Pada Hari Raya St. Ignasius Loyola, Jesuit Indonesia mengadakan acara diskusi bersama Pater Provinsial, P. Benedictus Hari Juliawan, SJ dan salah satu pakar pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Anita Lie dalam webinar bertema “Kepemimpinan Solidaritas St. Ignasius Loyola”. Webinar ini dipandu oleh Ibu Gregoria Arum Yudarwati, dosen Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Acara ini berlangsung pada 31 Juli 2020 pukul 17:00-18:30 yang merupakan kesempatan bagi kita untuk bersama-sama merefleksikan relevansi teladan kepemimpinan St. Ignasius Loyola bagi hidup bersama saat ini, serta bagaimana kita bisa mengusahakan kepemimpinan solidaritas yang diwariskannya dalam hidup pribadi, komunitas, dan karya kita.

Kepemimpinan St. Ignatius
St. Ignatius merupakan orang eropa dan orang Spanyol pada abad ke 16. Abad 16 adalah abad yang penuh gonjang ganjing. Saat itu ada skisma besar dalam gereja yang melahirkan gerakan protestantisme dan sebelumnya juga ada skisma besar antara gereja barat dan gereja timur. Di zaman itu, sains juga berkembang. Banyak orang saat itu mempertanyakan banyak hal dan menganalisanya dengan konteks ilmu pengetahuan. Banyak orang menjelajah dunia dan menemukan dunia baru. Saat-saat ini adalah abad yang penuh gejolak. Pada saat seperti itu, munculah St. Ignatius Loyola.
Lewat masa yang seperti itu, Ignatius Loyola memberikan warisan yaitu sebuah spiritualitas. Spiritualitas yang dipahami St. Ignatius pertama-tama adalah cara kita memahami Allah dan dunia. Jika dunia dalam kacamata Allah dapat kita pahami maka kita juga dapat mengerti bagaimana kita dapat membuat dunia ini lebih baik seturut kehendak Allah. Kemudian yang terpenting adalah bagaimana peranku di dunia ini dalam praktik-praktik hidup sehari-hari. Kepemimpinan Ignatian merupakan kepemimpinan yang digerakkan oleh cara pandang kita terhadap Allah, dunia dan diri kita sendiri yang diperkenalkan oleh St. Ignatius. Semua hal itu sebenarnya dapat didalami lewat Latihan Rohani, Konstitusi Serikat Jesus dan juga surat-surat yang ditulisnya sendiri. Lewat hal-hal inilah kita bisa menemukan inti dari Spiritualitas Ignatian.
Inti dari kepemimpinan Ignatius berasal dari LR 234, yang berbunyi “Ambilah ya Tuhan kebebasanku, kehendakku, budi ingatanku…” Kutipan doa ini menampilkan inti dari Spiritualitas St. Ignatius. Yang pertama bisa kita lihat adalah kemerdekaan batin, yaitu agar kita semua tidak terikat oleh segala hal yang menghambat kemajuan kita, tidak terikat oleh hal-hal yang mengganggu dan fokus kita adalah persembahan kita kepada Tuhan. Jika seseorang sudah merdeka secara batin, maka ia sudah berani memberikan diri kepada orang lain. Pemberian diri muncul dari kebebasan atau kemerdekaan batin untuk mengikuti Yesus. Jika seseorang sudah mau memberikan diri, maka ia dikatakan bebas untuk mengikuti Yesus.
Latihan Rohani tidak hanya populer di kalangan Gereja, namun juga dikenal di kalangan yang lebih politis maupun bisnis karena Latihan Rohani menyediakan sebuah grammar atau rumus untuk perubahan diri. Kepemimpinan seringkali didefinisikan sebagai kemampuan melakukan transformasi yang dimulai dari diri sendiri. latihan Rohani memegang kunci atau isi penting untuk melakukan perubahan. Banyak penulis politik maupun bisnis menulis bukunya dengan berdasar pada Latihan Rohani.
Begitu juga dengan konstitusi, yang yang menggambarkan bagaimana seorang Jenderal Serikat Jesus dekat dengan Tuhan. Kedekatan tersebut merasuki tindakan dan kata-katanya sehingga dalam mengambil keputusan seorang pemimpin berorientasi kepada Allah.
Kepemimpinan di masa Pandemi
Apa yang perlu kita lakukan sebagai seorang pemimpin di situasi pandemi ini. Tentu saja kita diajak untuk mendengarkan kehendak Allah. Kita tidak perlu mendengarkan berbagai keputusan orang lain, cukup hanya dengan mendengarkan kehendak Allah. Mulai dari kegembiraan dan juga kekhawatiran yang ada dalam diriku. Kemudian meluas dengan melihat orang-orang yaitu apa yang sebenarnya mereka butuhkan selama pandemi ini. Apa yang mereka harus dilakukan dalam situasi yang tidak kita inginkan ini. Tentu saja kita juga harus paham secara ilmu pengetahuan atau kedokteran apa yang baik kita lakukan seperti bagaimana kita menggunakan masker, juga bagaimana kita diajak untuk wajib mencuci tangan. Dengan demikian, spiritualitas Igantian tidak berhenti pada hal-hal saleh yang semuanya serba Allah, melainkan spiritualitas yang mengajak kita menemukan bagaimana Tuhan kita akan mengambil tindakan dalam situasi kita yang seperti ini. Spiritualitas Ignatian harus menghasilkan tindakan konkrit yang mengikuti aturan setempat dan yang tidak memunculkan kebodohan atau berpaling dari yang umum. Seperti juga telah diungkapkan oleh Ignatius bahwa “Cinta harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada kata-kata” (LR 230).
Dalam situasi ini juga, kita perlu memperhatikan saudara/i kita yang terpapar pandemi ini. Serikat Jesus secara konkrit melakukan moratorium dengan menghentikan pembangunan besar. Kita tidak ingin apa yang kita lakukan akan melukai orang-orang kecil yang tidak bisa melakukan berbagai hal seperti yang kita lakukan.
Kemudian, masa pandemi ini membuat kita mengalami masa dunia yang lebih hening karena semuanya serba terhenti. Bahkan kita sendiri harus mengadakan perayaan ekaristi secara daring. Lewat pengalaman ini, Tuhan yang online ini mengajak kita melakukan perjamuan dalam communion satu sama lain yang terhubung lewat sarana-sarana teknologi yang ada. Solidaritas kita semakin berkembang ketika kita hidup dalam kesatuan dengan yang lainnya artinya Tuhan mengajak kita untuk menemukan Allah dalam diri orang lain kita. Kita diajak untuk memberi waktu dalam hidup kita agar hidup kita berharga dengan merawat kedekatan kita dengan Allah lewat berbagai sarana apapun.