Pada Minggu, 8 Juni 2025, skolastik Kolese Hermanum berkumpul bersama dengan para donatur untuk mengadakan rapat evaluasi dan refleksi terkait program nasi berkah. Sepanjang Oktober 2024 hingga Juni 2025, program ini terus memberikan kekayaan pembelajaran bagi para frater. Program nasi berkah di Kolese Hermanum terus berlanjut sebagai bentuk konkret kehadiran dan solidaritas terhadap saudara-saudari kita yang mengalami kesulitan ekonomi. Dari yang mulanya hanya dilaksanakan di Unit Pulo Nangka, program ini telah berkembang ke unit-unit lain seperti Kampung Ambon, Johar Baru, Kramat 6, dan Kramat 7 (Wisma Dewanto).
Setiap unit tetap mempertahankan pembagian 30 kupon nasi berkah per minggu, yang masing-masing bernilai subsidi Rp10.000. Para penerima diminta memberikan kontribusi sebesar Rp2.000 ke warung mitra sebagai bentuk partisipasi mereka atas kegiatan ini.
Namun, dalam pelaksanaannya, kegiatan ini menghadapi sejumlah tantangan, yaitu (1) pergantian PIC dan perubahan komposisi unit membuat alur koordinasi sempat tidak stabil; (2) beberapa warung mengajukan kenaikan harga karena biaya bahan baku yang meningkat; (3) miskomunikasi terkait sistem pembayaran juga sempat terjadi, terutama ketika PIC berhalangan hadir dan digantikan oleh orang lain yang belum sepenuhnya memahami alur; dan (4) ketidakteraturan dalam pembagian kupon juga muncul ketika para frater mengalami kesibukan akademik atau kegiatan internal sehingga perlu saling mengingatkan agar kupon tetap dibagikan tepat waktu.
Relasi dengan Penerima dan Warung
Salah satu kekuatan program ini terletak pada relasi yang terbangun secara personal. Banyak frater membagikan pengalaman bagaimana kupon yang diberikan bukan sekadar akses ke makanan tetapi menjadi pintu perjumpaan yang bermakna. Dari para frater yang membagikan kupon, mereka membagikan cerita tentang para penerima kupon yang dengan setia menanti setiap minggu. Pemilik warung juga merasa terlibat dalam kegiatan nasi berkah ini. Bahkan ada warung yang tanpa diminta menambahkan lauk seperti daging sebagai bentuk keterlibatan memberi.
Keluarga Ibu Fifi dan keluarga Ibu Khim, yang sebelumnya telah menjadi inspirasi bagi program ini, tetap menjadi mitra dan donatur aktif. Mereka melihat bahwa membantu menyediakan makanan secara layak adalah bentuk nyata menghargai sesama. Bagi mereka, program ini bukan hanya transaksi ekonomi, tetapi juga kesempatan rutin berbagi kasih dan kemurahan hati yang juga menjadi sumber pemasukan stabil bagi para pemilik warung.
Refleksi Sosial dan Rohani
Sebagaimana telah menjadi semangat awal program ini, kegiatan nasi berkah bukanlah sekadar pembagian makanan murah. Hal ini adalah bentuk tanggapan terhadap Universal Apostolic Preferences (UAP) nomor dua, yaitu berjalan bersama mereka yang terpinggirkan. Program ini membawa pesan bahwa tidak ada seorang pun yang sendirian di dunia ini — bahwa Tuhan, dalam cara-Nya yang sederhana, hadir melalui komunitas yang peduli.
Banyak PIC menyadari bahwa proses ini membentuk mereka secara pribadi dan rohani. Bagi para skolastik ekspatriat, kegiatan ini menjadi sarana belajar bahasa dan budaya Indonesia sekaligus menyentuh realitas sosial secara langsung. Di tengah tantangan praktis, selalu ada momen kecil yang menjadi ruang belajar mencintai lebih dalam dengan cara yang konkret.
Arah ke Depan
Beberapa keputusan pun diambil selama periode ini untuk menjalankan program agar berjalan lebih baik, yaitu: (1) penyesuaian harga kupon dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan warung. Biaya subsidi yang awalnya Rp10.000 meningkat jadi Rp13.000. Dengan cara yang sama pula para penerima harus membayar Rp2.000; (2) bukti pembayaran lebih diperjelas melalui nota atau dokumentasi foto agar ada transparansi dan pertanggungjawaban; (3) komunikasi dengan warung mitra harus diprioritaskan, baik dalam hal harga, menu, maupun sistem pembayaran; dan (4) Kriteria penerima kupon ditekankan pada kebutuhan riil, bukan pada status sosial atau penampilan luar. Orang yang menunggu dengan harapan, mereka layak untuk menerima tanpa harus dibebani verifikasi yang kaku.
Kini apa yang telah kami mulai kiranya menjadi gerakan kolektif yang membentuk kepedulian. Kegiatan ini telah menyentuh kehidupan banyak orang — baik penerima kupon, pemilik warung, para frater, maupun donatur. Sekecil apapun yang dibagikan, ketika dilakukan secara konsisten dan dengan hati, akan menjadi rahmat. Pertanyaannya ini kembali pada kita, “Maukah kita menjadi saluran rahmat bagi sesama dan menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan meski dengan cara yang sederhana namun penuh arti?”
Kontributor: Sch. Laurensius Herdian Pambudi, S.J.