capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Gedangan dalam Langkah dan Cerita

Date

Amazing Race:

Salam hangat, saya Lusia dari OMK Gedangan. Mungkin Anda masih ingat, di edisi sebelumnya saya menulis tentang Gereja Gedangan. Kali ini, saya kembali tetapi dengan cerita berbeda meski masih dari tempat yang sama. Semoga pembaca belum lupa dengan cerita saya sebagai pemandu Jelajah Gedangan pada Internos Agustus lalu.

 

Masih seputar Perayaan 150 Tahun Gedung Gereja Gedangan, bulan lalu saya dan beberapa teman, beberapa dewan paroki, Pater Cahyo Christanto dan Pater Mathando (Dodo), sedang mempersiapkan acara jalan sehat sambil menelusuri kembali sejarah gereja kami tercinta. Jalan sehat dipilih bukan hanya untuk menyehatkan tubuh, tapi juga untuk mengenang perjalanan iman. Acara ini diberi nama “Amazing Race.” Kegiatan kali ini menggabungkan olahraga, pengenalan sejarah Gedangan, dan persaudaraan antarumat. Kali ini saya terlibat dalam sie acara, membantu membuat soal untuk tiap pos perhentian dan juga membuat buku panduan yang nantinya digunakan umat untuk mengerjakan tantangan di tiap pos perhentian.

 

Umat diajak berjalan melalui rute berbeda dan nantinya di setiap rute ada beberapa pos perhentian yang berisi permainan yang berkaitan dengan sejarah Gereja Gedangan. Dengan cara ini, sejarah tidak hanya dibaca, tetapi sungguh dialami dan dirasakan oleh setiap orang yang terlibat, entah sebagai panitia atau peserta.

 

Setiap pos menghadirkan pengalaman berbeda. Ada pos “Pecahkan Kodenya!” Di pos ini, disediakan soal-soal yang ditulis dalam bentuk sandi Morse, yang sekilas mungkin mengingatkan kita pada kegiatan Pramuka. Namun sebenarnya, pos ini bertujuan mengajak peserta merenungkan cara berkomunikasi, sekaligus menyadari bahwa iman dapat diteruskan dalam berbagai bahasa. Ada pos “Tentukan Kebenarannya!”, di mana peserta diajak untuk lebih teliti dalam memahami dan mengingat sejarah serta iman. Lalu, ada pos “Isi Teka-Tekinya!”, di mana peserta diminta mengisi TTS dengan tujuan mengenal kembali perjalanan sejarah secara menyenangkan, sekaligus merasa tertantang untuk menyelesaikannya.

 

Tak kalah menarik, ada pos “Susun Agar Utuh!” Di pos ini, peserta diminta menyusun puzzle yang menampilkan foto Gereja Gedangan dari tahun 1900-an. Melalui potongan-potongan kecil itu, peserta diajak merenungkan bahwa sejarah Gereja dan umat bagaikan kepingan yang, bila disatukan, membentuk gambaran indah karya Allah. Terakhir, ada pos “Siapakah Saya?”, di mana peserta harus menebak sosok dari potongan gambar yang tersedia. Permainan sederhana ini menjadi kesempatan untuk mengenang kembali tokoh-tokoh yang pernah berkarya di Gedangan, sekaligus melatih ketelitian dan menghidupkan ingatan akan sejarah komunitas.

 

Semuanya sudah siap, rancangan acara sudah beres, hadiah sudah tersedia, semua panitia yang terlibat sudah tahu tugasnya masing-masing. Technical Meeting pun tinggal menghitung hari. Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, acara ini dapat tersusun dan siap untuk dilaksanakan. Umat juga nampak antusias, sudah membuat yel-yel untuk tiap tim, dan menyiapkan pakaian terbaik. Bayangan suasana akan hari itu sudah ada di kepala, yaitu peserta jalan beramai-ramai, pos perhentian yang penuh dengan tawa, beberapa panitia yang sibuk lari kesana-kemari memastikan semuanya berjalan lancar. Sungguh, momen itu bukan sekadar acara jalan sehat namun juga wujud kebersamaan umat Gedangan.

 

Namun, rencana indah ini harus tertahan sejenak. Pada akhir Agustus hingga awal September 2025, suasana Indonesia tengah memanas. Aksi demonstrasi besar pertama kali muncul di Jakarta, lalu gaungnya terasa ke banyak kota, termasuk Semarang. Massa memenuhi jalan, beberapa titik kota jadi ruang menyuarakan tuntutan. Tidak sedikit juga rencana publik yang terdampak. Kawasan Kota Lama pun jadi salah satunya.

 

Bulan September ini sebenarnya dipenuhi dengan berbagai acara budaya yang menarik. Namun, demi keamanan bersama, beberapa di antaranya harus ditunda—bahkan ada yang dibatalkan. Keadaan ini juga dirasakan di Gedangan, di mana kegiatan Amazing Race terpaksa harus ditunda. Tentu saja banyak umat merasa kecewa; tak sedikit yang kesal karena sudah mempersiapkan diri—ini dan itu—untuk mengikuti kegiatan tersebut. Namun menjelang hari-H, yang datang justru kabar penundaan acara. Jika saya berada di posisi mereka, saya pun mungkin akan kecewa dan kesal.

 

Tapi bagaimanapun juga, keselamatan bersama lebih utama daripada semarak acara yang, dalam situasi seperti ini, memang sebaiknya ditunda. Meski harus ditunda, makna rohaninya tetap utuh.

 

Sebagai panitia, saya juga merasa sedikit kecewa dengan penundaan ini. Namun di saat yang sama saya juga merasa tenang. Sejujurnya, saya sempat khawatir, jika kondisi belum aman, bisa saja hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Saya rasa itu lebih buruk daripada penundaan Amazing Race sendiri. Setidaknya, acara yang telah dipersiapkan ini masih bisa dilaksanakan di waktu mendatang.

 

Jalan sehat ini tetap menjadi simbol perjalanan iman bersama. Sejarah Gereja Gedangan tidak hanya ada di buku, tetapi hidup dalam langkah umat yang terus berjalan. Meski kadang perjalanan tertahan oleh situasi zaman, namun penundaan ini bukanlah akhir melainkan jeda untuk menyiapkan hati. Kegiatan ini kelak akan tetap mengajak umat lebih mengenal sejarah, lebih mencintai Gereja, dan lebih bersatu. Mengutip semangat Ignatian, kita dapat menemukan Allah dalam segala hal, termasuk dalam rencana yang belum sempat terlaksana.

 

Kontributor: Lusia Pamungkas – Gedangan Muda

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *