Kaul Akhir
Jumat, 15 Agustus 2025, pada Pesta Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, merupakan hari yang penuh syukur bagi Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Terdapat tujuh Pater Jesuit yang mengucapkan kaul akhir. Ketujuh Pater tersebut adalah Pater Thomas Septi Widhiyudana, S.J., Pater Christoforus Bayu Risanto, S.J., Pater Peter Benedicto Devantara, S.J., Pater Bernadus Dirgaprimawan, S.J., Pater Agustinus Winaryanta, S.J., Pater Alexander Koko Siswijayanto, S.J., dan Pater Christoforus Christiono Puspo, S.J. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Provincial, Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Perayaan Ekaristi dihadiri oleh keluarga ketujuh kaules, umat, serta para Jesuit dari berbagai komunitas. Perayaan Ekaristi kaul akhir tersebut, juga ditayangkan secara live streaming di kanal Youtube Jesuit Indonesia.
Dalam homili yang disampaikan oleh Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., umat diajak untuk melihat kembali sebuah momen penting dalam sejarah Gereja, yakni reformasi yang digagas oleh Paus Gregorius VII. Reformasi yang dikenal sebagai Reformasi Gregorian tersebut merupakan suatu upaya untuk membebaskan Gereja dari cengkeraman kekuasaan duniawi para raja. Di balik langkah-langkah keras dan strategis itu, tersimpan satu hal yang mendasar, yaitu upaya untuk menghidupi kekudusan. Bentuk konkret kekudusan yang dihidupi oleh Paus Gregorius VII yaitu suatu perjuangan untuk menjaga kemurnian Gereja sebagai Tubuh Kristus. Berangkat dari refleksi historis ini, Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J., kemudian menuntun perhatian umat, secara khusus para kaules; kepada makna Kaul Akhir dalam Serikat Jesus. Kaul ini bukan sekadar pernyataan pribadi, melainkan pengakuan dari Serikat bahwa seseorang telah diterima secara penuh sebagai anggota dalam tubuh Serikat Jesus. Dengan diterimanya seseorang secara penuh, ia tak hanya dipersatukan secara spiritual dan struktural, tetapi juga secara misi: terlibat aktif dalam membentuk wajah Serikat Jesus Universal.
Para kaules diundang untuk menghidupi kekudusan secara nyata, seperti yang dilakukan oleh Paus Gregorius VII; namun dalam konteks zaman serta medan perutusan mereka masing-masing. Kekudusan tersebut tidak bersifat abstrak, tetapi tampak nyata dalam cara mereka berpikir, berkata, dan bertindak. Semua ini dijalani dalam semangat Latihan Rohani dan Konstitusi Serikat Jesus, yang menjadi dasar pijakan hidup dan pelayanan setiap Jesuit.
Pater Benedictus Hari Juliawan, S.J. menambahkan, bahwa kehadiran mereka dalam Serikat merupakan suatu anugerah, sekaligus tanggung jawab. Serikat akan menerima warna baru lewat hidup dan kesaksian mereka. Namun, hal ini juga munculkan pertanyaan reflektif yang tajam: “Apakah Serikat menjadi semakin berwarna karena kehadiran mereka, atau justru menjadi pucat?”
Pertanyaan tersebut bukan sekadar retorika, melainkan undangan untuk terus memperbarui diri sebab Kaul Akhir bukanlah garis akhir melainkan awal baru dalam keterlibatan total untuk misi Allah melalui Serikat Jesus. Seperti para kudus yang telah lebih dahulu berjuang, para Jesuit yang berkaul akhir hari ini dipanggil untuk menghidupi kekudusan itu dengan sepenuh hati dan segenap hidup mereka.

Di penghujung Ekaristi, Pater Alexander Koko Siswijayanto, S.J., mewakili ketujuh kaules memberikan sambutan. Dalam sambutannya, ia mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak pantas untuk mengucapkan Kaul Akhir. Namun justru dalam ketidaksempurnaan itulah, mereka merasakan rahmat Allah yang bekerja secara nyata dalam hidup mereka; rahmat yang menopang, membentuk, dan menuntun mereka hingga hari pengucapan kaul akhir dalam Serikat Jesus.
Mereka bersyukur atas penyertaan Tuhan yang tak pernah berhenti, serta berterima kasih atas dukungan dari para formator, rekan-rekan seperjalanan, keluarga, dan umat yang telah menjadi bagian dari proses formasi mereka. Kaul Akhir, bagi mereka bukanlah puncak pencapaian, tetapi penegasan akan kesediaan untuk terus dibentuk, dan diutus. Pater Koko memohon doa agar beliau, dan rekan-rekannya dapat menghidupi panggilan sebagai Jesuit dengan kesetiaan dan kerendahan hati.
Kontributor: Sch. Ignatius Dio Ernanda Johandika, S.J.