“Be a Happy Jesuit!” Itulah salah satu pesan dari Pater Adolfo Nicolas dalam kunjungannya ke Provindo tahun 2009 lalu. Pesan tersebut menjadi sangat relevan khususnya dalam situasi berat pun terbatas seperti saat ini. Pandemi COVID 19 membatasi ruang gerak kita semua untuk beraktivitas di luar rumah dengan leluasa. Penerapan sistem lockdown bisa saja membuat kita jenuh apabila kita tidak menanggapinya secara kreatif. Di tengah keterbatasan ruang gerak dibanding sebelumnya, para novis Serikat Jesus tetap berusaha untuk kreatif dan bahagia. Ternyata kreativitas merupakan unsur yang paling penting. Tanpa kreativitas luas lahan dan rumah tidak akan ada artinya. Situasi pandemi yang membatasi ruang gerak ini ternyata memberi rahmat juga. Kami justru semakin bisa belajar untuk memperkuat hidup komunitas, diskresi bersama, dan leadership lewat kegiatan-kegiatan luar biasa.
Kami merayakan waktu jeda setelah program pengolahan hidup yang intens dengan camping tiga hari di lahan luas belakang novisiat. Semua memori keterampilan mendirikan tenda, memasak, dan membuat api unggun seolah-olah beradu untuk diekspresikan. Apalagi bahan masaknya adalah sayur-mayur panenan kebun sendiri. Panas terik di siang hari, ribuan bintang di malam hari, dan gelak tawa riuh menjadi penawar letih sekaligus obat paling mujarab. Ternyata healing lewat camping pun bisa dilakukan tidak jauh dari tempat tinggal kita.
Sukacita ini ditambah dengan kegiatan memancing ikan peliharaan di embung, mencangkul dan membuat bedeng sayur-mayur, memetik pete, dan bernyanyi bersama di sekitar api unggun. Sesekali ada kegiatan produktif lain yang menghibur seperti membuat pupuk kompos. Kegiatan-kegiatan tersebut terdengar asyik dan hebat, padahal banyak di antara kami yang baru pertama kali melakukannya. Bahkan kami belajar memasak yang direncanakan sebagai gulai ayam, meski hasilnya mungkin jauh dari gulai ayam. Membuat gulai ayam mulai dari memotong seekor ayam jago yang masih hidup ternyata tidaklah gampang. Ternyata tinggal memakan makanan siap santap itu lebih enak daripada harus menangkap, menyembelih, membersihkan bulu ayam, memotong daging ayam, hingga memberi racikan-racikan bumbu istimewa.
Di lain hari ketika salah salah satu novis sempat terjangkit Covid-19, para novis harus melakukan lockdown di novisiat. Di suatu Sabtu sore tercetuslah ide untuk membuat acara Master Chef Novisiat (lomba masak). Jadilah hidangan ala Master Chef Novisiat yang dijuri oleh para pater. Para novis dibagi menjadi beberapa kelompok dengan tugas membuat nasi goreng spesial dan bakmi godog istimewa. Setelah berjibaku dengan bahan makanan dan alat masak, akhirnya tersaji juga Hidangan Istimewa Novisiat (HIN). Hasilnya ialah para pater nambah beberapa kali setelah menjuri setiap makanan. Sabtu malam itu diakhiri dengan kondisi perut kekenyangan dan hati yang gembira sehingga Covid pun tidak berani mendekat.
Di tengah lockdown yang masih berlangsung, keterbatasan tidak menghentikan kreativitas para novis untuk menyulap ruang rekreasi menjadi bioskop yang megah dan tidak kalah dengan bioskop-bioskop terdekat. LCD memancarkan layar yang super lebar dan seperangkat sound system menyumbang suara menggelegar. Tidak lupa bidel refter (novis yang bertanggung jawab terhadap ruang makan dan dapur) dengan murah hati mempersiapkan pop corn ala novisiat dan juga kopi merek terkenal ala novisiat untuk menemani acara nonton bersama.Dalam refleksi kami, kegiatan kreatif ini juga menjadi sarana untuk mendalami dan mengimplementasikan UAP secara sederhana khususnya UAP 3 penjelajahan bersama kaum muda. Kepenatan yang muncul karena padatnya aktivitas harus ditanggapi dengan kreativitas dan bukannya mager. Tidak ada alasan minim fasilitas modern yang membenarkan minimnya kreativitas. Betapa aktivitas di luar ruangan yang kreatif-produktif itu tidak kalah membahagiakan. Bahkan ternyata beberapa di antara kami baru pertama kali belajar memasak, tinggal di alam terbuka selama beberapa hari, dan termasuk juga mencangkul tanah. Berjalan bersama (atau sebagai) orang muda menuntut kerendahan hati untuk terus menantang diri dan kreatif. Keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk bisa bahagia apabila kita mau dan mampu untuk menjadi kreatif. Melalui kreativitas kita bisa menjadikan hidup berkomunitas lebih berwarna. Kita juga bisa mengenal satu sama lain sebagai satu komunitas yang utuh, tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada mengenal saudara sekomunitas secara mendalam. Keterbatasan juga memampukan kita untuk semakin membangun communal discernment secara kreatif dalam membuat keputusan yang magis. Kita juga bisa belajar leadership yang paling dasar, yaitu mampu mengadakan sesuatu secara kreatif dari ketiadaan mulai dari hal yang paling sederhana. Jadi, kalau kreativitas itu tidak dimulai dari diri sendiri, lalu dari siapa? Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi?
Di lain hari ketika salah salah satu Novis sempat terjangkit Covid-19, para novis harus melakukan lockdown di novisiat. Di suatu Sabtu sore tercetuslah ide untuk membuat acara Master Chef Novisiat (lomba masak). Jadilah hidangan ala Master Chef Novisiat yang dijuri oleh para pater. Para novis dibagi menjadi beberapa kelompok dengan tugas membuat nasi goreng spesial dan bakmi godhog istimewa. Setelah berjibaku dengan bahan makanan dan alat masak, akhirnya tersaji juga Hidangan Istimewa Novisiat (HIN). Sssstttttt, jangan bilang siapa-siapa ya kalau para pater sempat nambah beberapa kali lho setelah menjuri setiap makanan. Sabtu malam itu diakhiri dengan kondisi perut kekenyangan dan hati yang gembira sehingga Covid pun tidak berani mendekat.
Di tengah lockdown yang masih berlangsung, keterbatasan tidak menghentikan kreativitas para Novis untuk menyulap ruang rekreasi menjadi bioskop yang megah dan tidak kalah dengan bioskop-bioskop terdekat. LCD memancarkan layar yang super lebar dan seperangkat sound system menyumbang suara menggelegar. Tidak lupa bidel refter (novis yang bertanggung jawab terhadap ruang makan dan dapur) dengan murah hati mempersiapkan pop corn a la novisiat dan juga kopi a la starb*cks novisiat untuk menemani acara nonton bersama.
Kontributor : Alfonsus Ignatius Franky N., nS.J. – Ignatius Dio Ernanda J., nS.J. – Sirilus Hari Prasetyo, nS.J.