Bunda Maria adalah sosok yang melampaui zaman. Teladannya terus hidup hingga saat ini. Era kolaborasi teknologi Internet, nirkabel, dan mesin otomatis yang kita hidupi saat ini jelas belum terbayangkan ketika Maria masih hidup bersama Yusuf, Yesus, dan para rasul. Akan tetapi, kecanggihan zaman, yang dikenal sebagai Era Revolusi Industri 4.0, ini tidak menjadikan teladan Sang Bunda tampak kuno. Justru teladan itu lestari dan selalu menginspirasi lintas zaman.
Berlanjutnya teladan Bunda Maria itu, antara lain, ditunjukkan oleh tiga perempuan yang berkarya di lingkungan Kolese Mikael. Ketiga perempuan itu adalah Maria Marcelina Widyastuti (Politeknik ATMI Solo), Asworo Wahyunindyah (PT. ATMI Duta Engineering), dan Hartanti (ATMI-IGI Centre). Akhir Mei 2020, mereka diwawancarai oleh tim Michael College Ministry (MCM). Wawancara tersebut merupakan salah satu program kelompok campus ministry Kolese Mikael yang dikoordinasi oleh Fr. Vincentius Doni Erlangga, SJ ini dalam rangka Bulan Maria yang lalu.
Maria Marcelina Widyastuti merasa diinspirasi oleh semangat pelayanan, kesederhanaan, jiwa yang penuh syukur, dan kerendahan hati Bunda Maria. Semua itu terangkum dalam ungkapan Sang Bunda, “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku seturut perkataan-Mu.” Sebagai seorang instruktur muda di politeknik, ia lalu terdorong untuk menciptakan iklim belajar yang nyaman bagi para mahasiswa dan mahasiswinya. “Mahasiswa dapat berkonsultasi apabila memiliki permasalahan atau kesulitan dalam memahami pelajaran yang diberikan,” ujarnya.
Lain lagi dengan Asworo Wahyunindyah. Staf Human Resources Department (HRD) di PT. ATMI Duta Engineering (ADE) ini melihat Maria sebagai sosok pemberani. Keberanian Maria ditunjukkan dengan mau mengambil risiko menerima perutusan untuk mengandung Yesus, walaupun belum bersuami. Sang Bunda menjalaninya dengan sukacita. Mencoba mengaitkan dengan hidup dan karyanya di PT. ADE, Asworo menyadari hidupnya yang juga penuh risiko dan tantangan. “Ini terus terang saya di staf HRD baru. […] Sebelumnya saya berada di staf administrasi marketing. […] Awalnya sih saya merasa ‘Kayaknya nggak mungkin, saya tidak punya background sama sekali di bidang hukum ataupun psikologi ataupun untuk menangani, menghadapi teman-teman.’ Cuma akhirnya, dengan semangat dari keluarga, dengan dukungan dari teman-teman, akhirnya saya memutuskan untuk ‘Oke, saya mengambil tantangan ini.’” Ia pun menambahkan, “Yang penting saya tahu apa yang saya lakukan itu benar dan bermanfaat bagi orang banyak.”
Sementara itu, Hartanti mengagumi Bunda Maria sebagai sosok yang beriman dan taat pada kehendak Allah. Oleh karena itu, sebagai pegawai ATMI-IGI Centre, ia berusaha pula untuk melaksanakan perintah atasan sebaik-baiknya. “Karena pekerjaan yang kita lakukan tidak semata-mata hanya untuk mencari uang atau mematuhi perintah atasan, tetapi bekerja dengan iman adalah bagaimana kita setia terhadap pekerjaan itu sehingga kita dapat berguna dan bermanfaat bagi diri sendiri, sesama, dan terlebih untuk kemuliaan Allah.” Hartanti juga berpesan, “Bekerja harus ikhlas, bekerja tidak semata-mata mencari uang, tetapi bisa menjadi berkat bagi sesama.”
Ketiga perempuan perkasa ini adalah sebagian dari sedikit pegawai perempuan di tengah belantara mesin, yang kerap dianggap identik dengan dunia lelaki. Memang, tidak semuanya berhadapan dengan mesin pendukung Revolusi Industri 4.0 di lingkungan Kolese Mikael. Ada pula yang berhadapan dengan para operator mesin-mesin tersebut. Akan tetapi, entah itu berhadapan dengan mesin ataupun manusia, teladan dari Bunda Maria menginspirasi mereka di tempat karya masing-masing. Inspirasi itu pun tidak disimpan menjadi kekayaan rohani pribadi. Mereka terdorong pula untuk menyebarkannya kepada orang-orang di sekitar. Seperti diungkapkan Asworo, “Meskipun kita hanyalah segelintir wanita, yakinlah kita bisa membawa perubahan yang baik untuk lingkungan sekitar kita.”
Rafael Mathando Hinganaday, SJ