Bruder Jesuit:
“Ada lima imam diculik pada awal hingga pertengahan tahun 2000-an di Semenanjung Selatan Kota Zamboanga. Mereka adalah Pater Luciano Benedetti, Pater Giuseppe Pierantoni, Pater Giancarlo Bossi, Pater Michael Sinnott, dan Pater Rolando Del Torchio. Mereka diculik oleh Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf demi mendapatkan tebusan uang sebagai ganti pembebasan.”
Zamboanga: Kota dengan Dua Wajah
Kisah pilu ini menjadi pintu masuk saya untuk memahami Zamboanga. Pada 23-28 Oktober 2025, saya dan Bruder Yohanes Sarju, S.J. diutus Provinsial untuk menghadiri JCAP Brothers Circle Meeting, pertemuan para Bruder Jesuit se-Asia Pasifik, di Ateneo de Zamboanga University, Filipina. Di balik wajah kota pesisir yang rapi dengan nuansa khas Spanyol dan devosi kepada Santa Perawan Maria dari Fort Pilar, tersimpan luka sejarah kolonialisme dan konflik yang masih membekas. Fort Pilar sendiri, benteng peninggalan kolonial Spanyol abad ke-17, kini menjadi museum dan saksi bisu kejahatan kemanusiaan masa lalu.
Luka itu masih nyata. Di tengah hembusan angin laut yang sepoi, kami, dua belas Bruder Jesuit, harus dikawal oleh enam anggota Presidential Security Command (semacam Paspampres Filipina) dan sepuluh pasukan elite militer. Keamanan ketat ini menyertai kami bahkan saat berkunjung ke Pulau Basilan. Tata kota yang indah ternyata menyimpan kenangan getir yang mengharuskan kami berada dalam pengawalan ketat.
Sukacita di Bawah Pengawalan
Bagaimana reaksi kami? Di tengah protokol layanan tamu kenegaraan itu, kami justru merasa rileks, penuh sukacita, dan saling menguatkan. Fokus pertemuan kami adalah merenungkan panggilan Bruder Jesuit sebagai agen pengharapan.

Pater Ernald, S.J., President of Ateneo de Zamboanga University, menjadi pembimbing rohani kami. Ia mengingatkan bahwa Jesuit adalah peziarah pengharapan. Ia mengutip Yohanes 1:14, “Sabda itu menjadi daging dan tinggal di antara kita” (The Word Pitched His Tent Among Us).
Pater Ernald memperkenalkan dua konsep kunci dari kosakata Tagalog: “Kuya” dan “Utol”
- “Kuya” melambangkan tanggung jawab dan kepercayaan dalam ikatan keluarga, di mana yang lebih dewasa memberikan bimbingan dan menciptakan lingkungan untuk bertumbuh.
- “Utol” menekankan kekeluargaan dan asal-usul yang sama (shared origin and kinship), yang bermakna bahwa kita semua berasal dari satu pohon keluarga yang sama. Hal ini yang memupuk solidaritas, kolaborasi, rasa memiliki, dan akhirnya, pengharapan.
Melalui kisahnya ditemani Bruder Jim, S.J. selama Retret 30 Hari, Pater Ernald menyimpulkan dua keutamaan Bruder Jesuit. Pertama, menemani orang lain untuk terhubung dengan diri, sesama, dan Tuhan. Kedua, hadir sepenuhnya, bukan hanya melihat tetapi sungguh-sungguh mendengarkan.
“Perutusan Gereja dan Serikat Jesus,” tegasnya, “dimulai bukan dengan otoritas, melainkan dengan rasa memiliki (mission begins not with authority, but belonging).” Ia mengajak kami menjadi prophecy of simplicity, nabi kesederhanaan yang membuka pintu optimisme dan pengharapan.

Membedakan Panggilan di Tengah Kolaborasi
Sebagai agen pengharapan, kami juga diajak berefleksi oleh Bruder Raymund Bellezza, S.J., anggota Komisi Internasional Bruder Jesuit. Dalam karya dan misi Serikat Jesus kini, makin banyak awam yang terlibat, termasuk yang bukan Jesuit, bahkan yang bukan Katolik atau tidak beragama. Karisma misi Serikat Jesus tidak hanya “berinkarnasi” dalam diri Jesuit, tetapi juga dalam para kolaborator.
Lalu, apa yang membedakan Bruder Jesuit dengan para rekan awam yang hebat ini? Pertanyaan inilah yang menjadi bahan percakapan rohani kami. Di area frontier seperti Zamboanga, Jesuit hadir dan melayani. Identitas kejesuitan adalah berada dalam perutusan, menemani orang lain untuk terhubung dan memiliki kesatuan hati dan budi. Dari sini, mungkin kita mendapat secercah jawaban: Bruder Jesuit diutus menjadi gembala yang “berbau domba,” membantu Sang Gembala Utama agar domba-domba-Nya, yang berjalan di lembah kekelaman, tidak merasa takut karena Tuhan menyertai.
Singkatnya, para Jesuit menghadirkan keutamaan “Kuya” dan “Utol”. Yang membedakan adalah rasa aman dan percaya yang tumbuh dalam diri para kolaborator, serta dorongan dalam hati mereka untuk turut menjadi gembala (Alter Christi) bersama para Jesuit. Ini bukan soal otoritas, melainkan soal saling memiliki dalam satu misi yang sama di dalam Kristus.
Kontributor: F. Nicolaus David Kristianto, S.J.


