Pilgrims of Christ’s Mission

Pelatihan Fasilitator untuk Discernment Bersama

Date

Ignite The Way:

Gereja universal sedang berjalan dalam sebuah perjalanan sinodal, sebuah proses “berjalan bersama” yang mengajak seluruh umat untuk terlibat secara lebih inklusif dan partisipatif. Dokumen akhir Sinode tentang Sinodalitas menekankan pentingnya “pertobatan sinodal” yang membawa transformasi dalam cara kita berelasi, berdoa, dan mengambil keputusan. Pada intinya, Gereja kembali dipanggil untuk menjadi ruang dialog dan mendengarkan, terutama bagi mereka yang berada di pinggiran, sambil membangun jembatan dengan umat beragama lain serta merawat seluruh ciptaan. Untuk mewujudkan visi ini, dibutuhkan lebih dari sekadar wacana. Gereja memerlukan alat dan metode yang konkret. Di sinilah “discernment bersama,” sebuah karunia warisan spiritual Ignasian, menjadi sangat relevan. Discernment bersama adalah proses membedakan kehendak Allah secara komunal dalam doa, dialog, dan keterbukaan pada Roh Kudus.

 

Sebuah Inisiatif Global untuk Gereja Lokal

Menanggapi panggilan Gereja universal ini, Serikat Jesus meluncurkan sebuah proyek internasional bertajuk “Ignite the Way: Pelatihan Fasilitator untuk Discernment Bersama”. Proyek yang dipimpin oleh Pater John Dardis, S.J. dan dibantu oleh Pater Joseph Cardozo, S.J. dari Provinsi Goa ini dirancang dalam tiga tahap: awal (2025), berbagi (2026-2027), dan peneguhan (2028+).

 

Sebagai dasar proyek ini, Pater Jenderal Arturo Sosa, S.J., menegaskan, “Ini adalah proyek yang berakar pada Konsili Vatikan II… Visi tersebut adalah Gereja sinodal, yaitu Gereja yang berjalan bersama, rendah hati, dan berziarah.” Dengan kata lain, proyek ini ingin menghidupkan kembali visi Gereja yang penuh persaudaraan dan membumi, yang bekerja sama membawa pembebasan, rekonsiliasi, dan keadilan bagi dunia yang terluka.

 

Sambutan hangat anak-anak dalam kunjungan Pater Jendral ke Provinsi Madagaskar. (Dokumentasi: Jesuit.​Media ​|​ ​General ​Curia ​Communications ​Office)

 

Sebagai puncak dari tahap awal, pada 23 November hingga 3 Desember 2025, sebanyak 97 orang yang terdiri dari Jesuit, awam, biarawan/wati, dan imam diosesan akan berkumpul dalam sebuah kolokium di Salamanca, Spanyol. Pertemuan ini bukan sekadar pelatihan biasa, melainkan sebuah kolaborasi global untuk menyiapkan pelatih (trainer of facilitators) discernment bersama.

 

Tujuan Kolokium: Dari Keterampilan hingga Jaringan

Pertemuan di Salamanca dirancang sebagai sebuah kolokium, sebuah pertemuan untuk berbagi dan belajar. Tujuannya adalah:

  • Mengembangkan Keterampilan: Melatih peserta menjadi fasilitator discernment bersama yang andal.
  • Mendalami Spiritualitas: Mengeksplorasi aturan discernment St. Ignatius Loyola yang diterapkan dalam kelompok.
  • Menyepakati Kurikulum: Menciptakan sebuah kurikulum inti yang dapat diterapkan di berbagai budaya dan konteks.
  • Membangun Jaringan: Menghubungkan berbagai inisiatif sinodal yang sudah ada agar dapat saling mendukung.

Melalui sesi interaktif, refleksi hening, percakapan rohani, dan berbagi pengalaman, peserta akan mendalami baik teori maupun praktik memfasilitasi sebuah kelompok untuk mendengarkan suara Tuhan bersama-sama.

 

Sebuah Batu yang Dilempar, Gelombang yang Menyebar

Pada akhirnya, tujuan utama kolokium ini adalah melahirkan tim inti yang dapat melatih fasilitator-fasilitator baru di tingkat regional, baik di dalam Serikat Jesus maupun untuk Gereja universal. Proyek ini bukan milik Jesuit semata, melainkan sebuah sumbangan bagi seluruh Gereja, termasuk untuk keuskupan, paroki, kongregasi religius, dan organisasi awam.

 

Anak-anak komunitas nelayan di Pudupettai mengikuti terapi seni dengan menggambar kesan mereka tentang peristiwa Tsunami yang difasilitasi oleh Pater Stephen Martin, S.J., dari Jesuit Tsunami Service yang berbasis di Tamil Nadu. (Dokumentasi : Jesuit.​Media ​|​ ​General ​Curia ​Communications ​Office)

 

Bagi Pater Joseph Cardozo, S.J., yang terlibat langsung sebagai Asisten Manajer Proyek, menjadi bagian dari inisiatif ini adalah sebuah kehormatan dan inspirasi. “Bertemu dengan berbagai peserta secara daring dan mendengarkan kisah kegembiraan, kesedihan, dan impian mereka telah menjadi motivasi bagi saya. Saat ini, kita sedang membangun sebuah gerakan,” ungkapnya. 

 

Ia meyakini bahwa dalam dunia di mana percakapan publik seringkali terpecah dan penuh dengan kebisingan, Gereja justru memiliki alternatif: sebuah sikap mendengarkan dengan rendah hati dan penuh doa. “Saya yakin Gereja dan cara Injil memiliki begitu banyak hal untuk ditawarkan,” tambahnya.

 

Kolokium ini diibaratkan seperti sebuah batu yang dilemparkan ke danau. Dampak riaknya diharapkan akan menyebar ke seluruh benua dan budaya. Setiap peserta yang pulang ke tempat asalnya nanti diharapkan dapat menjadi agen perubahan. Mereka diharapkan siap memantik jalan dan mentransformasi budaya dalam kelompok masyarakat, organisasi, dan Gereja lokal mereka, menuju sebuah persekutuan yang lebih sinodal dan bersaudara.

 

 

Kontributor: P. Septian Marhenanto, S.J. dan Ha Wahyaka

Diadaptasi dari tulisan P. Joseph Cardozo, S.J.

More
articles