Sabtu, 14 September 2024 yang lalu, para frater PIC (penanggung jawab) nasi berkah berkumpul di unit Pulo Nangka bersama keluarga Ibu Fifi dan Ibu Kim. Selama ini Ibu Fifi dan Ibu Kim menjadi donatur kegiatan nasi berkah yang diadakan Kolese Hermanum. Dalam kesempatan ini hadir pula beberapa perwakilan dari lingkungan Fransiskus Asisi Wilayah 8. Mereka ingin belajar bagaimana menyelenggarakan program nasi berkah ini.
Pater Widy membuka acara dengan sesi perkenalan dari masing-masing yang hadir dan menjelaskan sejarah munculnya program nasi berkah ini. Program nasi berkah merupakan adaptasi dari program yang dilakukan oleh Ibu Fifi di sekitar lingkungan tempat tinggalnya ketika masa-masa pandemi. Di Kolese Hermanum sendiri, Pulo Nangka adalah unit pertama yang mengawali program ini dan kemudian meluas hingga ke empat unit lainnya (Kampung Ambon, Johar Baru, Kramat 6, dan Wisma Dewanto). Hingga saat ini, program nasi berkah telah berjalan kurang lebih selama satu tahun delapan bulan sejak Januari 2023.
Program nasi berkah ini dimulai dengan mencari warung makan di sekitar unit-unit yang mampu menyediakan makanan yang bersih dan enak. Setelah itu, dilakukan diskusi dengan pemilik warung apakah bersedia jika warungnya dijadikan tempat untuk menjalankan program nasi berkah. Kupon yang dibagikan bernilai sepuluh ribu, namun penerima kupon tetap harus membayar sejumlah dua ribu rupiah ke warung untuk bisa menggunakan kupon tersebut. Setelah sepakat dengan pemilik warung, maka PIC akan membayar sejumlah tiga ratus ribu ke pemilik warung, baru kemudian kupon dibagikan. Setiap minggu ada tiga puluh kupon yang dibagikan dan setiap akhir minggu PIC akan memeriksa dan membayar kupon tersebut sehingga warung tersebut selalu memiliki dana sejumlah tiga ratus ribu untuk menyiapkan makanan. Donasi yang diberikan tiap-tiap unit bisa sampai satu juta dua ratus ribu rupiah dalam setiap bulannya. Bagi warung makan yang bekerja sama dalam program ini tentu bisa menambah pendapatan mereka setiap bulannya, terutama bagi warung-warung makan kecil dan sederhana. Hal ini berarti juga tidak hanya penerima kupon yang menerima manfaat dan berkah tetapi juga warung makannya.
Dalam program ini, ada satu hal yang menarik, yaitu sebagian besar PIC dari masing-masing unit merupakan skolastik ekspatriat. Dalam cerita-cerita yang dibagikan selama acara, mereka merasa bahwa kesempatan menjadi PIC merupakan sarana bagi mereka untuk memperdalam kemampuan berbahasa Indonesia. Mereka merasa terbantu dalam mengembangkan kemampuan bahasa mereka, meski ketika awal-awal memulai program ini rasanya tidak mudah. Selain belajar bahasa, mereka juga mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan warga sekitar sekaligus belajar mengenai situasi masyarakat di Indonesia.
Nuansa yang terbangun dalam kesempatan ini adalah rasa syukur. Dalam cerita dan refleksi yang dibagikan, pengalaman membagikan kupon memberikan momen perjumpaan yang mengesan. Dari cerita yang dibagikan oleh frater Yohan, pengalaman membagi kupon membawanya pada momen saling mengenal satu sama lain dengan orang yang diberi kupon. Frater Yohan bisa berbincang dan mengenal latar belakang pribadi dan keluarganya, dsb. Melalui perjumpaan sederhana, sekat tak kasat mata yang bernama tidak peduli dan tidak kenal perlahan-lahan memudar. Dari cerita dan refleksi yang dibagikan oleh ibu Fifi, ternyata tindakan kecil bisa berdampak besar asalkan dilakukan dengan konsisten. Dari pengalamannya menjalankan program “bagi-bagi makan siang” di sekitar tempat tinggalnya, ada sebuah nilai penting yang muncul yaitu bagaimana cara menghargai orang lain dengan memberi sesuatu secara layak.
Dalam refleksi-refleksi yang dibagikan, ada beberapa hal penting yaitu bahwa ini merupakan bentuk panggilan untuk berjalan bersama orang yang miskin dan tersingkirkan, sebagaimana tertuang dalam UAP nomor dua. Program ini juga disadari sebagai suatu sarana untuk menunjukkan bahwa mereka tidak ditinggalkan di dunia, sehingga mereka mampu untuk merasakan kasih, rahmat, dan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka. Tuhan, dengan segala cara-Nya juga ikut berjalan bersama mereka.
Ada banyak nilai dan pengalaman berharga yang bisa dipetik dari program ini. Pengalaman yang dapat terus direfleksikan dan tentunya dibagikan kepada orang lain sehingga buahnya dapat dirasakan oleh banyak orang. Pertanyaannya adalah bersediakah kita menjadi sarana bagi Tuhan untuk menyalurkan rahmatNya pada setiap ciptaan-Nya di dunia?
Kontributor: S Christoforus Kevin Hary Hanggara, S.J.