Sabtu, 19 Agustus 2023, sebanyak 126 orang menerima sakramen Krisma dari tangan Bapak Uskup Robertus Rubiyatmoko di Gereja St. Yusup Gedangan, Semarang. Dalam perayaan Ekaristi ini Bapa Uskup Robertus Rubiyatmoko didampingi oleh Pater Benedictus Cahyo Kristanto, S.J. dan Pater Martinus Hadisiswoyo, S.J.
Peserta penerima sakramen Krisma berasal dari beragam usia. Mereka dikelompokkan menjadi dua kelompok usia yakni remaja dan dewasa. Peserta remaja dengan rentang usia 13 – 17 tahun sebanyak 85 orang dan dewasa dengan rentang usia 18 – 71 tahun sebanyak 41 orang.
Peserta yang akan menerima Sakramen Krisma harus mengikuti proses pembelajaran selama enam bulan. Proses pembelajaran diawali dari bulan Februari hingga Agustus. Setiap hari minggu siang, para katekis paroki dengan setia dan murah hati mendampingi peserta Krisma. Mereka memberikan banyak bahan pembelajaran agar peserta Krisma dapat memahami dengan baik tentang Sakramen Krisma dan setelahnya siap diutus menjadi saksi Kristus.
Selama mendampingi para peserta Krisma, Bapak FX. Rudy, selaku kepala bidang pewartaan dan tim merasa sangat bersyukur. Mereka mampu mendampingi peserta dari awal hingga hari penerimaan Sakramen Krisma meskipun mereka kekurangan jumlah pendamping. Mereka berharap agar materi-materi yang diberikan dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan berani menjadi saksi-Nya.
Ada sesuatu yang menarik selama proses pembelajaran tersebut. Salah satunya pada bulan April yang lalu, peserta krisma diajak anjangsana sekaligus berbuka puasa bersama di Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin, Demak.
Mereka bertemu dengan para santri dan menjadi saksi Kristus yang mampu mengasihi siapapun tanpa terkecuali. Perjumpaan para peserta krisma dengan para santri menjadi wujud mengembangkan toleransi dan menghayati kasih kepada sesama.
KH. Abdul Qodir selaku pengasuh Pondok Pesantren Roudhotus Sholihin menyambut dengan ramah dan terbuka. “Kunjungan yang dilakukan oleh Gereja St. Yusup, Gedangan adalah kunjungan muhibah. Muhibah artinya adalah cinta kasih. Dengan cinta kasih, perbedaan bukan masalah. Justru perbedaan menambah warna-warni kehidupan,” ujarnya.
Bapak F.X. Rudy mengatakan bahwa kunjungan ke pesantren adalah wujud dari menghidupi iman katolik dan menjadi saksi Kristus. “Iman tanpa perbuatan hakikatnya adalah mati,” pungkasnya. Iman harus teraktualisasi dalam tindakan sehari-hari dan terwujud secara konkret dalam cinta kasih kepada sesama manusia.
Nora sebagai salah seorang peserta mengatakan bahwa krisma berarti menerima Roh Kudus yang lebih menguatkan diri sehingga menjadi lebih dewasa secara iman dan dengan begitu menjadi lebih sadar untuk memiliki kewajiban menjadi saksi Kristus. “Materi-materi yang diberikan oleh para katekis membuat saya sadar untuk menerapkan kasih dalam hidup sehari-hari. Bersaksi sama juga dengan memberikan kasih,” ujarnya.
Sakramen Krisma merupakan tanda kedewasaan iman seseorang. Penerimaan sakramen krisma melengkapi rahmat pembaptisan dan menyempurnakan inisiasi. Melalui sakramen krisma, seseorang diikat secara lebih kuat dan sempurna dengan Gereja serta diperkaya dengan daya kekuatan Roh Kudus. Konsekuensi dari sakramen krisma adalah tanggung jawab iman dan semakin wajib untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus.
Kontributor: S Yohanes Chrisostomus Wahyu Mega, S.J. – Gereja St. Yusup Gedangan