capture imaginations, awaken desires, unite the Jesuits and Collaborators in Christ mission

Membersamai “Si Muda” Menemukan Tuhan melalui Dunia Digital

Date

Tiga tahun ini saya banyak berdinamika dan berproses bersama orang muda di Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang melalui layanan digital di gereja, khususnya multimedia. Mulai dari membuat jadwal tugas, mendampingi anggota baru, hingga mengolah teks misa agar dapat ditampilkan dengan baik dan nyaman di perangkat multimedia gereja kami.

Melayani Orang Muda bersama Para Jesuit

Berproses bersama Jesuit membuat saya merasa tertantang karena beberapa Jesuit yang saya kenal adalah pribadi yang inovatif meski kadang ide-ide kreatif itu muncul di menit-menit akhir. Dengan perubahan ide-ide yang datang “mendadak” seringkali membuat saya harus memikirkan cara untuk menyampaikannya kepada si muda tanpa mengecilkan apa yang sudah mereka lakukan. Menemani, berproses, dan saling bekerja sama mewujudkan ide-ide tersebut yang dibumbui “sambat” menjadi pengalaman yang menantang sekaligus mengembangkan.

Melihat bagaimana para Jesuit bersemangat dan bersukacita dalam melayani umat juga menjadi motivasi tersendiri. Ketika orang mampu melayani dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati maka orang di sekitarnya pun merasakan buah sukacita. Dari pengalaman melihat itu, saya menyimpulkan bahwa ternyata pelayanan membuahkan sukacita baik bagi yang dilayani maupun yang melayani.

Terang dan Rahmat

Percaya atau tidak, membersamai si muda yang berdinamika dalam iman pun membawa berkat tersendiri bagi kehidupan. Saya dibawa pada ingatan ketika saat-saat pertama saya menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup saya. Misalnya, menemukan Tuhan dalam hal paling sederhana seperti bisa mengerjakan ujian di saat kondisi otak sudah buntu. Menjadi bagian dari kehidupan mereka dalam era digital membuat saya tersadar bahwa menyebarkan sukacita itu bisa sesederhana membuat IG story ‘By His wounds you have been healed. #GoodFriday.’ See! Tuhan berkarya dalam siapa saja bahkan dalam si muda yang belum banyak usianya. Saya tersentil dengan cara yang kadang kocak dan sederhana. Hal ini mengingatkan saya bahwa di dalam diri saya terdapat jiwa muda yang dipelihara oleh Tuhan untuk terus percaya pada-Nya.

Dokumentasi: Penulis

Tantangan Terbesar Orang Muda Saat ini

Siapa itu orang muda? Apakah yang dikelompokkan menurut usia tertentu? Atau orang-orang yang memiliki jiwa muda di dalamnya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggelitik di dalam pikiran. Terkadang saya menjumpai seorang yang bahkan belum mencapai umur 17 tahun tapi didewasakan oleh perjalanan hidup yang tidak mudah. Kalau di reels Instagram biasanya ditulis “dipaksa dewasa oleh keadaan.” Dia kehilangan binar dan senyum masa muda yang tetap menunjukkan wibawanya.

Menjadi muda di era saat ini sangatlah berat terutama berhadapan dengan kondisi dan tuntutan masyarakat. Belum lagi harus menghadapi fase krisis mempertanyakan eksistensi diri, mencari jati diri. Sebetulnya kita diminta jadi apa? Seharusnya langkah apa yang diambil? Apakah ini yang diharapkan untuk memenuhi standar khalayak umum. Menjadi muda saat ini adalah BEBAN! Bergaya dibilang flexing (padahal itu satu-satunya yang dimiliki). Ketika menulis caption “butuh healing” dicap tidak tahu bersyukur atas semua yang diberi. Bikin story Instagram “lelah” pun jadi perkara. ‘Kamu belum tahu zaman kita, dek. Lebih berat! Ini mah belum seberapa!’ Membuat checklistmisa mingguan check” pun dianggap sebagai pamer. Menjadi muda saat ini menguras mental. Jadi, bila kesehatan mental akhir-akhir ini digaungkan pun tidak salah karena menjadi muda yang berbeda, harus memenuhi ekspektasi yang luar biasa dari lingkungan sekitar. Sisi positifnya ialah orang-orang muda ini masih memberi tempat bagi Tuhan. Mereka tahu di bawah sadarnya bahwa mereka harus mengadu ke sana.

Itu pula yang menjadi salah satu alasan si muda tidak konsisten dan tidak menindaklanjuti sesuatu yang sudah dipelajari. Mereka cenderung mempelajari sesuatu karena penasaran dan lekas bosan. Beberapa yang bergabung dan telah berlatih untuk bertugas, hanya muncul sebentar lalu menghilang. Mereka hanya penasaran namun kesadaran untuk melakukan pelayanan masih kurang. Mereka lebih memilih untuk bertemu dengan teman daripada harus bertugas sesuai jadwal. Kurangnya motivasi dari diri mereka sendiri membuat pelayanan menjadi tidak menarik dan terasa membosankan. Agaknya bagi mereka pasang IG Story dengan background komputer gereja masih kalah menarik dari background cafe lengkap dengan caption “senja, kopi, dan kamu.”

Latar belakang keluarga juga menjadi salah satu faktor yang mendukung anak dalam mengembangkan talenta mereka di gereja. Tidak bisa dimungkiri, keluarga, dalam hal ini orang tua, yang tidak aktif dalam kegiatan menggereja cenderung sulit untuk mendorong anak mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja. Hubungan keluarga yang kurang terbuka juga menjadi hambatan dalam pelayanan di gereja. Beberapa orang muda menggunakan alasan minim dukungan orang tua saat tidak dapat bertugas sesuai jadwal.

Usaha dan Suka Duka dalam Menemani Orang Muda

Sebagai kolaborator yang juga sedang belajar “lebih dewasa”, menemani orang muda dalam menemukan jalan perutusan melalui pelayanan multimedia di gereja, saya berusaha memberikan pengertian bahwa pelayanan tidak selalu yang “serius” seperti memimpin doa. Saya belajar memberi tanggungjawab dan kepercayaan kepada mereka. Cara pandang bahwa kegiatan gereja akan berjalan lebih baik dan lancar dengan keterlibatan mereka, juga coba saya tularkan kepada mereka. Bahkan memastikan kabel tidak terbakar karena overheat pun termasuk di dalamnya. Saya memberi lebih banyak ruang bagi mereka untuk berdinamika dalam ‘mencari Tuhan’ melalui langkah digital. Membuat konten untuk media sosial, menyiapkan slideshow misa, merekam jalannya tuguran atau mungkin sekadar memastikan bahwa pesan tentang sabda hari ini tersampaikan dengan baik adalah ruang keterlibatan bagi sang muda.

Harus kembali ditekankan bahwa melayani Tuhan itu beragam rupanya. Panggilan itu beragam caranya. Bagi saya kolaborator yang menemani si muda dalam ‘mencari Tuhan’ pun diharapkan selalu mengimani dan mendampingi. Si muda adalah energi bukan gulma yang harus dibabat habis. Menemani si muda sebagai kawan perjalanan dalam melayani Tuhan dengan cara yang kreatif tidak lagi harus kaku dan menghakimi. Gereja sebagai wadah pertumbuhan dan perkembangan iman membutuhkan partisipasi mereka sebagai upaya regenerasi. Pada akhirnya masa depan Gereja berada di tangan si muda. Mereka sebetulnya sudah memiliki jawaban dalam diri mereka, mereka hanya butuh waktu untuk menemukannya. Dan tugas kita, menemani.

Kontributor: Eugenia Agustina – Koordinator Multimedia Paroki Santa Theresia Bongsari Semarang

More
articles

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *