat Jesus Provinsi Indonesia ini adalah sebuah undangan untuk memasuki ruang perjumpaan yang mendalam dengan Allah melalui jejak hidup Sang Pendiri. Perziarahan ini bukan sekadar perjalanan geografis, melainkan sebuah perjalanan batin untuk menemukan kembali makna panggilan dan misi hidup. Seluruh benefit finansial dari ziarah ini disumbangkan untuk pendidikan calon Imam Serikat Jesus. Selama 14 hari, 66 peziarah yang datang dari Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Muntilan, Pontianak, dan berbagai kota lainnya menyusuri tempat-tempat bersejarah yang membentuk spiritualitas Ignasian.

 

Belajar Kerendahan Hati di Montserrat dan Manresa

Perjalanan ziarah dimulai dari Barcelona, berlanjut ke Montserrat. Di sinilah kami terdiam, teringat kisah Ignatius yang menanggalkan manusia lamanya dengan meletakkan pedang dan kebanggaannya di depan Bunda Maria. Langkah sederhana itu penuh keberanian dan kerendahan hati. Keheningan yang sama terasa di The Sanctuary of the Cave of Saint Ignatius di Manresa. Di sana, hati kami tersentuh. Dalam keheningan itu, kami menyadari betapa seringnya kita bergumul untuk melepaskan hal-hal duniawi: keinginan untuk dihargai, rasa nyaman, dan takut kehilangan. Melepaskannya memang tidak mudah, tetapi di Manresa kami merasakan Tuhan menanti dengan sabar siapa pun yang mau kembali dengan hati tulus.

 

Kunjungan ke Hospital of la Magdalena, tempat Ignatius merawat orang sakit, semakin mengajarkan kerendahan hati. Dari seorang kesatria gagah, ia rela turun tangan melayani. Kami pun tersadar: betapa seringnya pelayanan kami masih diwarnai keinginan untuk dilihat, diakui, atau bahkan mengharapkan balasan. Ignatius mengajarkan untuk melayani dengan tulus, tanpa mencari pengakuan.

 

Para peserta berdoa di Camerette di Sant’Ignazio di Loyola. (Dokumentasi: Penulis)

 

Tuhan dalam Kesederhanaan di Loyola

Di Loyola, tempat kelahiran Ignatius, kami tersentuh melihat bagaimana Tuhan bekerja justru melalui kelemahan. Di kamar kecil tempat ia dirawat karena lukanya, hati sang kesatria yang haus pujian itu justru mulai berubah dan belajar mencari kehendak Tuhan. Kami pun diingatkan: seringkali melalui rasa sakit dan masa sulit, Tuhan sedang mengajarkan sesuatu yang baru.

 

Saat teringat pencerahan Ignatius di Sungai Cardoner, kami sadar bahwa Tuhan lebih sering berbicara dalam keheningan dan kesederhanaan. Dunia mungkin ramai dan menggoda, tetapi hati yang tenang dan tulus akan selalu menemukan-Nya.

 

Harga yang Tak Ternilai

Jujur, saat pertama kali melihat brosur ziarah ini, kami sempat berpikir, “Wah, mahal juga ya.” Keluarga dan teman-teman pun berkomentar serupa. Namun, setelah menjalaninya, kami sadar bahwa harganya sepadan. Setiap tempat, doa, dan pertemuan selama perjalanan menjadi pengalaman berharga yang tak tergantikan. Kami pulang bukan hanya membawa foto dan kenangan, tetapi hati yang lebih tenang dan penuh syukur. Lebih dari itu, kami mendapatkan persahabatan dan keluarga baru, sesuatu yang nilainya tak terukur dengan uang. Ziarah ini bukan hanya inspiratif, tetapi juga mengikat banyak hati dalam ikatan persaudaraan yang saling menguatkan iman dan kasih.

 

Suasana sukacita para peserta di bus. (Dokumentasi: Penulis)

 

Iman yang Terus Dibangun Hingga di Roma

Perjalanan berlanjut ke Lourdes dan puncaknya di Roma, tempat kami melewati Porta Sancta dan mengunjungi empat pintu suci. Kami takjub melihat kemegahan basilika-basilika dan merasa begitu kecil di hadapan sejarah iman yang agung. Bangunan-bangunan Basilika yang kokoh itu mengingatkan kami bahwa karya Tuhan dibangun dalam proses panjang penuh kesabaran dan ketekunan. Iman kita pun demikian. Ia tumbuh dan kokoh bukan dalam sekejap, tetapi bila dijalani dengan hati yang setia. Di Roma, kami sadar bahwa kita, dengan segala kekecilan kita, dipanggil untuk menjadi bagian dari sejarah besar Gereja ini, dengan langkah sederhana, hati yang mau dibentuk, dan semangat Ignatius untuk menemukan Tuhan dalam segala hal.

 

Kontributor: Maria Noverita dan P. Windar Santoso, S.J.

More
articles