capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Rajutan Kisah Syukur Pemberian Diri

Date

Tiga tahun sudah saya melangkah di Yogyakarta. Dalam rentang waktu itu, berbagai perjumpaan dan perpisahan seringkali saya alami. Banyak pengalaman luar biasa yang mungkin tak semua orang berkesempatan mengalaminya. Saya percaya semuanya telah dirancang Tuhan untuk saya syukuri sebagai berkat-Nya dalam perjalanan hidup saya. Sejak langkah pertama ketika tiba di Yogyakarta hingga akhirnya dipertemukan dengan sebuah komunitas yang menghangatkan hati, saya merasakan semuanya seolah-olah sudah dipersiapkan-Nya bagi saya.

 

Perjalanan dimulai saat saya memasuki bangku perkuliahan. Saya punya banyak sekali kekhawatiran saat memasuki universitas swasta milik Serikat Jesus. Apakah saya dapat menemukan teman? Apakah saya bisa berkembang nantinya, berelasi dengan orang-orang di sekitar saya? Ataukah saya hanya akan menjadi pribadi tertutup seperti sebelumnya? Perlahan-lahan kekhawatiran tersebut mulai terjawab saat saya datang mendaftarkan diri sebagai relawan di Komunitas Realino.

 

Hari itu tepat 14 Februari 2023, pertama kali saya menapakkan kaki di area bangunan tua di Jalan Mataram No. 66, Yogyakarta. Saya masih mengingat persis suasananya. Panas terik menyengat di luar ruangan, namun saya disambut hangat senyuman orang-orang Realino. Ini perjumpaan dan interaksi awal saya dengan Realino. Saya catat pula di sana ada Polo, anjing menggemaskan ramah menyapa setiap calon relawan. Berbekal kepercayaan diri meskipun masih ada ketakutan memenuhi kepala, saya berani melangkah sendiri menyusuri tempat baru itu.

 

Ternyata langkah-langkah saya selanjutnya tidak lagi sendiri, melainkan bersama mereka, teman-teman di Komunitas Realino. Bersama sahabat-sahabat di Realino, saya berdinamika dengan anak-anak serta warga di Bongsuwung dan Jombor. Kami berkesempatan menyusuri jalan-jalan sempit dan berkelok-kelok di Yogyakarta dan Jawa Tengah sewaktu melakukan survey beasiswa pendidikan. Sesekali kami menyempatkan diri pergi mencoba aneka kuliner Yogyakarta yang selalu saja menawarkan santapan istimewa.

 

Bongsuwung dan Jombor adalah dua tempat yang akan terus saya ingat dalam hati. Walaupun Bongsuwung tidak lagi bisa saya kunjungi karena penggusuran, kedua tempat itu meninggalkan kesan mendalam. Dua komunitas pinggiran ini telah mengajarkan banyak hal pada saya. Kami sebagai Volunteer Realino selalu disambut anak-anak dan warga sekitar saat datang ke sana. Celotehan dan curhatan anak-anak selalu unik dan menggembirakan untuk didengarkan. Tak jarang tingkah laku mereka membuat saya mengeraskan suara dan menepuk jidat. Meskipun demikian, justru polah mereka itu membuat saya tidak sabar bertemu dengan mereka tiap minggunya.

 

Ada teman saya bertanya, apa gunanya mengajarkan pendidikan non-formal kepada mereka di tiap akhir pekan? Bukannya mereka juga mendapatkannya di sekolah? Saya hening. Kemudian, saya menemukan jawabannya saat seorang anak penuh semangat bercerita kepada saya dan rekan volunteer tentang keseharian dan pengalamannya. Mungkin mereka mendapatkan pelajaran di sekolah, namun ada nilai tambah yang membuat kami berbeda. Saya datang tidak hanya membawakan materi melainkan juga sungguh hadir menemani dan mendengarkan anak-anak di Bongsuwung dan Jombor ini.

 

Pengalaman berkesan lain sebagai Volunteer Realino adalah kesempatan kunjungan rumah saat survey beasiswa pendidikan. Saya menyusuri jalan berliku di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sisi paling menarik adalah menemukan bahwa diri saya senang bertemu orang-orang baru dan mendengarkan cerita serta latar belakang mereka. Setiap keluarga memiliki cerita perjuangan masing-masing dan saya bersyukur boleh jadi bagian kecil dari perjalanan mereka. Saya menemukan berbagai kisah keluarga yang membuat saya banyak belajar. Semakin seru saat kami saling berbagi momen survey yang kami lakukan. Ada banyak hal yang membuat kami tertegun, merenung, dan sadar tentang arti kehadiran dan mendengarkan sesama yang membutuhkan.

 

Terakhir, pengalaman saya diberi kepercayaan dalam Komunitas Realino menjadi sesuatu yang sama sekali tidak terduga. Seorang Nares berusia tujuh belas tahun tentu tak pernah membayangkan bahwa setahun kemudian ia akan dipercaya menjadi koordinator sebuah komunitas volunteer. Saya belajar banyak: mengoordinasi relawan, mengelola media sosial, dan mendampingi rangkaian kegiatan Komunitas Belajar Realino di Bongsuwung dan Jombor. Semua ini menjadi pengalaman baru—hadir, mendengarkan sesama volunteer, serta tumbuh bersama mereka.

 

Realino menolong saya untuk berani menimbang pilihan dan mengambil keputusan. Saya ingat kata seorang teman, “Nares lagi mengepakkan sayapnya.” Dari pelbagai pengalaman di Realino, terjawablah pergumulan saya di awal. Ah, ternyata ini yang menghantar saya menuntut ilmu di Yogyakarta dan di universitas swasta Jesuit tanpa membayar sepeserpun. Kemudian saya belajar mengabdikan diri sebagai ungkapan syukur, ucapan terima kasih kepada Dia yang telah membawa saya jauh sampai di rumah ini: Realino. Saya tidak akan pernah menarik refleksi yang pernah saya bagikan dulu di awal perjalanan, bahwa Realino adalah Rumah untuk Kembali. Malahan saya semakin diteguhkan dan bersyukur. Izinkan saya mengutip salah satu bagian lirik lagu Sal Priadi:

 

“Kamu boleh namai itu rumah,
Selama ada mereka yang kamu cinta di dalamnya”

 

Terima kasih Realino sudah memberikan pengalaman luar biasa dan menghadirkan orang-orang yang akan selalu saya cintai di dalamnya.

 

AMDG.

 

Kontributor: Aurelia Pradhita Nareswari Pangarso – volunteer Realino 2023/2024

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *