Daerah Istimewa Yogyakarta kerap dinilai sebagai kota sejuta kenangan. Kota pelajar yang menyimpan sejarah memukau, daerah dengan wisata indah, dan kuliner nikmat. Banyak orang pergi ke Yogyakarta menimba ilmu atau sekadar rehat menikmati liburan. Saya bersyukur karena Kongregasi SCJ sedari awal memilih daerah ini menjadi tempat belajar para frater dan bruder SCJ. Bagi saya, tugas belajar dari kongregasi tidak hanya belajar formal di fakultas teologi melainkan juga belajar berbagai hal. Kuliah di jurusan Filsafat Keilahian membuat saya belajar konsep-konsep Ketuhanan, dari perspektif para teolog dan filsuf, Kitab Suci, dan dokumen-dokumen Gereja. Satu hal membuat saya kagum di fakultas ini, teologi kontekstual memperoleh penekanan serius. Semua mahasiswa diundang mewujudkan gagasan ke realita zaman. Pengalaman pengabdian sosial (pengabsos) di Realino SPM menjadi salah satu upaya mewujudkan teologi yang saya pelajari. Realino SPM merupakan salah satu pengalaman indah berteologi secara nyata. Saya akui tujuan awal bergabung di Realino SPM adalah memenuhi syarat studi. Kami menyiapkan banyak hal untuk proses mengajar, namun tidak semua dapat digunakan begitu saja. Kerap kali semua itu idealisme sebagai pendidik. Nyatanya, saya tidak hanya menjadi pengajar tetapi lebih banyak belajar dari masyarakat yang saya jumpai.
Realino SPM adalah ruang perjumpaan. Lembaga ini menyediakan kesempatan melibatkan diri ke kenyataan, jarang terjamah, sekaligus mengembangkan kepedulian sosial. Seperti halnya, pendiri Kongregasi SCJ, Pater Leo Yohanes Dehon, SCJ sejak awal pun memiliki kepedulian sosial sangat besar. Pada masa revolusi Prancis, Pater Dehon dengan berani melawan kaum borjuis yang sembarangan mempekerjakan anak-anak di bawah umur dan memberikan gaji kecil pada buruh pabrik. Fokus Pater Dehon adalah memperjuangkan keadilan di masyarakat. Saat saya merefleksikan pengalaman pengabsos dan konsentrasi Pater Dehon, saya mengingat gagasan Gilles Deleuze, filsuf Perancis. Gagasannya yang terkenal adalah konsep rhizome, tentang kesetaraan, kebebasan, transformasi dinamis, dan keterhubungan. Semangat Pater Dehon dan Gilles Deleuze senada dengan perjuangan Realino SPM dan teman-teman volunteer. Suasana itu membuat saya bangga bergabung dalam komunitas volunteer.
Pengabdian sosial di Realino SPM saya awali dengan satu nasihat rohani: “Kalau seseorang berkata, ‘aku mengasihi Allah’, tetapi membenci saudaranya, berarti dia berbohong. Orang yang tidak mengasihi sesama manusia yang kelihatan, tidak mungkin bisa mengasihi Allah yang tidak kelihatan.” (1 Yohanes 4:20). Saya sudah merefleksikan ayat ini lama dalam perjalanan panggilan membiara. Gemanya begitu terasa ketika benar-benar terjun di masyarakat. Perjumpaan dengan adik-adik Komunitas Belajar Realino (KBR) mengajarkan saya menghidupi kasih kepada Allah lewat sesama. Setelah satu tahun berkegiatan di KBR Jombor dan Bongsuwung, saya tersadar bahwa lebih banyak diberi hal baru daripada memberi. Adik-adik KBR mengajarkan tentang arti hidup. Anak-anak dan keluarga mereka di sana tidak pernah pusing memikirkan definisi makna kehidupan, namun mereka berpeluh memperjuangkan hidup. Mereka tidak pernah memilih terlahir dalam kondisi keluarga tertentu, tetapi mereka memilih memperjuangkan hidup yang mereka miliki dengan sekuat tenaga.
Saya terhenyak ketika melihat alat kontrasepsi seksual dijual di warung-warung kecil secara bebas terbuka. Pengalaman pertama di sana memberikan banyak tanya, bahkan sempat ‘merendahkan hidup’ orang-orang yang tinggal. Dalam perjalanan waktu, saya menyesal. Hidup mereka bukan lagi mengenai benar atau salah, melainkan mengenai berjuang bertahan hidup. Realino SPM hadir di tengah-tengah realita itu. Saya banyak belajar dari semangat para pendamping dan volunteer lainnya. Mereka gigih ikut memperjuangkan hidup masyarakat dan anak-anak miskin di sana. Anak-anak ditemani dan dibantu belajar membuka pandangan tentang pendidikan dan hidup yang lebih baik. Realino SPM mendampingi mereka lewat pengetahuan, baik itu seputar pelajaran formal, nilai-nilai di masyarakat, maupun sopan-santun sederhana.
Tentu ada suka-duka berkegiatan. Setiap perjumpaan memiliki lelah dan kebahagiaannya. Saya bersyukur atas pengalaman penuh berkat. Pengalaman tak terlupakan adalah momen menjemput beberapa anak yang tidak hadir di KBR. Pada suatu hari, jumlah adik-adik di ruang belajar hanya sedikit. Inilah spesialnya menjadi volunteer Realino SPM, kami tidak hanya mengajar melainkan juga menjadi teman, mencari dan berkunjung ke keluarga mereka. Saya dan beberapa volunteer menjemput ke rumah-rumah mereka. Dengan cara itu, mereka mau datang ke balai tempat belajar bersama. Saat menjemput, saya terkejut. Hari itu, saya bisa menyaksikan langsung keadaan tempat tinggal mereka. Mereka berada di lingkungan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Rumah mereka seadanya. Saya baru sadar celotehan kebenaran salah satu anak yang awalnya saya anggap candaan belaka. Katanya, “Boro-boro hiasan dinding mas, rumah aja dari kardus!” Saat berkunjung ke rumah mereka, kalimat adik itu saya lihat wujudnya di depan mata. Saya tersadar karena datang dan melihat. Sejak hari itu, saya mulai belajar lebih lagi merenungkan: “Apa itu hidup?”
Pengalaman terlibat di komunitas Realino SPM adalah berkat tersendiri buat saya. Saya mengalami perjumpaan transformatif. Saya tambah mengenal banyak saudara dari berbagai sudut Indonesia. Secara sederhana, saya terlibat menyulam mimpi dan harapan adik-adik di Bongsuwung dan Jombor demi memiliki masa depan lebih baik. Lebih dalam lagi, saya semakin yakin dan diteguhkan bahwa Allah sungguh nyata hadir bagi mereka yang miskin, menderita, dan putus asa.
Kontributor: Fr. Marcelinus Wahyu Setyo Aji, SCJ – volunteer Realino 2023/2024